Sabtu, 06 Juli 2013

Pengadaan Alutsista Terus Dikebut

Su27 TNI AU (Kaskus)
JAKARTA : Pengadaan alat utama sistem senjata TNI Angkatan Udara akan dikebut sehingga mencapai kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force/MEF). Sampai akhir tahun 2014, akan ada tambahan pesawat tempur, diantaranya Sukhoi, F-16, T-50, Super Tucano.

"Alutsista tersebut untuk menjaga kedaulatan, karena berkewajiban untuk mempertahankan negara dan bangsa ini," ujar Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia ketika meninjau bakti sosial yang digelar TNI AU di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Selasa (3/7).

Selain pesawat tempur, konsentrasi pemenuhan alutsista diarahkan pada pengadaan pesawat angkut C-130 Hercules, CN-295, Helikopter Cougar dan pesawat latih Grobs, serta sejumlah radar.

Pemerintah telah memberikan dana, seperti yang telah ditetapkan dalam tiga rencana strategis."Untuk meningkatkan kekuatan alutsista hingga tahun 2014 Renstra I dalam tiga rentra yang disebut MEF yaitu kekuatan yang cukup untuk menghadapi tugas yang nyata," jelas KSAU.Terkait pelaksanaan bakti sosial dan karya bakti di Sumbawa menjadi rangkaian menyambut Hari Bakti TNI AU.

KSAU terjun langsung dalam kegiatan yang dihadiri Gubernur NTB, Tuan Guru HM Zainul Majdi tersebut.Diakui Dunia, prajurit maupun kelembagaan TNI AU akan selalu membutuhkan dukungan dari masyarakat dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab menjaga kedaulatan NKRI.

."Anggota TNI AU dihadapkan pada kenyataan tugas diluar kebiasaan hidup manusia yang mengadung resiko yang cukup tinggi, namun dengan dukungan dan doa restu bangsa Indonesia TNI AU dapat menjalankan tugas dengan baik," jelas KSAU.Dari seluruh rangkaian kegiatan bakti sosial itu, KSAU juga mengapresiasi dukungan masyarakat.

Bakti sosial berjalan lancar."Kegiatan ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, dan mohon maaf apabila dalam pelaksanaan kegiatan ini ada hal-hal yang tidak berkenan," kata KSAU.Apresiasi sama ditunjukan Gubernur NTB, Zainul Majdi.

Ia mengucapkan terima kasih kepada TNI AU karena memilih Kabupaten Sumbawa sebagai sasaran bakti sosial dan karya bakti TNI AU. Ribuan warga Sumbawa telah mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cuma-cuma.Pelayanan kesehatan yang diberikan seperti pengobatan umum dan mata, pengobatan gigi dan mulut, pembuatan gigi palsu, operasi katarak, pemberian kaca mata baca, bedah minor, bedah bibir sumbing, pelayanan KB dan Khitanan massal.

Sedangkan sasaran karya bakti berupa restorasi balai pertemuan dan kesenian warga, renovasi masjid dan perbaikan jalan desa yang kesemuanya terletak di Dusun pamulung. (Feber S)

  Suara Karya  

Panglima TNI Resmikan Barak dan Kapal Patroli di Pulau Nipah

BATAM • Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengunjungi Pulau Nipah untuk meresmikan penggunaan barak prajurit dan kapal patroli Nipah dengan nomor lambung KAL-II-4-57, Sabtu (6/7/2013).

Dalam kunjungan tersebut, Panglima TNI didampingi oleh sejumlah petinggi di Kepri seperti Gubernur Muhammad Sani, Kapolda Kepri Brigjen Endjang Sudradjat, Pangdam I Bukit Barisan, Mayjen Burhanuddin Siagian dan Panglima Armabar Laksamana Muda Arif Rudianto.

Untuk pengoperasian KAL-II-4-57 Nipa secara simbolis Agus menyerahkan miniatur kapal tersebut kepada Komandan Lanal Batam, Kolonel (L) Deni Hendrata.

Dari laporan yang disampaikan Ahiar, perwakilan PT Wijaya Perdana selaku kontraktor yang membuat barak prajurit, pembangunan fisik dimulai sejak awal Januari 2013.

"Pembuatan memakan waktu kurang lebih selama 5,5 bulan. Barak terdiri dari dua lantai berkapasitas 60 tempat tidur dan dilengkapi kamar mandi serta penerangan listrik yang bersumber dari jenset," kata dia.

Menurut Ahiar dalam pembangunan barak memiliki kesulitan pasalnya cuaca yang tidak menentu menjadi hambatan.

"Kapal material kami juga pernah kandas dan juga pernah berlindung di balik pulau karena cuaca buruk. Kesulitan air tawar sudah pasti dialami, tapi itulah tantangan buat kami," kata dia lagi.

Sementara itu KAL Nipa yang dibuat di galangan Palindo Marine, Tanjunguncang. Lambung bermaterialkan baja dan kapal ini memiliki tangki air tawar berkapasitas 50 ton dan kecepatan 24 knot.

Sementara itu, Panglima TNI mengatakan untuk memperkuat pertahanan di Pulau Nipah akan ditempatkan sebanyak satu pleton atau 90 orang terdiri dari 30 orang prajurit TNI Angkatan Darat dan 60 orang prajurit Marinir TNI Angkatan Laut.

Sementara itu sedangkan KAL Nipa ada 2 fungsinya yakni sebagai kapal patroli dan sebagai alat pengangkut logistik terutama untuk pemenuhan sarana air bersih yang selama ini banyak dikeluhkan masyarakat setempat.

"Sekarang kapal untuk mengangkut air sudah ada mudah-mudahan masyarakat setempat tidak ada lagi yang kesulitan soal air," kata Panglima TNI kepada wartawan.

Pulau Nipah Steril

Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), Laksamana TNI Agus Suhartono menegaskan bahwa pulau Nipah saat ini sudah steril, maka dari itu tidak ada lagi aktivitas apapun selain pertahanan.

"Apapun kegiatannya, tujuannya hanya satu yakni pertahanan NKRI," kata Agus usai meresmikan Mess TNI di Pulau Nipah, Sabtu (6/7).

Agus tidak menampik atas rencana akan dijadikannya Pulau Nipah sebagai pusat ekonomi mengingat letaknya yang berhadapan langsung dengan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Namun Agus menyebutkan sampai saat ini hal itu belum lagi disepakati dan dijalankan.

"Jadi, jika ada kapal yang labuh jangkar di sekitar perairan pulau nipah atau, saya perintahkan anggota untuk mengeceknya, karena seingat saya untuk saat ini belum disetujui," ungkapnya seraya meminta kepada Danlanal Batam untuk mengecek Kapal LPG yang saat ini sedang labuh jangkar di sekitar perairan Pulau Nipah.

Sterilnya Pulau Nipah ini yang merupakan pulau terluar karena berbatasan langsung dengan Singapur dan Malaysia diakui Agus sudah harga mati, sebab Pulau Nipah merupakan pertahanan terdepan dari NKRI.

"Makanya selain pertahanan perang, di pulau ini juga kami bangun bara atau mess untuk satu peloton personil TNI dan ditambah satu kapal patroli cepat KAL-II-4-57 Nipa atau KAL-28 untuk menjaga kedaulatan NKRI di perairan Kepri ini," kata dia.

Barak prajurit sendiri, sambung Agus pembangunan fisiknya dimulai sejak awal Januari 2013 dengan waktu penyelesaiannya kurang lebih memakan waktu 5,5 bulan. "Barak ini terdiri dari dua lantai dengan kapasitas 60 tempat tidur dan sudah dilengkapi kamar mandi serta penerangan listrik yang bersumber dari jenset," katanya.

Sedangkan kapal cepat patroli KAL-28 Nipa ini lambungnya terbuat dari baja ringan dengan dilengkapi tangki air tawar berkapasitas 50 ton dan kecepatan 24 knot serta senjata 12,7 kaliber yang berada didepan, tentunya selain untuk patroli kapal ini juga bisa mengangkut logistik untuk keperluan selama di Pulau Nipah.

