Sabtu, 19 April 2014

★ Bakorkamla Tambah Enam Armada Kapal Patroli

Pengadaan enam armada kapal patroli buatan dalam negeri itu dijadwalkan selesai tahun depan Surabaya Badan Koordinasi Keamanan Laut berencana menambah enam armada kapal patroli cepat untuk mendukung tugas operasional pengamanan perairan di beberapa wilayah di Indonesia.

Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksamana Muda TNI D Albert Mamahit kepada wartawan di Surabaya, Selasa, mengatakan pengadaan enam armada kapal patroli buatan dalam negeri itu dijadwalkan selesai tahun depan.

"Saat ini Bakorkamla baru memiliki tiga armada kapal patroli, sehingga ke depan akan ada sembilan kapal patroli yang siap dioperasionalkan," katanya usai membuka kegiatan "Penyegaran Komandan/Nahkoda Kapal Patroli dan Pengawak Satgas Operasi Bersama".

Mamahit menjelaskan enam kapal patroli baru tersebut, masing-masing berukuran 40 meter sebanyak tiga unit dan 80 meter juga tiga unit.

"Kapal ukuran 80 meter itu diproyeksikan untuk kegiatan patroli hingga wilayah terjauh sampai batas ZEE (zona ekonomi eksklusif)," tambahnya tanpa menyebut jumlah anggaran untuk pengadaan kapal tersebut.

Sedangkan tiga kapal patroli yang kini dimiliki Bakorkamla adalah Kapal Motor Bintang Laut, KM Singa Laut dan KM Kuda Laut.

Mamahit mengakui sarana dan prasarana menjadi salah satu kendala untuk mendukung kegiatan operasional pengamanan wilayah perairan Indonesia yang sangat luas.

Namun, pihaknya fokus pada 15 titik strategis yang dianggap rawan terhadap munculnya tindak pelanggaran, terutama di wilayah perbatasan dengan negara tetangga.

  ★ Antara  

★ Terbang Perdana NC-212-400 Buatan PT.DI

Produksi C-212-400 memang telah dialihkan ke Bandung Bandung Tanpa banyak publikasi, PT. Dirgantara Indonesia ternyata telah mencetak lagi sebuah prestasi. Pabrik pesawat asal kota Bandung ini ternyata menyelesaikan sebuah pesawat NC-212-400, pesanan pemerintah Thailand. Pesawat yang masih bercat dasar ini kini tengah menjalani uji terbang.

Terbang perdana pesawat jenis angkut ringan ini berlangsung pada pertengahan april lalu. Bertugas sebagai pilot uji adalah crew Airbus Military yang sebelumnya membawa C295 ferry flight dari Madrid. Mereka yaitu Pilot Capt. Alejandro Grande dan Capt.Rafaelde Diego Coppen, serta Flight Test Engineer Eduardo Mayo Avila. Pesawat Take off pada pukul 10:05 dan kemudian mendarat dengan selamat pada pukul 13:05 wib. Selama 3 jam pesawat dibawa terbang ke Pelabuhan Ratu serta area Bandung sekitarnya.

PT DI sendiri secara resmi sekarang hanya punya 1 pilot tes karyawan tetap yaitu Esther Gayatri Saleh. Pilot uji perempuan ini tidak ikut karena belum punya lisensi C212-400. Namun saat ini Esther dan FTE PT DI sedang menjalani pelatihan di Bandung oleh instruktur Airbus Military untuk mendapatkan lisensi. Untuk penerbangan selanjutnya, dan setelah pemasangan lavatory, sistem avionik baru serta optional lain desain PT DI, uji terbang akan dilakukan oleh pilot & FTE PT DI.

NC212-400 dapat dijadikan pilot project untuk program N219 karena konfigurasinya hampir sama. Perbedaan terdapat hanya pada ramp door, flaperon, horizontal fin lebih tinggi, pilot door seperti Cessna Grand Caravan & sistem avionik terbaru atau mungkin powerful engine. Produksi C-212-400 sendiri kini memang telah dialihkan ke Bandung, sementara Airbus sendiri lebih berkonsentrasi pada produksi pesawat yang lebih besar.


  ★ ARC  

TNI Rencanakan Bentuk Yonif 0612/Modang di Kubar

Pembentukan ini mencermati pula berbagai isu ancaman yang dihadapi Kodam VI/Mulawarman Kubar TNI melalui Kodam VI/Mulawarman berencana mendirikan markas batalyon Infanteri (Yonif) 612/Modang serta dua kompi senapan di wilayah Kubar.

Wilayah Kubar yang akan diusulkan pendiriannya yaitu wilayah kecamatan Mook Manaar Bulatn, Bongan dan Bentian Besar.

Rencana Pembentukan Yonif 612/Modang ini dipaparkan Komandan Kodim 0912 Kubar Letkol Deni Rejeki dalam pertemuan dengan pemkab Kubar yang diwakili Sekretaris Kabupaten Kubar Aminuddin, di ruang diklat lantai 3 kantor bupati Kubar, Rabu (19/3).

Hadir, Asisten I Pemerintahan, Hukum dan Humas sekaligus moderator Edyanto Arkan, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kubar Finse Allotodang, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kubar Achmad Sofyan, para Camat wilayah terkait, serta perwakilan Badan Pertanahan Nasional Kubar.

Deni Rejeki mengatakan, pembentukan Yonif 0612/Modang merupakan salah satu respon dari berbagai isu kedaualatan negara yang berada di wilayah perbatasan. “Misalnya wilayah Long Apari dahulu masih wilayah Kubar yang berbatasan langsung dengan Malaysia dianggap memiliki kerawanan kedaulatan, meski sekarang telah menjadi bagian Mahakam Hulu.

Pembentukan ini mencermati pula berbagai isu ancaman yang dihadapi Kodam VI/Mulawarman dan perkembangan sosial masyarakat Kubar, sekaligus mewujudkan postur TNI angkatan Darat yang profesional, efektif, efisien, modern dan berwawasan kebangsaan,” tuturnya.

Deni menyebutkan, berdasarkan kajian yang telah dilakukan TNI sebelumnya, markas komando Yonif 612/Modang terdiri dari Koyon, Kima dan Kibant, dan dua kompi senapan dengan total 601 personil.

Dengan sarana yang akan dibangun yaitu perkantoran, perbekalan kesehatan, pemeliharaan, perumahan, ibadah, olahraga lapangan tembak, dan halang rintang. “Kajian kami wilayah yang paling strategis adalah kecamatan Mook Manaar Bulatn sebagai markas komando Yonif 612/Modang,” jelasnya.

Sedangkan kompi senapan yang akan didirikan, menurut Deni, yaitu kompi senapan C, yang menurut kajian diusulkan dibangun di kecamatan Bentian Besar, serta kompi senapan D akan dibentuk di kecamatan Bongan. “Masing-masing jumlah personil yang akan ditempatkan pada kedua kompi senapan sebanyak 146 orang,” terangnya. Adapun sarana yang dibangun nantinya yaitu perumahan, perkantoran, kesehatan perbekalan, ibadah dan olahraga.

Deni berharap kehadiran Yonif 0612/Modang, dapat memberi manfaat bagi Kubar yaitu dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat, serta pemerataan penyebaran penduduk.

“Selain itu menambah jumlah personil karena wilayah Kubar yang cukup luas, sedangkan pasukan saat ini yang terbatas, dan wilayah kubar merupakan bagian NKRI yang patut dijaga kedaulatan dan keutuhannya dari ancaman sengketa perbatasan, kejahatan transnasional perebutan sumber daya alam, konflik komunal berbasis sara, aksi terorisme dan separatisme serta bencana alam,” ujarnya.

Sekretaris kabupaten Kubar Aminuddin mendukung pembentukan markas TNI tersebut. Dirinya mengakui dengan keberadaan Yonif 612/Modan di Kubar akan menambah mobilitas ekonomi warga setempat. Menurutnya, untuk menindaklanjuti usulan pembentukan Yonif 0612/Modang, selanjutnya pemkab Kubar dan TNI akan membentuk tim terpadu untuk membahas pembentukan Yonif 612/Modang sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku.

“Dalam pembentukan ini harus sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku, misalnya apakah lahan yang diajukan tidak masuk dalam lokasi Kawasan Budidaya Kehutanan, legalitas kepemilikan lahan dan sebagainya. Untuk memastikan hal ini, selanjutnya akan dibentuk tim dalam rangka pembentukan terdiri dari sejumlah pihak terkait mulai dari Pemkab Kubar, TNI, Badan Pertanahan, hingga Camat dimana rencana lokasi berada,” terang Aminuddin.

Sementara itu sejumlah Camat yang hadir mengaku masyarakatnya sanga mendukung keberadaan Yonif 0612/Modang di Kubar. Camat Mook Manaar Bulatn Moses mengatakan, warga bahkan menawarkan lahannya sebagai lokasi. Senada diungkapkan Camat Bongan Andi Parenrengi belum ada hambatan dari warga setempat.

  ★ Humas Kubar  

[World News] Cina Genjot Militerisasi Luar Angkasa

Cina tidak lagi berbasa-basi soal ambisinya merangsek ke luar angkasa. Presiden Xi Jinping mendorong militerisasi antariksa dengan menggabungkan militer dan dinas luar angkasa negeri itu. http://www.dw.de/image/0,,17290261_303,00.jpgCina untuk pertama kalinya mengungkap motif militer di balik program luar angkasanya yang ambisius. Dalam kunjungan ke markas Tentara Pembebasan Rakyat di Beijing, Xi mendesak penggabungan Angkatan Udara dengan dinas luar angkasa, "dan meningkatkan kapasitas serangan dan pertahanan," kata Xi seperti dilansir kantor berita Xinhua.

Harian pemerintah, China Daily, mengutip wakil pemred mingguan "Aerospace Knowledge," Wang Ya'nan, bahwa "Cina harus bereaksi terhadap realita. AS sedang berupaya menggabungkan angkatan udara dan dinas luar angkasa. Negara lain juga sedang bergerak ke arah militerisasi luar angkasa."

"Kendati Cina bersikeras program antariksanya bertujuan damai, kita harus memastikan bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengimbangi operasi luar angkasa oleh negara lain," kata Wang Ya'nan.
Cina vs AS di Antariksa Layaknya Amerika Serikat, militer Cina yakin luar angkasa akan menjadi elemen penting dalam perang di masa depan.

Cina selama ini mengklaim program antariksa-nya bertujuan damai. Namun klaim tersebut dimentahkan usai militer negeri tirai bambu itu menggunakan rudal untuk menghancurkan salah satu satelitnya di orbit bumi. Beijing mengabaikan suara protes dari dunia internasional karena aksi tersebut dinilai bisa membahayakan satelit lain di orbit yang sama.