"Seperti saya ucapkan tadi, di pulau Nipah ini ada satu pleton yang terdiri dari 90 personil. Dimana dari 90 personil itu tersiri 60 personil TNI AL dari kesatuan Marinir dan 30 lagi TNI AD dari kesatuan Infantri," ujarnya.

"Dan dengan rampungnya barak ini, membuat fasilitas yang ada di pulau Nipah ini semakin lengkap yang sudah mencapai 90 persen. Dan kedepan prajurit di pulau Nipah tidak lagi cemas mencari air tawar, karena mereka bisa mengambil dengan menggunakan kapal patroli tersebut," katanya lagi.

Selain Panglima TNI, hadir juga Gubernur Kepri HM Sani, Kapolda Kepri Brigjen Endjang Sudrajat, Pangdam Satu Bukit Barisan, Mayjen B Siagian, Panglima Armabar Laksamana Muda Arif Rudianto, Danrem 033/WP Kepri.

  Batamtoday | Tribunnews  

Setelah Mengikuti Ekspedisi NKRI

Para mahasiswa peserta Ekspedisi NKRI (berkaus oranye) sedang berpose bersama Pangkostrad Letjen TNI Gatot Nurmantyo (pegang tongkat komando)BATUJAJAR -- Setelah berada di Minahasa, Dedi Purwanto segera menghubungi dosennya untuk mengubah tema skripsi. Ia mengubah objek penelitian dari monyet tak berekor di Pangandaran, Jawa Barat, menjadi tarsius spektrum di Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara.

"Kalau biaya sendiri nggak sanggup saya kalau harus meneliti tarsius di Tangkoko," ujar Dedi.

Mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta ini bisa meneliti tarsius karena ikut Ekspedisi NKRI. Ekspedisi yang digagas TNI ini mengambil sasaran Pulau Sulawesi. Dedi tergabung di Tim Flora Fauna Subkorwil Minahasa, Sulawesi Utara.

"Daripada harus penelitian lagi di Pangandaran, sekalian saja penelitian di sini," ujar Dedi. Dosen Dedi menyetujui perubahan tema yang diajukan Dedi. Usai ekspedisi Dedi harus berkutat dengan skripsinya yang membahas sarang dan habitat tarsius.

Ekspedisi yang berlangsung sejak 7 Maret itu, ditutup Pangkostrad Letjen TNI Gatot Nurmantyo di Pusdikpassus Batujajar, Sabtu (6/7). Gatot mengapresiasi kerja peserta ekspedisi yang mendapatkan hasil penelitian lebih banyak dari ekspedisi-ekspedisi sebelumnya. "Saya bangga dan cinta kalian, tim ekspedisi," ujar Gatot.

Menurut Kepala Bagian Operasional Ekspedisi NKRI Letkol Inf Rafael G Baay, ada sekitar 1.300 peserta yang disebar di sembilan subkoordinatorat wilayah (subkorwil) ekspedisi. Mereka terdiri dari tentara, dan mahasiswa serta beberapa aktivis LSM, organisasi kepemudaan, Menwa, dan PMI. Mereka tergabung di tim penelitian sosial budaya, penelitian flora fauna, penelitian geologi dan potensi bencana, penelitian kehutanan, tim jelajah hutan, tim jelajah rawa, laut, sungai, dan pantai, serta tim komunikasi sosial.

Banyak mahasiswa yang sekaligus melakukan penelitian skripsi selama mengikuti ekspedisi ini. Dian Ayu dari Antropologi UGM juga meneliti untuk materi skripsi, dengan objek penelitian musik bambu.

Yang belum menempuh skripsi pun, ada yang mendapatkan nilai dari kegiatan ekspedisi ini. "Dari Komando Ekpedisi kami mendapat nilai yang langsung diserahkan ke kampus," ujar Marini Walangitan, mahasiswi Konsentrasi Geotermal Jurusan Fisika Universitas Negeri Manado (Unima).

Oleh kampus, nilai itu akan dipakai untuk nilai mata kuliah KKN. "Kalau KKN sebenarnya cuma dua bulan, tapi kami tak masalah meski ekspedisi ini berlangsung empat bulan, karena kami tak perlu mengambil cuti seperti teman-teman mahasiswa lainnya," ujar Andika Mandagi, rekan Marini.

Selain Andika dan Marini, ada Cindy Wuisang, Angel Putong, dan Ryan Rori dari Jurusan Fisika Unima yang ikut ekspedisi ini. Meski tak ada persiapan fisik sebelumnya seperti mahasiswa lain yang sudah bergabung di Jakarta, mereka mengaku siap saja harus naik turun gunung melakukan penelitian geologi.

"Jatuh-bangun sering kami alami, tapi lama-lama kami bisa menyesuaikan," ujar Angel Putong. Cindy Wuisang mencatat pengalaman paling berkesan ketika tim geologi harus membuka jalur baru untuk mendaki Bukit Rindengan di Kanonang, Minahasa.

"Dengan ikut ekpedisi ini, kami tahu potensi alam dan tahu lokasi-lokasi geotermal di Minahasa," ujar Ryan Rori. "Kami juga kenal mahasiswa dari daerah lain dan kenal tentara," ujar Marini.

Perkenalan ini diharap tak hanya bermanfaat untuk saat ini saja, tapi juga untuk di masa depan. Menurut Pangkostrad Letjen TNI Gatot Nurmantyo mereka nanti dimungkinkan akan bertemu lagi ketika masing-masing sudah menjadi pemimpin bangsa.

Peran aktif dari seluruh anggota ekspedisi dinilai Pangkostrad sebagai salah satu sifat patriotik yang perlu terus ditularkan kepada generasi muda lainnya. "Sehingga dapat menciptakan pemimpin yang nasionalis ke depannya," ujar Gatot saat berkunjung ke Subkorwil Minahasa Juni lalu.

Komandan Ekspedisi NKRI, yang juga Komandan Jenderal Kopassus, Mayjen TNI Agus Sutomo, mengatakan mahasiswa dan pemuda dilibatkan dengan tujuan untuk menebalkan rasa cinta Tanah Air. Mereka bisa mengenal Indonesia lebih dalam dan mengetahui banyaknya kearifan lokal.

Mereka juga dikenalkan pengorbanan yang ikhlas mem­bantu rakyat mengatasi kesuli­tan, baik permukiman, kese­hatan, dan pendidikan. Selama empat bulan pelaksanaan ekspedisi, mereka terlibat pula pembangunan jembatan, bedah rumah, penghijauan, dan sebagainya.

Untuk mengikuti ekspedisi ini, Muhammad Nur Al-Afif mengakui harus saling menyesuaikan diri agar bisa bekerja sama dalam tim. "Mahasiswa biasanya suka protes dan menuntut alasan logis jika dilarang, sementara prajurit harus loyal pada perintah," ujar mahasiswa Pertanian Universitas Jenderal Sudirman yang ditunjuk sebagai komandan kelompok tim sosoal budaya Subkorwil Minahasa itu.

Keikutsertaan mahasiswa yang tergabung sejak di Jakarta, dijalani dengan mengikuti seleksi yang dilakukan oleh tenaga ahli. Motivasi keikutsertaan ditanyakan selain program yang akan dilakukan selama ekspedisi sehingga cocok dengan program ekspedisi. Dian bisa melakukan penelitian skripsi karena dia harus menyesuaikan jadwal penelitian yang ditetapkan oleh Komando Ekspedisi.

Sedangkan keikutsertaan Marini dan kawan-kawan dimulai ketika Tim Ekspedisi NKRI Subkorwil Minahasa datang di Unima. Dosen-dosen mereka diminta menjadi tenaga ahli. Mahasiswa pun kemudian ditawari ikut kegiatan ini dengan imbalan akan dihitung sebagai telah mengikuti mata kuliah KKN.