Tidak lama kemudian Amerika Serikat mendemonstrasikan kemampuan militernya menembak jatuh satelit dari langit. Menurut berbagai sumber, Cina tahun lalu mulai mengujicoba rudal balistik anti satelit.
Anggaran Militerhttp://www.dw.de/image/0,,15747175_401,00.jpgPesawat ulang alik baru AS, X-37B
Soal program antariksa AS tidak tertinggal. Sebaliknya tahun lalu negeri paman sam itu mengujicoba pesawat luar angkasa tak berawak X-37B. Pesawat tersebut terlihat mirip dengan pesawat ulang-alik Space Shuttle yang saat ini sudah dimuseumkan. Sejumlah pakar saat itu kembali mewanti-wanti terhadap perlombaan senjata di luar angkasa.

Celakanya, penempatan senjata konvensional di luar angkasa tidak akan melanggar hukum internasional. Cina dan AS memang menandatangani perjanjian kerjasama luar angkasa 1967. Namun perjanjian tersebut cuma melarang penempatan senjata pemusnah masal di orbit bumi.

Terlebih Beijing baru-baru ini meningkatkan anggaran militernya. Pada Kongres Rakyat, Maret silam, Cina memupuk anggaran pertahanan sebesar 11,2 persen, menjadi sekitar 80,6 miliar Euro atau sekitar 120 triliun Rupiah. Dengan beranggotakan 2,3 juta serdadu, Tentara Pembebasan Rakyat Cina adalah tentara terbesar di dunia.rzn/hp (dpa,rtr,ap)
.

  dw.de  

Blunder Singapura Jilid Dua

Aku rak popo https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjBpc_Yccr6AAlJCHGCQxuk7zGsyDcp_zdk0-yW7vusw13N1ahCRLEkecGORYBAM3fknttz1m7ulM678dlWJoKM8klMfY6cSVtxVLEB6_wZf_JMWaD_FzknaOrXbbvjB33bNuc9wEXiYE/s280/1551209_20140131090012.jpgJakarta Drama jurnalistik berjudul KRI Usman Harun terjadi sepanjang tiga hari menjelang Paskah 18 April 2014. Kali ini lakon utamanya adalah sebuah saluran televisi Channel News Asia Singapura yang menghadirkan pria berbintang empat dan ganteng, orang nomor satu di jajaran militer Indonesia, Jenderal Moeldoko. Panglima militer RI itu tiba-tiba jadi bintang pemberitaan dan “divonis” lewat terjemahan bahasa Inggris yang tak sesuai, bahwa Indonesia meminta maaf atas penamaan KRI Usman Harun kepada Singapura.

Wawancara salah terjemahan yang ditayangkan tanggal 15 April 2014 itu lalu direspons oleh Menhan Singapura Ng Eng Hen dalam hitungan jam. Dia bilang, Singapura menyambut baik permintaan maaf Indonesia dan bersedia memulai kembali kerjasama militer kedua negara. Sambutan positif Singapura itu adalah keterkecohan April Mop dan menjadi blunder lanjutan. Respon cepat ini menunjukkan sikap ketergesaan Menhannya pada sebuah pemberitaan media setempat.

Beberapa waktu lalu Menlu Singapura K. Shanmugam telah membuka front keangkuhan negaranya dan merasa keberatan dengan penamaan sebuah kapal perang pemukul Indonesia yang baru yaitu KRI Usman Harun. Karena menurut mereka 2 orang KKO Indonesia itu dianggap teroris di negaranya, melakukan sabotase di Orchard 10 Maret 1965. Indonesia telah memberikan penghargaan pahlawan langsung kepada keduanya manakala jenazahnya tiba di Jakarta tanggal 20 Oktober 1968. Dan PM Singapura waktu itu Lee Kuan Yew telah pula menziarahinya tahun 1973 sebagai bentuk pengakuan kepahlawanan mereka. Artinya persoalan emosi nasional kedua bangsa selesai.

Pernyataan Menlu Shanmugam itu kita anggap blunder diplomatik karena tidak memahami persepsi kebangsaan yang dimiliki tiap bangsa di muka bumi ini. Lebih penting dari itu dia tidak paham dengan jalan cerita sejarah dalam konteks “waktu itu”. Negeri mungil yang sejahtera itu berupaya mendikte Indonesia tetapi sekali ini mendapat perlawanan total football dari seluruh jajaran pemerintahan, parlemen dan rakyat Indonesia.

Seorang Menlu yang membawahi seluruh diplomatnya dan cermin wajah kecerdasan diplomatik Singapura mesti memahami persepsi kebangsaan pada apa yang disebut nilai-nilai kepahlawanan. Tapi ketika kita bicara sejarah Singapura kita pun baru “paham” karena memang mereka memang tak punya pahlawan patriotik dan taman makam pahlawan.

Akurasi pemberitaan seorang reporter dalam menulis atau menyampaikan sesuatu haruslah dicermati lebih dulu sebelum ditayangkan atau diterbitkan. Banyak reporter kita hanya berlomba mengejar “terbitnya berita” tanpa kedalaman kecermatan isi berita. Beberapa wartawan kita yang meliput Kemhan dan TNI ada yang tak paham dengan “istilah militer” ketika dia ikut merekam atau bertanya kepada figur petinggi Kemhan dan militer RI.

Masih ingat nama pesawat tempur Super Tucano disebut Super Volcano dan menjadi running text layar kaca. Lalu ditulis pula bahwa Indonesia telah memiliki kapal selam Scorten padahal maksudnya yang punya kapal selam Scorpene itu Malaysia. Sudah salah tulis nama kapal selam, nama yang mempunyai kapal selam salah pula. Benar-benar konyol. Ada juga yang tidak bisa membedakan jet tempur A4 Skyhawk dengan Hawk. Pernah juga presenter berita sebuah TV swasta menganggap Sucad itu adalah senjata Sukhoi, padahal itu istilah singkatan dari kata suku cadang. Lebih parah lagi kata itu dibaca “Sukad” dan diulang berkali-kali.

Wawancara Panglima TNI dengan Channel News Asia dilakukan dengan bahasa Indonesia baru diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Orang Indonesia kan kalau bicara selalu mengedepankan suasana rendah hati. Jadi kalimat “mohon maaf” atau “maaf ya” selalu mendahului dari maksud kalimat utama. Ada juga beberapa makna kata dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah selalu memiliki makna tak selaras. Dalam bahasa Jawa yang sekarang sedang hot dibicarakan “aku rak popo” kalau diartikan tersurat artinya aku tak apa-apa. Tapi dalam kultur Jawa kalimat ini merupakan ungkapan kepedihan dan bertentangan dari maksud yang terucap.

Blunder media dan respon pemerintah Singapura terhadap wawancara TV itu tidak perlu jua kita tanggapi secara berlebihan. Cukup saja bilang: “aku rak popo” atau “oh ndak papa”. Kalimat ini pun kalau dia paham pasti merupakan kalimat sindiran yang artinya “makanya jangan merasa hebat, jago mendikte akhirnya isin dewe”. Kalau diterjemahkan dalam bahasa Inggris bisa jadi gak karuan. Itulah kekayaan bahasa Indonesia dan kultur pendukungnya.

Singapura itu sejatinya sedang gelisah pada jati diri dan eksistensinya yang selalu merasa terancam terutama pada dua jirannya Indonesia dan Malaysia. Jadi orang yang gelisah itu pasti sensitif. Kegelisahan dia boleh jadi karena militer Indonesia mulai menggeliat, ekonomi tumbuh pasti, kekuatan ekonomi dalam sebutan PDB kita menjulang di 15 besar dunia jauh mengungguli Singapura dan negara ASEAN lainnya.

Dia lalu membayangkan Indonesia 10 sd 20 tahun ke depan, militernya jadi macan, ekonominya jadi beruang, rakyatnya makin sejahtera dalam bingkai nasionalis yang kuat. Tiga indikator ini yang membuat negeri itu galau meski pun kesejahteraan mereka masih tetap menjulang tak tertandingi di rantau ASEAN. Kehadiran batalyon Marinir di Batam menambah was-was itu. Apalagi misalnya kita letakkan MLRS Astross dan Caesar Nexter di Batam.

Jadi, tetaplah kita berjalan tegak. Isian alutsista terus kita perbanyak. Kalau nanti kafilah 3 kapal perang “Bung Tomo Class” yang salah satunya bernama KRI Usman Harun tiba di tanah air Juli tahun ini kita sambut dengan pekik kebangsaan tapi tak usah berteriak berlebihan. Dan kalau pun tetangga sebelah Batam itu bertanya mengapa kita berteriak kita jawab saja : Aku rak popo.
****
Jagvane

  ★ Analisis Alutsista  

★ Pengembangan pembuatan pesawat aeromodelling dengan metode terbaru dan berbiaya murah

Modal Rp 1 Juta Buat Sukhoi, Kembangkan Jadi Pesawat Intai http://www.sumeks.co.id/images/resized/images/stories/upload/yon-arh_200_200.jpgBatalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang 10/Agni Buana Cakti (Yon Arhanudse 10) Kodam Jaya memiliki program yang membanggakan. Yakni, pengembangan pembuatan pesawat aeromodelling dengan metode terbaru dan berbiaya murah. Program itu akan menjadi contoh sekaligus akan diterapkan di seluruh kesatuan TNI AD di Tanah Air.

---------
DANI TRI WAHYUDI - Jakarta
-----------

Setidaknya puluhan personel Yonarhanudse 10 atau terkenal dengan Yonarhanudse Gagak sudah dicetak menjadi ahli pembuat pesawat aeromodelling sejak tahun lalu. Tidak hanya itu, banyak anggota TNI AD dari batalyon lain di Indonesia belajar membuat pesawat remote control itu di Yonarhanudse Gagak, Bintaro, Jakarta Selatan.

Guna menguji kepiawaian pembuatnya, Komandan Yonarhanudse-10, Letkol (Arh) Riksawan Ardhianto, mengadakan dua kali lomba antar baterai (satuan setingkat kompi) di jajarannya. Seperti lomba pesawat aeromodelling yang baru saja berlangsung di Stadion Gagak Hitam, Bintaro.

Lomba tersebut tidak asal-asalan. Antar tim peserta lomba all out menampilkan karya terbaiknya. Alhasil mereka mampu menghadirkan pesawat-pesawat tempur cantik berbagai model seukuran 1x1 meter. Antara lain model F 22 Raptor, beberapa tipe pesawat tempur Sukhoi, dan beberapa model pesawat Aero Fighter. Para penggemar aeromodelling tentu gemas melihatnya.

Lomba tersebut dinilai dari kemampuan merakit, keunggulan aerodinamika pesawat, dan cara menerbangkannya. Menariknya, beberapa pesawat tidak memerlukan landasan pacu untuk take off melainkan cukup dilempar lalu bisa terbang. Setelah pesawat terbang peserta menunjukkan kemampuan pesawat dalam berbabagai gerakan manuver.

Di sana juri juga langsung bisa menilai kemampuan aerodinamik masing-masing pesawat tersebut. “Dengan adanya lomba tersebut diharapkan akan semakin banyak lagi personel yang mengembangkan skill sebagai salah satu inovasi latihan dalam meningkatkan kemampuan prajurit di bidang fungsi teknik kecabangan,” ungkap Riksawan juga.