Dari jurusan lain di Unima ada beberapa mahasiswa lagi, seperti Witney yang tergabung di tim sosial budaya, Veronica dan Desy yang tergabung di tim kehutanan, dan Zeth Pandi yang tergabung di tim flora fauna. "Pada awalnya ada lebih dari 60 mahasiswa yang ingin gabung di tim flora fauna. Karena berbagai alasan, seperti izin orang tua, akhirnya hanya satu yang ikut di flora fauna," ujar Dedi Purwanto yang ditunjuk sebagai komandan kelompok Tim Flora Fauna Subkorwil Minahasa.

Pengalaman lain yang didapat mereka? Bisa merasakan naik pesawat hercules yang berisik itu. Marini dan kawan-kawan serta peserta daerah dari subkorwil lainnya berkesempatan menaikinya karena mereka ikut berangkat ke Batujajar Bandung untuk mengikuti acara penutupan.

Mereka juga ikut merasakan makan dengan menu seadanya selama empat bulan ekspedisi. "Pengalaman makan nasi kaleng ala tentara ya di ekspedisi ini. Sekali-sekalinya, dan tak akan mau lagi mencobanya," ujar Cindy yang mengaku kurang sreg dengan rasa nasi kaleng itu.

Kenal tentara juga ada untungnya. Mereka bisa tukar tas carrier. Tentara yang ikut tim jelajah mendapat jatah tas carrier 65 liter yang harganya di atas Rp 1 juta. Sedangkan mahasiswa dapat jatah tas carrier 45 liter yang harganya Rp 500an ribu. "Saya sudah punya carier yang 45 liter, makanya saya tukar dengan yang 65 liter," ujar Ratna, mahasiswa Psikologi Unpad.

  Republika  

Puluhan Bintara Tinggi gelar pertemuan di Markas Indobatt

Puluhan Bintara Tinggi gelar pertemuan di Markas Indobatt - “Saling bertukar pengalaman dan informasi” - 40 Bintara Tinggi baik dari Sektor Barat maupun Sektor Timur yang menjabat sebagai DansimayonSebanyak 40 Bintara Tinggi baik dari Sektor Barat maupun Sektor Timur yang menjabat sebagai Dansimayon (Komandan Seksi Markas Batalyon) di Kontingennya masing-masing menggelar pertemuan di Markas Indobatt (Indonesia Battalion) Konga XXIII-G/UNIFIL, UN Posn 7-1 Desa Adshid al-Qusayr, Lebanon Selatan, Kamis (4/7/2013), dan diterima langsung oleh Komandan Satgas Indobatt, Letkol Inf Lucky Avianto di Meeting Room Mako Indobatt.

Dalam sambutan singkatnya di depan para Dansimayon, Komandan Satgas Indobatt Konga XXIII-G/UNIFIL Letkol Inf Lucky Avianto yang mewakili Prajurit TNI di Lebanon mengucapkan terima kasih karena mendapat kehormatan telah memilih Markas Indobatt sebagai tempat ajang pertemuan seluruh Dansimayon se-UNIFIL. Disamping itu juga menjelaskan tentang keberadaan Indobatt khususnya dalam peran aktifnya di wilayah Selatan Lebanon. “Dari pertemuan ini, para Dansimayon dapat saling bertukar pengalaman dan informasi untuk bersama-sama dicarikan solusinya bersama pula”, harapnya.

Sementara itu, Frederick Ahadzie yang mewakili seluruh Dansimayon mengucapkan terima kasih atas jamuan yang diberikan. Frederick yang sehari-hari menjabat sebagai Force Sergeant UNIFIL ini berharap pertemuan ini dapat saling mengenal dan mengakrabkan kita semua khususnya para Dansimayon, selain itu Frederick juga berharap dari pertemuan ini dapat saling menyamakan persepsi untuk mensukseskan tugas pokok sebagai Peacekeepers.

Acara dilanjutkan dengan menampilkan display persenjataan dan ranpur hasil produksi PT. Pindad-Indonesia. Dengan di pandu oleh Serka Abdul Wafi selaku Dansimayon Indobatt, seluruh undangan mendapat penjelasan tentang spesifikasi dan keunggulan persenjataan serta ranpur yang dimiliki oleh Satgas Indobatt.

Diakhir acara, seluruh undangan juga berkesempatan berfoto bersama yang dilanjutkan dengan penanaman pohon oleh Frederick Ahadzie di halaman Taman Garuda sebagai symbol kebersamaan dan persahabatan. Sebelum berpamitan, Komandan Satgas Indobatt memberikan cinderamata kepada Force Sergeant UNIFIL dan dilanjutkan dengan berkeliling melihat pos-pos milik Indobatt terutama yang berada di Panorama Poin.

Turut hadir dalam acara tersebut, Dansimayon Satgas FHQSU-Naqoura Pelda Heru Agus Prasetyo, Perwakilan Bintara Tinggi dari Kompi Alpha, Kompi Bravo, Kompi Cheta, Kompi Delta dan Kompi Bantuan.

  Lensa Indonesia  

Uji Coba Prototipe FAHSBS Pada Kapal Selam

Rekayasa sistem rancangan sotware dari prototipe FAHSBS ini dapat menentukan, menghitung dan mengukur beberapa parameter hasil pendetekasian terhadap kapal selam sebagai target, yaitu : jarak, kedalaman, baringan atau arah, ambient noise, self noise, seismic dan identifikasi dari target kapal selam atau bukan kapal selam, dan termasuk prototipe FAHSBS ini mampu menampilkan sistem klasifikasi dari kapal selam sebagai target dan termasuk klasifikasi target bawah laut selain kapal selam. Rancangan prototipe FAHSBS yang berfungsi sebagai “mata dan telinga” dengan suatu kemampuan sistem deteksi yang dapat diandalkan.

Dengan sifat sebagai mata dan telinga maka rancangan prototipe FAHSBS cara kerja dan sifatnya juga memiliki “Azas Rahasia”, terutama dalam hal instalasi dan penempatan array hydrophones di bawah laut dari rancangan prototipe FAHSBS, hal ini sama dengan cara kerja atau operasi kapal selam juga memiliki “azas rahasia”, termasuk pada umumnya semua operasi yang dilkasanakan melalui media bawah laut yang memiliki azas kerahasiaan yang tinggi.

Prototipe FAHSBS ini sudah dilaksanakan uji coba secara realtime kemampuan rancangannya di perairan Situbondo Surabaya dengan melibatkan beberapa unsur TNI AL dan didukung para peniliti dari beberapa lembaga riset dan para ahli dari universitas. Kapal selam KRI Nanggala 402 yang digunakan sebagai target artificial berhasil dideteksi dengan menggunakan rancangan prototipe FAHSBS ini, target yang berada pada kedalaman tertentu bergerak melintasi array hydrophones yang ditempatkan di dasar laut oleh tim Paska TNI AL, kemudian pancaran gelombang akustik dari sonar kapal selam berhasil diamati pada layar monitor komputer dan sistem peralatan deteksi dari rancangan prototipe FAHSBS yang berada di KRI Soputan 923.

AU Senegal Inginkan Pesawat PT Dirgantara Indonesia

Dakar : Angkatan Udara Senegal antusias untuk mendapatkan pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia. Bahkan mereka ingin memperoleh pesawat yang didesain khusus untuk kebutuhan Angkatan Bersenjata Senegal.

Harapan itu disampaikan langsung Kepala Staf Angkatan Udara Senegal Jenderal Ousmand Kane saat menerima Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di markasnya di Dakar, Senegal, seperti dilaporkan wartawanMetro TV Suryopratomo, Sabtu (6/7).

Sjafrie datang bersama Duta Besar Andradjati, Dirjen Strategi Pertahanan Mayjen Sonny Prasetyo, dan Direktur Pemasaran PT Dirgantara Indonesia (DI) Budiman Saleh.