Menurut Riksawan lagi, pesawat-pesawat aeromodelling itu menunjang kemampuan prajurit dalam mempertahankan wilayah dari serangan udara musuh. Sebab pesawat itu dijadikan latihan pembidikan sasaran tembak di udara. Menurutnya, pengembagan pesawat aeromodelling tidak saja sebagai sarana latihan pembidikan saja.

Tetapi pihaknya mengembangkannya sebagai pesawat pengintai yang dilengkapi dengan kamera khusus. “Sudah kita buat dan terus kita kembangkan satu pesawat intai dengan kamera video yang bisa live dan kita monitor dengan frekwensi televisi,” ungkapnya.

Sementara itu Komandan Baterai Q Yonarhanudse-15, Kapten (Arh) Helmi yang mendampingi Letkol (Arh) Riksawan, mengatakan para peserta yang ikut lomba ibaratnya mereka yang sudah mahir membuat pesawat aeromodelling. Mereka sudah mengembangkan kemampuan setelah mengikuti diklat di Yonarhanudse-10 selama sepekan.

“Membuat model pesawat tempur tentu lebih susah. Kalau saat diklat dasar mereka diajari dari membuat model pesawat glider,” papar juga Kapten (Arh) Helmi yang juga Koordinator Aeromodelling Gagak Hitam tersebut. Menurut Helmi juga, pihaknya mengembangkan metode terbaru pembuatan pesawat aeromodelling bertenaga listrik dan berbodi gabus/foam depron yang mudah dibentuk.

“Foam depron ini lebih tipis dan lebih padat dibandingkan sterofoam,” ungkapanya. Metode terbaru ini dinialainya berbiaya lebih murah dan mudah dikembangkan dibandingkan dengan metode lama. Yaitu, model pesawat yang menggunakan mesin berbahan bakar minyak, berat minimal 3 kilogram, biaya malah, dan bersuara keras dan bodi dari kayu balsa, fiber glass, plastik yang relatif lebih susah dibentuk.

“Biaya satu pesawat dengan metode baru ini sekitar Rp 1 juta, tapi belum termasuk remote control. Kalau pesawat metode lama biayanya berkali-kali lipatnya,” pungkasnya. Karena biaya murah, maka dengan metode terbaru tersebut cocok dipakai latihan menembak. Metode ini juga akan dikembangkan di seluruh Arhanud TNI AD di Indonesia. Menurutnya pihaknya sudah mencoba menembak pesawat aeromodelling tersebut sebagai latihan menembak.

“Menembaknya pakai meriam. Menembak sasaran pesawat aeromodelling ini lebih susah, karena ukurannya lebih kecil dan gerakannya lebih lincah dari pesawat beneran,” tegasnya. Dikatakan, pembuatan pesawat tersebut dimulai dari persiapan bahan gabus depron dengan ketebalan 6mm untuk bodi, gambar desain pesawat yang akan dibuat, lem gabus, pisau cutter, penggaris besi, batang fiber carbon atau dapat menggunakan bambu, plester/lakban dan solder.

Pertama, gambar desain pesawat digambarkan pada gabus depron. “Gambar desain ini dapat diperoleh dari desain pesawat yang tersedia di internet atau dirancang sendiri sesuai kaidah aerodinamika pesawat udara,” paparnya lagi. Potong depron sesuai desain bagian-bagian pesawat dengan menggunakan pisau cutter. Rangkai dan rekatkan bagian-bagian tersebut dengan lem gabus sehingga membentuk pesawat.

Pesawat yang diluncurkan dengan cara dilempar atau hand-launched umumnya tidak memakai roda, sedangkan pesawat yang menggunakan landasan untuk take off dapat dipasang roda berbahan karet lunak berdiameter 3-7 inci sesuai ukuran pesawat. “Sedangkan jenis pesawat amfibi tidak menggunakan roda, namun dapat meluncur dari tanah, landasan atau dari permukaan air yang tenang,” pungkasnya.

Setelah bentuk konstruksi pesawat lengkap dipasang perangkat elektronik berupa motor listrik dan propeller (baling-baling), servo-servo dan ESC (electronic speed control) serta perangkat elektronik tambahan sesuai fungsi pesawat. Helmi mengaku belajar mengembangkan pesawat aeromodelling ini dari banyak sumber.(*/ce1)


  ★ Sumeks  

Wanita TNI Angkatan Laut tahun ini ikut kendalikan Kapal Perang

10 Taruni TNI AL tempuh pendidikan di Bumi Moro Akademi AL http://img.lensaindonesia.com/thumb/350-630-1/uploads--1--2014--04--90025-kowal-kapal-perang-wanita-tni-angkatan-laut-tahun-ini-ikut-kendalikan.jpgSurabaya ☆ Sebanyak 10 taruni angkatan laut (AL) yang masuk AAL (Akademi Angkatan Laut) tahun 2014, akan menerima pendidikan bersama Taruna AAL angkatan ke 62. Para taruni itu tiba di Surabaya selama Juni-Juli mendatang, dan siap menempuh pendidikan di Bumi Moro AAL.

Kepala staf angkatan laut Laksamana Marsetio, menjelaskan, walaupun ada kesamaan gender, namun terdapat hal khusus bagi wanita yang akan mengikuti AAL. Untuk hal itu, sudah dilakukan studi banding dengan Naval Academy dari Amerika, Inggris, Belanda, dan Jepang.

“Selain melakukan studi banding dengan Naval Academy dari negara sahabat, kami juga melakukan studi banding dengan Akpol. Kepolisian sudah mendidik personil wanita terlebih dulu,” terang Marsetio di sela-sela pelantikan Sertijab Gubernur AAL, Rabu (16/4/14).