Dalam pertemuan yang berlangsung hangat, seluruh staf Angkatan Udara Senegal menanyakan seluruh aspek teknis untuk pesawat CN-235 yang sudah mereka pergunakan maupun pesawat CN-295 yang merupakan produk terbaru PT DI.

Kepada Direktur Pemasaran PT DI ditanyakan berbagai aspek teknis berkaitan dengan kemungkinan menjadikan pesawat CN-235 untuk pasukan penerjun, peningkatan kapasitas daya angkut, hingga persoalan landing gear. Sementara itu, untuk pesawat CN-295 mereka menanyakan berapa lama pembuatan pesawat bisa dilakukan setelah kontrak pembelian ditandatangani.

Sjafrie menawarkan kepada Jenderal Kane untuk merancang spesifikasi pesawat sesuai dengan kebutuhan AU Senegal. "Saya menawarkan kontrak langsung antara negara dan negara. Dengan kontrak langsung, maka kebutuhan spesifikasi pesawat bisa dibicarakan langsung dengan pihak pembuat," kata Sjafrie.

Budiman mengatakan Senegal merupakan pembeli potensial. Namun, karena terbatasnya keuangan mereka, pesawat yang dibutuhkan harus memiliki fungsi yang banyak.

"Sulit bagi satu pesawat untuk menjalankan fungsi bermacam-macam. Sebab, pesawat CN-235 yang dimiliki Senegal sebenarnya ditujukan untuk pesawat VIP. Agak sulit apabila secara bersamaan ingin dipakai sebagai pesawat angkutan personel militer," kata Budiman.

Tetapi Budiman memberikan jalan keluar bagi keinginan Senegal untuk membuat pesawat multi-guna. "Ya kita rancang sejak awal apa yang dibutuhkan, bukan dengan mengubah konfigurasi sesudah pesawat jadi," kata Direktur Pemasaran PT DI.

  Metrotv  

Menimbang diantara 2 Kucing Laut

Impian TNI-AL, Puspenerbal khususnya memiliki helikopter khusus anti kapal selam masih terus bergulir. Kabar baiknya, Kementrian Pertahanan telah mendengar dan meluluskan permintaan tersebut.

Lebih jauh, ARC mendapat info, Kemhan sudah memberikan spesifikasi helikopter yang dibutuhkan kepada 2 pabrikan besar produsen heli anti kapal selam.

Namun dari pihak pabrikan sendiri belum mengajukan penawaran. Kemhan sendiri berharap, kontrak bisa dilaksanakan tahun ini juga, sehingga di tahun 2014 diharapkan sudah ada barangnya.

Berbeda dengan kabar sebelumnya, dipastikan kali ini heli Kaman Super Sea Sprite sudah masuk kotak. Kementrian pertahanan kini melirik heli AKS yang memang terkenal dan mumpuni. Mereka masing-masing adalah AW-159 Wildcat serta AS-565 Panther. Entah kebetulan atau tidak, kedua heli ini memiliki nickname berbau kucing.


Helikopter AW-159 Wildcat sendiri merupakan pengembangan paling mutakhir dari heli Lynx. Heli ini digunakan oleh angkatan bersenjata di berbagai negara, dan sudah battle proven sejak perang Malvinas tahun 1982.

Secara umum, Heli ini mampu dipersenjatai torpedo, rudal Sea Skua, hingga senapan mesin berat. Bahkan dalam berbagai foto terlihat heli ini menggotong rudal Hellfire. Lynx sendiri sudah menjadi idaman pilot Penerbal sejak tahun 90an. Namun minimnya anggaran serta harganya yang konon sangat mahal, membuat Penerbal terpaksa menunda mimpinya dan harus cukup puas dengan Bo-105 serta Nbell-412.


Sementara heli AS-565 Panther merupakan pengembangan dari seri Dauphin yang sangat laris. Di Indonesia sendiri seri Dauphin sudah digunakan oleh polisi udara. Selain itu eratnya hubungan Eurocopter dengan PT. DI bisa menjadi nilai tambah. Heli Panther sendiri juga sudah battle proven saat perang teluk pertama di tahun 1991. Heli ini biasa terlihat membopong rudal AS-15TT, Torpedo atau roket dan senapan mesin.

Secara umum, spesifikasi kedua heli sebenarnya tidak terpaut jauh. Yang mana akan dipilih, kita tentu berharap, juga turut dipasang mission suite yang cocok dan mumpuni. Sehingga, kemampuan TNI-AL dalam peperangan anti kapal selam semakin meningkat. Oya, ssttt.. kabarnya salah satu peserta mulai bergerak mundur lantaran spesifikasi yang diberikan terlalu menjurus.

  ● ARC  

Transformasi Peran Angkatan Darat Dalam Menghadapi Perubahan

Oleh : Brigjen TNI Bambang Hartawan, M.Sc

Berangkat dari sejarah, ide sering berperan sebagai kekuatan pendorong di belakang suatu transformasi institusi. Demikian juga dengan transformasi Angkatan Darat. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat harus berubah menjadi modern karena fungsi outward-looking menuntut kapasitas ini. Disamping itu, untuk mendukung perwujudan profesionalisme prajurit Angkatan Darat, sebagai konsekuensi logis alat pertahanan negara di darat, Angkatan darat dituntut untuk selalu siap menghadapi tantangan tugas yang akan datang.

Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari juridiksi profesional militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Konsekuensinya, penataan terhadap sistem pendidikan, latihan, materiil, doktrin, pokok-pokok organisasi dan prosedur, teritorial, kepemimpinan, personel, pengelolaan anggaran, persenjataan dan bahkan kebijakan Angkatan Darat perlu dilakukan oleh generasi mendatang.

Penataan merupakan salah satu hal mendasar yang harus dilakukan dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan perubahan zaman. Penataan yang terarah dan berkesinambungan merupakan upaya kolektif dalam penyiapan dini perwujudan kekuatan Angkatan Darat yang handal agar selalu siap dalam merespon dan menyikapi berbagai bentuk ancaman yang semakin kompleks dan cepat berubah. Untuk itu TNI Angkatan Darat harus mampu melaksanakan transformasi perannya dalam menghadapi berbagai perubahan.

Latar belakang.

Saat ini sifat ancaman tidak lagi didominasi oleh ancaman militer tetapi juga oleh ancaman nonmiliter atau ancaman nontradisional. Dilihat dari sumber ancaman, semakin besar keterkaitan antara eksternal dan internal. Dimensi ancaman mudah berkembang dari satu dimensi ke dimensi lain, termasuk dimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, informasi dan teknologi, serta keamanan. Spektrum ancaman dapat berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke nasional, demikian juga perkembangan eskalasi keadaan dari tertib hingga darurat, dan sebaliknya tidak mudah untuk diprediksi.

Mengingat kompleksitas ancaman yang dihadapi, semua komponen pertahanan negara dan unsur-unsur diluar bidang pertahanan dituntut untuk saling mendukung dan bersinergi satu dengan yang lain, dengan senantiasa mengindahkan tataran dan lingkup kewenangan yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diantara ancaman aktual yang menuntut sinergitas yang tinggi dalam penanganannya dan harus mendapat perhatian yang serius pada saat ini dan kedepan, adalah ancaman terhadap konflik di wilayah perbatasan dan keamanan pulau-pulau kecil terluar, ancaman separatisme, terorisme, bencana alam, konflik horizontal, radikalisme, kelangkaan energi dan berbagai kegiatan ilegal baik di darat maupun di laut yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.

Kesiapan pertahanan negara dalam menghadapi ancaman potensial seperti pencemaran lingkungan, pandemik, cyber crime, pemanasan global, krisis finansial, agresi militer, serta berbagai kemungkinan ancaman yang muncul di sepanjang alur laut kepulauan Indonesia tetap menjadi perhatian pembangunan pertahanan negara dalam jangka pendek, sedang maupun panjang. Ancaman aktual ataupun ancaman potensial yang sifatnya militer akan berpengaruh langsung terhadap pertahanan negara, sedangkan ancaman yang bersifat nonmiliter secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pertahanan negara.

Mengingat kebijakan keamanan nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan lingkungan operasional, maka Angkatan Darat pun perlu meningkatkan kemampuan beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang berbeda, memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level yang berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda pula.

Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004, tentang Tentara Nasional Indonesia, menegaskan tugas pokok TNI dalam operasi militer untuk perang adalah menghadapi agresi musuh dari luar negeri. Sedangkan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang antara lain : (1) mengatasi gerakan separatis bersenjata, (2) mengatasi pemberontakan bersenjata, (3) mengatasi aksi terorisme, (4) mengamankan wilayah perbatasan, (5) mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis, (6) melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri, (7) mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, (8) memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta, (9) membantu tugas pemerintah di daerah, (10) membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur undang-undang. (11) membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia, (12) membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan, (13) membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue), serta (14) membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

Dengan demikian Angkatan Darat perlu mengantisipasi meluasnya tugas-tugas tersebut serta perlu membuka diri terhadap kemungkinan bertambahnya tugas-tugas yang saat ini belum tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004, dan tugas lain yang berada diluar jurisdiksi profesionalisme militer tradisional.

Mengapa Angkatan Darat perlu melakukan transformasi.

Sekalipun masa depan akan membawa serta perubahan pada dimensi ancaman dan karakteristik lingkungan operasional, beberapa kecenderungan dalam konflik akan bersifat konstan. Fenomena ini menunjukkan bahwa konflik cenderung membawa serta dinamika dan interaksi yang kemudian memberikannya “ruang” untuk terus berlanjut dan bahkan bergulir lebih jauh dari tujuan awal para pihak yang berhadapan. Asumsi tersebut membuahkan konsekuensi tersendiri bagi Angkatan Darat. Kemampuan Angkatan Darat perlu dibangun berdasarkan pertimbangan kebutuhan satuan sendiri, lawan, penduduk, dan variable lain. Selain itu, Angkatan Darat berpotensi dihadapkan pada operasi yang relatif berkelanjutan, sehingga dituntut memiliki “adaptabilitas operasional”.

Proses ini dihadapkan dengan ketiga parameter strategi pertahanan nasional, yaitu menjawab shape, respond dan prepare for tomorrow. Pertanyaan pertama dan kedua mungkin mudah, akan tetapi menjawab pertanyaan ketiga inilah yang memerlukan dukungan dan fokus kepada transformasi rencana pertahanan nasional. Beberapa negara Asia (Thailand, Korea Selatan, Filipina), Amerika latin dan Afrika menganggap transformasi yang dilakukan TNI akan sama halnya dengan apa yang telah mereka lakukan yaitu suatu upaya yang lebih profesional dengan cara memanfaatkan akuisisi teknologi sebagai langkah awal transformasi. Langkah awal ini tentunya akan diikuti dengan modernisasi perangkat lunaknya seperti doktrin, taktik, organisasi dan infrastrukturnya. Upaya-upaya ini diliput dalam kegiatan yang mereka kenal dengan definisi revolusi urusan militer atau RMA (Revolution in Military Affairs), inilah mungkin yang perlu dicermati dan diharapkan.

Mencermati fenomena tersebut tentu saja keberadaan Angkatan Darat tidak serta merta mengikuti berbagai pengembangan model RMA yang dilakukan di belahan lain dunia. TNI Angkatan Darat lebih mengedepankan pada perwujudan SDM berkualitas, seperti yang saat ini sedang berjalan yaitu proses kaji ulang pembinaan personel dan perlunya proses kaji ulang kesinambungan pola pembinaan pendidikan dengan pola pembinaan latihan yang mensinergikan kecabangan-kecabangan yang ada di Angkatan Darat. Kekuatan utama Angkatan Darat terletak pada profesionalitas, soliditas dan kualitas prajurit Angkatan Darat serta kedekatannya dengan rakyat, sehingga peran sumber daya manusia dalam pembinaan Angkatan Darat bersifat mutlak, karena bagaimanapun keberhasilan atau kegagalan pembinaan kekuatan dan kemampuan Angkatan Darat diantaranya sangat ditentukan oleh kualitas personelnya.

Konsep transformasi bagi Angkatan Darat bukanlah suatu yang baru. Konsep tersebut populer dikarenakan negara-negara besar beranggapan tuntutan revolusi urusan militer dan dukungan terhadap revolusi urusan bisnis (termasuk revolusi urusan industri pertahanan), akan berhasil mencapai sasaran bila mampu mentransformasikan rencana pertahanan dan proses alokasi sumber daya pertahanan nasional secara tepat, cepat, efektif dan efisien.

Desain transformasi Angkatan Darat.


Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah membawa berbagai perubahan perkembangan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Pada aspek realitas, hakekat ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak pernah tunggal melainkan jamak dan bersifat multidimensional serta sulit diprediksi, sehingga penanganannyapun harus mencerminkan interoperabilitas yang tinggi. Respon berbagai negara di dunia menyikapi perubahan karateristik bentuk ancaman di abad ke-21, adalah dengan mengembangkan RMA (Revolution in Military Affairs) dalam rangka penyesuaian terhadap perubahan pola peperangan modern (modern warfare) yang sekaligus merubah karakteristik perang dimasa kini dan mendatang. Walaupun perang bukan pilihan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan antar negara, namun pembangunan kekuatan militer di dunia tetap menonjol mengingat kekuatan militer merupakan bagian dari alat diplomasi.

Format modern dalam pembahasan ini lebih pada pengembangan strategi, taktik dan teknik bertempur kedepan serta meninggalkan kebiasaan lama dan tidak lagi membenarkan kebiasaan yang berorientasi pada pola peperangan lama yang sudah ditinggalkan oleh negara-negara maju di dunia. Mindset kedepan adalah membiasakan penggunaan strategi, taktik dan teknik yang benar dan sesuai dengan fenomena kekinian dan sensitifitas lainnya yang perlu ditinggalkan seperti adanya pemikiran yang masih bersifat linier dan regular. Pemikiran kedepan harus tidak terbelenggu dengan pola peperangan masa lalu dan tidak ragu untuk melakukan perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terus berkembang.

Sasaran Transformasi.

Pada masa lalu, hubungan elit sipil-militer di negeri ini diselesaikan dengan menegasikan dikotomi sipil-militer. Apakah dengan menegasikan isu ini, akan menyelesaikan masalah? Dua kubu yang berbeda peran, strategi dan perilakunya tersebut hampir dipastikan akan tetap menjadi isu utama bila tidak ada upaya untuk saling bersinergi satu dengan lainnya. Masalah berikutnya yang juga cukup krusial adalah trauma yang dialami publik tentang masa lalu TNI. Untuk itu perlu adanya upaya yang dapat menjadi solusi bagi isu-isu tersebut di atas yang salah satunya harus dilakukan melalui transformasi peran di lingkungan TNI khususnya TNI AD.

Disamping itu, sasaran berikutnya adalah agar terwujud sinergitas, adaptabilitas dan interoperabilitas dari TNI Angkatan Darat dalam melaksanakan misinya baik dalam rangka operasi militer untuk perang (OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP) bersama-sama dengan unsur-unsur TNI dan militer lainnya, masyarakat sipil (politisi, ekonom, sosiawan, budayawan), tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, Polri, unsur pemerintah pusat dan daerah serta komponen-komponen bangsa lainnya termasuk juga dengan negara-negara sahabat.

Konsep transformasi.

Konsep transformasi, pada dasarnya tidak cukup dengan sekedar menata ulang administrasi dan menata koordinasi, tetapi lebih kepada konsep kuncinya, yaitu menata organisasi yang berorientasi serta fokus kepada “perubahan operasional”. Begitu luar biasanya proses transformasi jika dikembangkan dengan mencermati dan memerhatikan komponen-komponennya, terutama komponen “input dan output”.