Selain itu, Kasal juga menerangkan bahwa tahun ini pada kapal perang TNI AL akan ditempatkan Korps Wanita Angkatan Laut (Kowal). Menurutnya, ini dilakukan untuk kesetaraan gender, dan tidak hanya pria saja yang dapat berada di kapal perang TNI AL. Di negara lain, Kowal sudah disetarakan kedudukannya dengan prajurit TNI AL pria.

Rencananya, akan ada tiga kapal perang TNI AL yang akan diisi para Kowal. Ada pun ketiganya adalah kapal Landing Platform Dock (LPD), kapal LCVP, dan kapal markas. Ada pun kapal markas terdapat empat macam, yakni KRI Surabaya, KRI Makasar, KRI Banjarmasin, dan KRI Banda Aceh. @rofik

  Lensaindonesia  

TNI chief clarifies apology

Some 48 hours after his interview with Channel NewsAsia aired on Tuesday, the head of the Indonesian Armed Forces (TNI) has clarified an apology he made during the interview. General Moeldoko said that he was expressing his regret that the naming decision was final and would not be changed.

Singapore Some 48 hours after his interview with Channel NewsAsia aired on Tuesday, the head of the Indonesian Armed Forces (TNI) has clarified an apology he made during the interview.

General Moeldoko said on Thursday that he had not apologised to the Singapore government for the naming of a warship after two Indonesian marines who bombed MacDonald House in Singapore in 1965.Instead, he clarified that he was expressing his regret that the naming decision was final and would not be changed.

On Tuesday night, Channel NewsAsia aired an exclusive interview with General Moeldoko, during which he touched on the relations between Singapore and Indonesia, among other issues.

He was asked by Channel NewsAsia senior Southeast Asia correspondent Sujadi Siswo about the decision to name a warship Usman Harun after the two Indonesian marines, and the ties between the two countries.

"Once again I apologise. We have no ill intent whatsoever to stir emotions. Not at all. Second, relations between the two countries are on the mend. There've been communications among leaders. Singapore's Chief of Defence and I have spoken," General Moeldoko had said.

Following the airing of the interview, General Moeldoko posted a link to the Channel NewsAsia story on his own Facebook page. There was, however, a mixed reaction. He was questioned by some Indonesians as to why he had apologised.

These posts have since been removed from General Moeldoko's Facebook page.

On Wednesday, Singapore's Defence Minister Ng Eng Hen welcomed General Moeldoko's comments, and said the Singapore Armed Forces will resume bilateral cooperation with the TNI.

Earlier Thursday, General Moeldoko spoke to Indonesian media at the President's Office in Jakarta before a Cabinet session to clarify his views. He said that the apology had been for the fact that the decision to name the ship was final and would not be changed.

The head of TNI's public affairs had also written to Channel NewsAsia, citing the right of reply to clarify the comments by the TNI chief so that there would be "no misinterpretation and misperception."

Echoing General Moeldoko's comments to the Indonesian media, the public affairs head said that "the TNI Commander was expressing his regrets that the naming was final and would not change."

The letter was copied to the chiefs of staff of the Indonesian Army, Navy, Air Force, and the head of TNI Intelligence.

   Channelnewsasia  

Jumat, 18 April 2014

Chief of Navy decision relating to professional conduct in the inadvertent incursion

The Chief of Navy will remove one Commanding Officer from his command and another will be administratively sanctioned http://resources0.news.com.au/images/2014/04/17/1226888/035484-505b1d8a-c5e8-11e3-bbdc-335205f64e54.jpgCanberra In February this year the Customs and Border Protection Service and Defence released a joint review in relation to the positioning of vessels engaged in Operation SOVEREIGN BORDERS.

This review focused on the circumstances surrounding the inadvertent incursion into Indonesian territorial waters by Customs and Navy vessels.

One of the joint review's recommendations was that the Chief of Navy considers each incursion by Royal Australian Navy (RAN) vessels into Indonesian waters during Operation SOVEREIGN BORDERS, with regard to any individual lapses in professional conduct. The Commanding Officer of an RAN ship is responsible and accountable for the safe navigation of the ship at all times.

The Chief of Navy, Vice Admiral Ray Griggs, has concluded his considerations into these issues and made a number of decisions in relation to the seven RAN ship Commanding Officers involved noting that more than one ship was involved in each incursion.

In each instance of an incursion there was clear operational direction not to proceed within 12 nautical miles from the Indonesian archipelagic baseline. The Chief of Navy carefully considered the circumstances of the positioning of each ship. Each Commanding Officer was able to put their perspectives surrounding these incidents directly to the Chief.

The Chief of Navy accepts that none of the Commanding Officers involved deliberately contravened orders not to enter Indonesian territorial waters.

Notwithstanding, there were, in the Chief of Navy’s view, lapses in professional conduct that required action to be taken.

As a result the Chief of Navy will remove one Commanding Officer from his command and another will be administratively sanctioned. The remaining Commanding Officers will be formally or informally counselled.

Personal accountability is a key feature of Navy’s cultural change program and command accountability is a particularly important issue given the responsibilities that Commanding Officers hold.

Vice Admiral Griggs said "each of the Commanding Officers conducted these activities with the best of intent; however, I expect nothing but the highest standards of those in command. These actions are not punitive in nature but are aimed solely at upholding the professional standards that the Royal Australian Navy is renowned for and that are necessary for it to undertake its mission."

"I think it is a healthy sign for Navy’s leadership that all of the Commanding Officers involved have willingly accepted accountability for their own actions and that of their ship or ships under their control." Vice Admiral Griggs added.

The Privacy Act limits the amount of specific information on the outcome of the individual cases that can be disclosed. As a result no further information in relation to these considerations will be provided.