Ada tiga komponen “input”, yaitu komponen transformasi teknologi dan persenjataan, komponen transformasi struktur kekuatan, dan komponen transformasi operasi penggunaan kekuatan. Komponen transformasi teknologi dan persenjataan dapat dibagi-bagi dalam sistem informasi dan pemetaan posisi geografi, teknologi dan subkomponennya, platform baru alat utama persenjataan (Alutsista) dan “munisi pintar” (smart ammunitions). Komponen transformasi struktur kekuatan dapat dibagi dalam susunan kekuatan tempur dan organisasinya, dukungan logistik dan mobilitasnya, struktur komando dan C4ISR, sistem pangkalan dan kehadiran kekuatannya di tempat yang jauh dari dukungan pangkalannya. Komponen transformasi operasi penggunaan kekuatan terbagi dalam jejaring antar kekuatan, doktrin operasi gabungan, doktrin Angkatan masing-masing, rencana kampanye dan wilayah atau mandalanya.

Sebagai “output”nya ada beberapa bagian seperti perbaikan distribusi penembakan, kapasitas manuvernya, mempertahankan hidup termasuk logistiknya, kapasitas untuk lebih baik dalam melaksanakan misi dan operasinya serta kapasitas untuk mendukung spektrum operasi yang lebih luas baik yang bersifat strategis maupun kontinjensi.

Kapasitas TNI untuk segera beradaptasi dengan perubahan strategis dan misinya, melalui doktrin operasi gabungan dalam konsep operasi baru guna membangun dan menggunakan kekuatan transformasi yang berasumsi dalam jangka panjang, akan menghadapi ancaman baik simetrik maupun asimetrik dengan derajat peluang “cukup besar”. Untuk itu diperlukan konsep operasi yang dapat menjawab tantangan tersebut yaitu, Pertama, konsep operasi untuk membangun kekuatan transformasi antara lain, Satuan Kekuatan Gabungan untuk melaksanakan aksi balas segera pada awal-awal pertempuran, jaminan sistem informasi dan jejaring kerjanya, penyesuaian ulang kehadirannya di tempat yang jauh (far ground-sea presence) dan mobilitas yang lebih baik bila sewaktu-waktu terjadi pergeseran kekuatan baik yang sudah diproyeksikan maupun belum. Kedua, konsep operasi untuk penggunaan kekuatan transformasi antara lain operasi atau peperangan anti-litoral dalam rangka proyeksi kekuatan ke darat, berikutnya sasaran stand-off dan masuk dengan paksaan dalam rangka anti akses atau menolak ancaman, jaminan pukulan taktis jauh kedalam dari suatu sasaran dalam rangka penggunaan kekuatan secara efektif dengan kekuatan udara gabungan, operasi tempur yang mematikan dan manuver jauh kedalam bagi aset kekuatan daratnya. Operasi yang sangat terencana dan jaminan kelangsungan operasi tersebut hendaknya mampu berlangsung dalam jangka panjang.

Selanjutnya membangun kurikulum operasi gabungan, dimulai dari operasi gabungan urusan sipil (joint civil affairs operation), operasi gabungan sipil-militer (joint civil-military operation) dan operasi gabungan militer (joint military operation), yang dapat diikuti elit sipil di semua tingkatan termasuk salah satunya dibidang pendidikan (antara lain memberikan kesempatan kepada generasi muda kandidat elit politik, eksekutif maupun yudikatif untuk dapat mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan tertinggi Angkatan, TNI maupun Nasional). Kalau di negara lain kebijakan pendidikan seperti ini sangat efektif, kenapa tidak dicoba di negeri ini? Sekurang-kurangnya membangun format “knowledge-based” antara elit sipil dan militer tentang kepentingan nasional, strategi nasional, strategi keamanan nasional, substrategi DIME (Diplomasi, Informasional, Militer dan Ekonomi nasional), serta turunannya seperti kebijakan nasional dan program-program nasionalnya. Pembinaan dan pendidikan latihan “gabungan” dengan pihak/organisasi sipil dan pembinaan “think-tank” yang profesional dimaksudkan agar generasi muda sipil yang akan datang lebih mengerti fenomena yang terjadi dalam tubuh TNI, demikian juga sebaliknya.

Konsep OBE (Operasi Berbasiskan Efek) yang melibatkan badan di luar TNI, termasuk NGO/LSM. Konsep ini lebih banyak pada konsep operasi militer atau perencanaan pembangunan kekuatan TNI dengan memperbanyak membangun “think-tank” resmi yang didalamnya terdiri dari pakar-pakar sipil, militer aktif dan purnawirawan TNI untuk membangun proses transformasi TNI kedepan. Pembinaan “think-tank” akan lebih memberikan pandangan akademik dan ilmiah, konstruktif terhadap semua perangkat lunak organisasi, doktrin, sistem informasi dan lain-lainnya. Konsep seperti ini akan mendemonstrasikan gabungan antara kearifan intelektual, profesional, kepemimpinan dan pengalaman komandan di lapangan guna membangun suatu infrastruktur berikut perangkatnya menjadi lebih kokoh. Konsep yang ditawarkan di atas tadi, diharapkan dapat mengurangi bahkan mengeliminir sisa-sisa trauma publik yang ada.

Transformasi peran institusi Angkatan Darat dalam menghadapi perubahan.

Transformasi peran institusi Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan perlu didukung oleh berbagai pihak. Transformasi ini membutuhkan waktu dan komitmen bersama secara nasional untuk peran yang seharusnya dijalankan. Hubungan antara pemerintah, politisi sipil, masyarakat luas, serta pimpinan dan seluruh unsur TNI akan sangat menentukan bagi keberlangsungan transformasi peran institusi TNI khususnya Angkatan Darat kearah pencapaian tujuan sesuai dengan yang dikehendaki bersama. Angkatan Darat sebagai subsistem dalam sistem nasional Indonesia akan sangat terikat dengan pembagian tugas, struktur hirarkhis, aturan-aturan tingkah laku yang formal dan sasaran-sasaran masyarakat atau pola-pola hubungan antara struktur sosial dengan sistem-sistem normatif yang berkaitan dengan struktur sosial, dimana semua itu merupakan konsekuensi bagi perwujudan negara demokratis.

Bahwa ada purnawirawan TNI yang kembali aktif kekancah politik, mestinya itu dianggap sah-sah saja, serta merupakan sesuatu yang alami dalam pertumbuhan demokrasi. Berlebihan barangkali jika mencurigai TNI menciptakan strategi untuk kembali kefungsi gandanya. Akan lebih penting bagi TNI untuk lebih memfokuskan diri bagaimana membangun dan menggunakan kekuatannya terhadap ancaman yang lebih rasional, yaitu ancaman asimetrik serta mempertajam operasi gabungan selain perang maupun operasi gabungan sipil-militer. Hal itu berbasiskan pada rancang bangun strategi pertahanan nasional sebagai arahan untuk membangun (Strategic’s Guidance Planning) dengan substrategi militer nasional tentang kearah mana TNI akan dimodernisasi agar siap sewaktu-waktu jika digunakan. Rancang bangun strategis yang tercipta tersebut setidak-tidaknya akan mampu mengarahkan transformasi TNI termasuk TNI Angkatan Darat.

Transformasi peran institusi Angkatan Darat masih memerlukan berbagai evaluasi sampai dengan diperoleh format baru sesuai perubahan yang dikehendaki. Kemampuan institusi Angkatan Darat dalam memodifikasi pola hubungan baik dengan elit politik sipil maupun masyarakat secara umum menunjukkan adanya proses adaptasi institusi sesuai dengan perubahan peran yang dikehendaki. Namun demikian, sebagai suatu proses yang masih terus berlangsung, perlu mendapatkan dukungan khususnya adanya regulasi yang mampu mengatur secara jelas dan tegas tentang peran institusi TNI. Pada akhirnya, sinergi positif antara pemerintah, politisi sipil, masyarakat luas, serta pimpinan dan seluruh unsur TNI akan sangat mendukung bagi tercapainya tujuan dalam mewujudkan visi TNI sebagai tentara profesional dan modern, memiliki kemampuan yang tangguh untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjaga keselamatan bangsa dan negara serta kelangsungan pembangunan nasional.

Kesimpulan.

Kedepan Angkatan Darat akan dihadapkan pada dimensi penugasan yang jauh lebih luas dari jurisdiksi profesionalisme militer tradisionalnya. Fenomena ini menjadi tantangan bagi Angkatan Darat untuk terus membangun kemampuannya, baik untuk menghadapi tugas-tugas operasi militer untuk perang maupun operasi militer selain perang. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah membawa berbagai perubahan perkembangan lingkungan strategis yang semakin dinamis.

Pada kenyataannya, hakekat ancaman militer kedepan akan semakin kompleks, tidak lagi bersifat tunggal melainkan jamak dan multidimensional serta sulit diprediksi, sehingga penanganannyapun harus mencerminkan interoperabilitas yang tinggi. Dimensi ancaman mudah berkembang dari satu dimensi kedimensi lain, termasuk dimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, informasi dan teknologi, serta keamanan. Spektrum ancaman dapat berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke nasional, demikian juga perkembangan eskalasi keadaan dari tertib hingga darurat dan sebaliknya serta tidak mudah untuk diprediksi. Penataan yang terarah dan berkesinambungan merupakan upaya kolektif dalam penyiapan dini kekuatan Angkatan Darat yang handal untuk selalu siap dalam merespon dan menyikapi berbagai bentuk ancaman yang semakin kompleks dan cepat berubah.

Mengingat kebijakan keamanan nasional akan senantiasa berubah sebagai respon terhadap perubahan lingkungan operasional, Angkatan Darat pun perlu meningkatkan kemampuan beradaptasinya, baik untuk menghadapi bentuk ancaman yang berbeda, memenuhi tuntutan pelibatan satuan dengan besaran dan level yang berbeda, maupun beroperasi bersama dengan institusi yang berbeda pula. Untuk itu TNI dalam hal ini Angkatan Darat harus mampu melaksanakan transformasi perannya dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut agar dapat mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas pokoknya.

  ● TNI AD  

Jumat, 05 Juli 2013

TNI AL Menuju Tataran "World Class Navy"

KCR40 TNI AL (Palindo)
Jakarta - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) berhasil masuk ke dalam tataran World Class Navy. Untuk menjadi World Class Navy, TNI AL konsisten melaksanakan inward looking dan outward looking.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama Untung Suropati pada acara Olahraga Bersama Wartawan di Markas Besar Angkatan Laut (Mabesal), Cilangkap, Jumat (5/7) di Jakarta.

Menurut Untung, inward looking merupakan peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan umum dan militer di dalam dan luar negeri serta penugasan melalui tour of duty. Selain itu, melaksanakan pembangunan kekuatan berbasis kemampuan (capability based) yang mampu menangkal dan menindak setiap ancaman militer dari luar maupun dari dalam negeri.

Untung Suropati menjelaskan, 2013 merupakan tahun keempat dari rencana strategis TNI AL periode 2010-2014. Dalam kurun waktu tersebut, TNI AL berhasil laksanakan pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) baru dalam berbagai jenis produksi. Baik itu produksi dalam dan luar negeri yang telah diselesaikan secara bertahap.

Di antaranya 39 kapal perang seperti 2 kapal selam, 2 kapal perusak kawal rudal (PKR), 16 kapal cepat rudal (KCR), dan 8 kapal patroli cepat (PC).

Panser BTR80A Marinir (Kaskus)
Untuk pengadaan kendaraan tempur (Ranpur) Marinir sebanyak 84 unit terdiri dari 49 tank BMF-3F, 14 pansam BTR-80A, 5 BVP-2, dan 16 RM-70 kaliber 122mm serta sejumlah persenjataan lainnya.

Dijelaskan, upaya TNI AL mendukung pemerintah memberdayakan industri dalam negeri, pembangunan alutsista baik LST, KCR, dan patroli cepat dilaksanakan di Lampung, Batam, Jakarta, Surabaya dan Banyuwangi.

“Pada masa mendatang akan dibangun kapal selam di dalam negeri sebagai bentuk komitmen untuk mendukung terwujudnya kemandirian nasional dalam upaya pemenuhan alutsista pertahanan,” kata Untung.

Ditambahkan, pembangunan alutsista TNI AL yang sedang dilaksanakan berkaitan erat antara strategic objective, defence capabilities dan anggaran pertahanan. Proyeksi penggunaan kekuatan TNI AL berdasarkan perkiraan strategis lima tahun kedepan meliputimasalah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, separatisme, terorisme, bencana alam, beragam kegiatan ilegal dan keamanan maritim.

Dari sisi outward looking, berkaitan dengan analisis mendalam terhadap perkembangan lingkungan strategis, khususnya di kawasan Asia Pasifik dan langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi setiap bentuk ancaman faktual maupun potensial yang diakibatkannya.

   Berita Satu  

KRI Hiu–804 dan KRI Layang–805 masuk ke dalam jajaran Satkat Koarmatim

ARMATIM - Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Agung Pramono, S.H., M.Hum, memimpin upacara peresmian alih bina KRI Hiu-804 dan KRI Layang-805 di Dermaga Madura Koarmatim Ujung Surabaya, Kamis (04/7).

Berdasarkan keputusan Kasal nomor Kep/513/IV/2013 tanggal 24 April 2013 tentang pengalihan fungsi pembinaan dan pengalihan nomor lambung KRI Hiu-804 dan KRI Layang-805 dari Satuan Kapal Patroli Koarmatim ke satuan kapal cepat Koarmatim, maka dilaksanakan upacara peresmian alih bina yang menandai bahwa mulai saat ini secara resmi KRI Hiu-804 dan KRI Layang-805 telah masuk ke dalam jajaran Satkat Koarmatim dengan nomor lambung KRI Hiu-634 dan KRI Layang-635.

Dalam amanatnya Pangarmatim mengatakan adanya proses alih bina beberapa unsur ini, diharapkan akan memperkuat jajaran Koarmatim sebagai Kotama pembinaan dalam rangka penegakkan kedaulatan dan pengendalian perairan yurisdiksi nasional di kawasan timur Indonesia.

Pelaksanaan alih bina ini, juga telah menandai terwujudnya kegiatan peningkatan kemampuan sistem senjata sesuai dengan perencanaan menuju MEF, dengan meningkatkan kualitas maupun kuantitas materiil. Dalam hal ini persenjataan yang dimiliki, maka kemampuan suatu unsur menjadi Satu Tingkat di atasnya.

Hal ini tentu saja disesuaikan dengan perkembangan tantangan maupun ancaman yang akan terjadi, kata pangarmatim.

Upacara yang berlangsung dengan suasana hikmat tersebut dihadiri oleh Danguspurlatim Laksamana Pertama TNI Ari Soedewo, S.E., Danguskamlatim Laksamana Pertama TNI Wuspo Lukito, S.E., para Asisten Pangarmatim, Kasatker serta para Komandan unsur KRI.

   TNI 

Kasal Resmikan Pembangunan Submarine Training Center (STC) di Koarmatim

KEPALA Staf Angkatan Laut (Kasal), Laksamana TNI DR. Marsetio, M.M. meresmikan dimulainya pembangunan gedung Submarine Training Center (STC) hari ini, Jum’at (5/7).

Acara peresmian ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Kasal didampingi Pangarmatim Laksamana Muda TNI Agung Pramono, S.H.,M. Hum di area pembangunan gedung STC kompleks Komando dan Latihan Koarmatim, Ujung, Surabaya serta dihadiri pejabat teras TNI AL dan sesepuh brevet hiu kencana.