The media are requested to respect the privacy of the officers involved.

Good progress is being made to implement the Joint Review's other recommendations. This includes ongoing professional conduct investigations in relation to actions of other Australian Defence Force and Customs and Border Protection members involved in the inadvertent breaches. Appropriate information will be released as available.


  ★ navy  

Membangun Kekuatan Nasional Air Power

Prioritas bagi keamanan nasional suatu negara Kasau: Membangun kekuatan nasional Air Power - Prioritas bagi keamanan nasional suatu negara - Kasau Marsekal TNI I B Putu Dunia menyampaikan soal pembahasan tentang kedaulatan udara merupakan suatu prioritas bagi keamanan nasional suatu negara, ini tema seminar Air Power 2014Jakarta Kasau Marsekal TNI I B Putu Dunia menyampaikan soal pembahasan tentang kedaulatan udara merupakan suatu prioritas bagi keamanan nasional suatu negara, ini tema seminar Air Power 2014 yang telah di prakarsai oleh Air Power Centre of Indonesia, dalam rangkaian peringatan ke-68 tahun Angkatan Udara pada tahun 2014,di nilai sangat tepat karena tema tersebut terkait langsung dengan pemikiran strategis pimpinan TNI Angkatan Udara baik menyangkut tentang konsep maupun implementasinya, dalam penyelenggaraan Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Dalam bersaing dengan negara lain memperjuangkan kepentingan nasional kita harus mampu mengoptimalkan Instrumen Kekuatan Nasional kita yaitu Diplomasi, Informasional, Militer dan Ekonomi secara cerdas dan sinergis. Kita harus bisa memadukan instrumen Militer dan Ekonomi sebagai unsur Hard Power dikombinasikan dengan instrument Diplomasi dan Informasional sebagai unsur Soft Power menjadi strategi cerdas dan ampuh yang dikenal sebagai Smart Power,”kata Kasau saat membuka seminar International Air Power di di klub Eksekutif Persada Purnawira, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis,( 17 /4/14).

Menurut Kasau, Agar kemampuan Smart Power bangsa kita menjadi kuat maka mau tidak mau kita harus memajukan kekuatan militer. Itu sebabnya Kekuatan Dirgantara atau Air Power yang kuat adalah hal mutlak dan harus dikelola dengan baik. Tanpa memiliki Air Power yang kuat maka kita tidak memiliki Deterrence Power sehingga kita bisa mengoptimalkan instrumen kekuatan nasional kita dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain untuk memperjuangkan kepentingan nasional bangsa Indonesia.

“Kita harus menyadari eksistensi ruang udara dan dirgantara nasional sebagai wilayah kedaulatan dan sekaligus wilayah kelangsungan hidup bangsa, karenanya segenap komponen pertahanan negara, harus merasa terpanggil untuk bersama-sama mewujudkan suatu postur National Air Power yang handal,”ujarnya.

Kasau menjelaskan, Membangun kekuatan National Air Power yang diinginkan tentunya tidak bisa dalam jangka waktu singkat, namun tidak bisa juga menunggu sampai musuh datang menyerang. Perlu adanya sebuah konsepsi strategis bersama terkait dengan tujuan, kepentingan, sasaran, kebijakan dan komitmen serta program-program yang realistis, berlanjut dan berkesinambungan.

”Oleh karena itu kebijakan pertahanan negara selalu diarahkan pada tiga tujuan fundamental yaitu perlindungan wilayah atau teritorial, kedaulatan, dan keselamatan bangsa. Dalam konteks Negara Indonesia, upaya di atas harus memperhatikan dua faktor penting yang perlu mendapat perhatian. Bahwa TNI AU yang berusia 68 tahun bertugas mengawal dirgantara Indonesia, namun sampai saat ini masih dalam proses pencapaian untuk memiliki kemampuan Air Power yang handal,“ ungkap Kasau.

Meskipun TNI Angkatan Udara (AU) sangat perduli dan serius dalam menjalankan tugas pokoknya,” Tetapi masih ada pihak-pihak yang melihat bahwa sepertinya kurang responsif dalam melaksanakan tanggung jawab menjaga, mengendalikan dan mempertahankan wilayah kedaulatan udara kita,”jelasnya.@winarko


  ★ Lensaindonesia  

Indonesia interested in Russian submarine "Amur-1650"

They will be supplied as part of an export credit of one billion dollars https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6gcQCYzRjy7ov_HRB0Gm11ymHeWaZq13zQYbFyhU4KjaR0j1meoafjUknWmQr_KI5-hZjdLXyvXmNR_mkB-dUhy-jPxGYRorkIz9Y_nhHYhWcOkIAircqemyRP-yRnoBqswZzhUPWkuy-/s1600/11946.jpgKuala Lumpur Indonesian Navy Command interested Russian diesel-electric submarines of the "Amur-1650". On this, as reported by ITAR-TASS news agency, said the director of "Rosoboronexport" roving Nicholas Dimidyuk. According to him, the Indonesian delegation announced its interest during the inspection of the Russian exposition at the international exhibition DSA-2014 in Malaysia.

Do you plan to Indonesian military to begin negotiations for the purchase of ships, is not specified. Earlier, the Ministry of Defence of Indonesia led negotiations with Russia on the purchase of second-hand submarines of Project 877 "Halibut".

These ships Russia has offered the Indonesian military in August 2013. Later Indonesia declared its refusal to purchase submarines as military did not satisfy their technical condition. If Indonesia decides to purchase new Russian submarines, they will be supplied as part of an export credit of one billion dollars, issued by Moscow Jakarta in 2007. ,On the resources of the loan, Indonesia planned to buy Mi-17, Mi-35M, infantry fighting vehicles BMP-3F and submarines of Project 877 "Halibut". Part of the equipment was purchased Jakarta, but the contract for the supply of submarines has not been signed.


  ★ Lenta  

KRI Frans Kaisiepo Latihan Manuver Taktis di Laut Mediterania

Latihan manuver taktis tanpa gerakan bersama. Kuala Lumpur ★ KAPAL Perang Republik Indonesia (KRI) Frans Kaisiepo-368 yang terlibat dalam misi penjaga perdamaian di Lebanon Maritime Task Force (MTF) Kontingen Garuda XXVIII-F melaksanakan latihan manuvra taktis bersama unsur Combined Task Force (CTF) 448 di Area of Maritime Operation (AMO) Laut Mediterania, Rabu (16/4).

Pada kesempatan tersebut unsur-unsur CTF 488 berlatih Miscellaneous Exercise (Miscex 831) yaitu latihan manuver taktis tanpa gerakan (paper non maneuvering) bersama.

Latihan selama dua jam ini diikuti empat kapal perang dari empat negara yaitu TCG Bartin (Turki), KRI Frans Kaisiepo–368, BNS Madhumati (Bangladesh), dan FGS Frettchen (Jerman). Dalam latihan ini kapal perang Turki TCG Bartin menjadi Officer Conducting Serial (OCS).

“Kegiatan ini bertujuan melatih ketrampilan perhitungan olah gerak taktisprajurit United Nation matra laut dalam melaksanakan misi operasi maritim di perbatasan laut Israel – Lebanon,” kata Komandan KRI Frans Kaisiepo Letkol Laut (P) Nanno Suawardi seperti dilansir dalam siaran pers Kadispenarmatim Laetkol Laut (KH) Drs. Yayan Sugiana


  ★ Jurnas  

[World News] Thai Navy May Build Second Patrol Boat Under BAE License

Discussions are underway for construction of a second warship after a technology transfer deal http://cmsimg.defensenews.com/apps/pbcsi.dll/bilde?Avis=M5&Dato=20140417&Kategori=DEFREG03&Lopenr=304170021&Ref=ARKuala Lumpur ★ Thailand may build a second offshore patrol vessel under a license granted by BAE Systems and is also starting to think about exporting the ship to other navies in the region, according to a senior executive at the British-based defense contractor.

Discussions are underway for construction of a second warship after a technology transfer deal between BAE and the state-owned shipyard Bangkok Dock resulted in the first of class, HTMS Krabi, being commissioned into the Royal Thai Navy in August 2013, said Alistair Castle, BAE's Southeast Asia regional vice president.

"We are actively discussing a second of class as the customer wants to capitalize on the knowledge and skills already gained by Bangkok Dock," said Castle during an interview at the Defence Services Asia show here this week.

The executive declined to discuss timescales but said that with the Thai Navy going through a modernization, the company was "trying to be responsive to their needs and requirements while ensuring the shipbuilding knowledge is not lost, that's the key."

The ship, a derivative of the smaller Royal Navy River-class vessel, is 90 meters long, armed with a 76mm Oto Melara gun and has a helicopter flight deck able to operate a machine the size of the AgustaWestland A139 Lynx.

Castle said sovereignty questions, sensitivity around the economic exclusion zone and other issues were driving growing opportunities in the region for selling and supporting naval platforms and systems.

The possible exporting of Thai-built OPVs would be subject to separate negotiation but the prospect had already sparked discussion. One possibility would be the re-export of the design to other nations in the region, he said.

"Something like that would play to efforts by the ASEAN nations towards greater collaboration," Castle said.

Aside from license-build of further OPVs, Castle said he sees modernization and support of BAE-built warships, guns and other systems as a potentially big opportunity.

Two Lekiu-class light frigates commissioned in the mid-1990s for the Royal Malaysian Navy could soon need upgrades and the executive sees opportunities for insertion of missile, radar and other technologies being developed for the Royal Navy's Type 26 frigate program.

Much of that technology is being incorporated in a Type 23 frigate upgrade program for the Royal Navy in advance of the Type 26 program getting underway.

Weighing in at around 6,000 tons, the Type 26 is probably too big and too sophisticated for all but a handful of nations but the systems being developed for the warship, such as the MBDA Sea Ceptor air defense missile and BAE's Artisan radar, are more likely to find an export customer.

New Zealand became the first overseas customer for Sea Ceptor with an order that will see the missile installed as part of a frigate upgrade program.

Castle said he expects progress on the Malaysian upgrades either as one program or through a series of improvements during the next five-year defense plan, starting in 2016.

Other BAE executives at the show said a new OPV program for Malaysia was also likely on the horizon, although timelines were uncertain at this stage.

By a somewhat circuitous route, BAE has also found itself the supplier of warships to the Indonesian Navy and is starting discussions with Jakarta over how they could provide support.

It's a long and tangled story but BAE's Scottish shipyards built three corvettes for Brunei at the start of the decade. Brunei claimed the vessels didn't meet the required specifications and refused to accept handover. The dispute eventually went to arbitration which found in favor of BAE.

Now the unused vessels have been sold to Indonesia by the German shipyard Lurssen acting on behalf of Brunei and delivery is expected this year.

BAE remains the design authority and is talking to potential local partners and others to try and secure the support and any eventual upgrade work.

Castle said that with the Bofor's arm of BAE having a large installed base of naval guns in Indonesia, a strong dialogue was underway locally about building a maintenance repair and supply business in-country.

"The key to these initiatives in Indonesia is finding a partner and building a long-term sustainable business locally," said the BAE executive. ?


  ★ defensenews