Gedung STC dibangun sebagai fasilitas simulator untuk mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme ABK kapal selam dihadapkan pada pembangunan kekuatan TNI AL sampai dengan tahun 2024 guna mewujudkan TNI AL yang handal, kuat dan disegani.

Selain itu, STC dapat digunakan untuk pratikum yang relevan bagi ABK kapal selam maupun calon ABK kapal selam tanpa menggunakan jam operasional kapal selam, sehingga kondisi teknis kapal dapat dilaksanakan secara maksimal dan efisien.

Negara-negara di kawasan regional seperti Malaysia, India dan Australia telah membangun sistem pelatihan awak kapal selam seiring dengan tahap awal pengadaan kapal selamnya. Oleh karena itu, pembangunan STC ini sangat tepat mengingat Indonesia dalam waktu dekat akan melaksanakan pengadaan tiga kapal selam baru.

Saat jumpa pers usai acara peletakan batu pertama, Kasal menyatakan saat ini Indonesia telah melaksanakan kontrak pembuatan tiga kapal selam dengan Korea Selatan dan direncanakan pada akhir tahun 2016 atau awal 2017 ketiga kapal selam tersebut sudah datang di Indonesia.

Untuk pembuatan dua kapal selam dilaksanakan di Korea Selatan, sedangkan untuk pembuatan kapal selam ketiga, Indonesia telah merekrut para teknisi dari PT PAL dalam rangka Transfer of Technology (TOT) di Korea Selatan sehingga kapal ketiga dapat dibangun di PT PAL seperti halnya pembangunan kapal perang jenis Landing Platform Dock (LPD) tahun lalu. Sehingga pada tahun 2017 Indonesia memiliki lima kapal selam termasuk dua kapal selam yang sudah ada yaitu KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402.

Menurut Kasal, dengan pembangunan STC ini TNI AL akan mempunyai personel awak kapal selam yang benar-benar profesional, sehingga apabila ada kapal selam yang sedang beroperasi ataupun sedang perbaikan di pangkalan, para personelnya masih dapat berlatih di STC. Enam fasilitas simulator akan melengkapi STC ini yang pembangunannya dilakukan secara bertahap.

“Dengan demikian apabila TNI Angkatan Laut sewaktu-waktu menghadirkan kekuatan kapal selamnya dimanapun di wilayah NKRI, para personelnya sudah benar-benar siap dan terlatih”, tegas Kasal.

Terkait dengan kekuatan kapal selam yang dimiliki TNI AL, Kasal mengatakan bahwa sesuai dengan pembangunan Minimum Essential Force (MEF) TNI AL, untuk mengamankan wilayah NKRI diperlukan minimal 6 kapal selam dan diharapkan hal ini sudah tercapai pada tahun 2024.

Menurut Kasal, pembangungan MEF ini akan terus di up date setiap tahun sesuai dengan anggaran yang dialokasikan ke TNI.

Fasilitas gedung Submarine Training Center (STC) yang akan dibangun ini terdiri dari enam macam simulator dan dibangun terintegrasi dalam satu lokasi sehingga proses pelatihan menjadi lebih efektif. Keenam fasilitas tersebut yaitu : pertama, Submarine control simulator (SCS) yaitu simulator pelatihan awak kapal selam yang bertugas di ruang kontrol teknis dan digunakan untuk melatih personel dalam olah gerak teknis dan taktis kapal selam.

Kedua, Submarine command and team trainer (SCTT) yaitu sebuah platform yang digunakan sebagai sarana pelatihan tim Pusat Informasi Tempur (PIT) kapal selam dan merupakan sebuah mock-up situasi PIT yang sesungguhnya.

Ketiga, Sonar laboratory (SL) yaitu ruang laboratorium yang memiliki fasilitas simulator sonar yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan operator dalam melaksanakan analisa gelombang akustik.

Keempat, Machinery and propulsion control simulator (MPCS) yaitu fasilitas latihan pengoperasian peralatan utama bagian permesinan dan sistem pendorong bagi awak kapal selam. Kelima, Fire and damage control simulator (FDCS) adalah sarana latihan penanggulangan kedaruratan pada kapal selam yaitu bahaya kebakaran dan kebocoran.

Terakhir yaitu Submarine escape training tank (SETT) yaitu fasilitas yang digunakan sebagai sarana latihan bagi awak kapal selam untuk melaksanakan penyelamatan diri dalam kondisi darurat.

   Jurnas  

Pindad Garap 82 Mobil Tempur Pesanan TNI Senilai Rp 800 Miliar

Jakarta : PT Pindad (Persero) mendapatkan pesanan 82 unit kendaraan tempur (panser) jenis Anoa dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada tahun ini. Untuk memproduksi panser tersebut, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini membutuhkan dana hingga Rp 800 miliar. 

"Pesanan 82 unit panser Anoa itu berasal dari permintaan dalam negeri, khususnya TNI pada 2013," ungkap Direktur Utama Pindad, Adik Avianto Sudarsono saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Jumat (5/7/2013). 

Dia menjelaskan, panser Anoa yang dipesan oleh TNI tidak berbeda jauh dengan oleh permintaan negara lain. Namun pesanan mobil tempur tetap disesuaikan dengan strategi pertempuran yang diterapkan oleh TNI.

"Tapi kalau panser yang dijual untuk negara lain, harus izin dulu dengan Kementerian Pertahanan Indonesia. Karena kami kan tidak tahu apa kepentingan mereka beli panser produk Indonesia, khawatir itu musuh atau justru mau menyerang negara ini," papar Adik. 

Dia mengaku, satu mobil tempur (panser) jenis Anoa dibanderol dengan harga sekitar Rp 8 miliar kepada TNI. Adik menghitung, total kebutuhan dana yang mesti disiapkan perseroan untuk mengerjakan puluhan unit panser hingga Rp 800 miliar. 

"Pesanan ini kan proyek bertahap, tapi kami sudah mulai bekerja lembur mengerjakan produksi panser. Total kontrak dengan TNI untuk produksi 82 unit panser sekitar Rp 600 miliar-Rp 800 miliar dan kami sudah dapatkan komitmen dari tiga bank BUMN (BRI, Mandiri dan BNI)," tukasnya. 

Dalam setahun, Adik mengatakan, pabrik manufaktur milik perseroan yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat tersebut memiliki kapasitas produksi 60 unit-80 unit panser.


   Liputan6  

Laksanakan Operasi Tameng Hiu, KRI Malahayati-362 Sebagai Kapal Markas

ARMATIM - Mengawali pelaksanaan Operasi Tameng Hiu-13 KRI Malahayati-362 melaksanakan loading chaff sebanyak 5 roket di dermaga Arsenal Batuporon Madura, Kamis (4/7).

Selanjutnya KRI Malahayati-362 akan melaksanakan penembakan chaff di laut Jawa selama pelaksanaan lintas laut menuju daerah operasi di perairan Karang Unarang.

Komandan KRI Malahayati, Letkol laut (P) Moch. Irchamni dalam pesannya menyampaikan bahwa penembakan chaffyang dilaksanakan oleh KRI Malahayati-362 merupakan bentuk profesionalisme prajurit Koarmatim, khususnya satuan kapal Eskorta. Hal ini, merupakan bukti bahwa para prajurit selain berhasil menjaga kesiapan material juga selalu siap dalam menghadapi tugas operasi.


Sesuai rencana, KRI Malahayati akan melaksanakan Operasi bersandi Tameng Hiu-13 dan dijadikan sebagai kapal markas di bawah kendali Komandan Gugus Tempur Laut Armatim selama 2 (dua) bulan. Puasa dan Lebaran bukan menjadi penghalang bagi seluruh prajurit KRI Malahayati-362 untuk melaksanakan tugas mulia, menjadi garda bangsa di daerah perbatasan.

   TNI