Secuil Kisah-kisah Awak “Hiu Kencana” yang tidak terpublikasikan Jilid 4
|
KS U-206 |
Kisah ini sengaja saya tulis berdasarkan catatan-catatan tertulis
yang saya punya dan juga cerita-cerita dari para “
Silent Warrior”
pinisepuh saat mereka dulu bertugas mengawaki “
Hiu-hiu besi” kita dalam
menjaga Kedaulatan NKRI yang mungkin selama ini belum pernah
terpublikasikan. Dan tulisan ini saya dedikasikan juga kepada seluruh
“Beliau-beliau” tadi berikut juga dengan para “
Silent Warrior” muda yang
kini masih bertugas mengawal NKRI.
Kalau di jilid ketiga
saya mengulas sedikit tentang KS Whiskey Class maka di Jilid 4 ini akan
saya tuliskan juga beberapa kisah yang benar-benar terjadi dari
adik-adiknya Whiskey Class
kita.
|
Whiskey Class Submarine |
Torpedo yang berbalik arah
Dalam suatu latihan terpadu, setelah torpedo siap di dalam kapal maka
langkah selanjutnya adalah berlayar menuju daerah latihan penembakan
torpedo. KS senantiasa mendapat perintah untuk berlayar sehari terlebih
dulu karena kecepatannya yang relatif rendah dibandingkan dengan kapal
atas air yang akan mengikuti latihan ini. Pelayaran menuju daerah
latihan penembakan torpedo berjalan sebagaimana biasaya dan dibarengi
juga dengan segala macam peran latihan kedaruratan.
Tiba di daerah latihan kita masih selalu harus menunggu dengan lego
jangkar, karena kapal kapal lain yang harus ikut berpartisiasi dalam
latihan belum datang. Awak KS kita masih punya waktu untuk istirahat
menenangkan pikiran semalam sambil dibuai ombak lambung, sampai keesokan
harinya di mana kapal partner maupun kapal sasaran telah tiba dan siap
mengikuti latihan.
Dinihari jam empat pagi mulailah peran angkat jangkar. Sesuai dengan
apa yang ditentukan dalam Rencana Operasi maka kapal sasaran akan
mengambil posisi tertentu. Dan KS kita menyelam mendekatinya sampai
suatu jarak penembakan torpedo latihan yang paling efektif. Hal ini lalu
berarti bahwa setelah melewati sasaran torpedo masih punya tenaga untuk
berenang kemana sukanya.
Lalu mulailah komunikasi data tentang sasaran antara Komandan yang
mengintai sasaran dari atas, dirubka atau bilik tempur lewat periskop
serang (dikenal juga sebagai periskop Komandan), dengan Starpom atau KKM
yang mengendalikan manajemen penembakan torpedo dan Perwira Torpedo
serta Juru TAS-L 2 yang meneruskan perintah Komandan ke torpedo melalui
putaran jentera roda gigi TAS- L 2 nya.
Sesekali terdengar pemberitahuan Komandan: “Baringan sasaran sekian
Derajat, …turunkan periskop”. Lalu lagi, “naikkan periskop,…. .baringan
sasaran sekian Derajat, …turunkan periskop”. Kemudian Periskop dinaikkan
sebentar lagi, Komandan membaring sasarannya, lalu periskop diturunkan
lagi, semua ini dilakukan agar kapal lawan tidak sempat tahu kalau
sedang kita intai. Kadang-kadang malah masih satu kali lagi, “naikkan
periskop, ….baringan sasaran sekian Deradjat,…. turunkan periskop”.
Nah dari data dua baringan atau maksimal tiga baringan sasaran itulah
Starpom yang bekerja sama dengan Perwira Navigasi Satu sudah harus
dapat memperkirakan kemana haluan sasaran dan berapa kecepatannya,
sehingga dapat menghitung pada menit kesekian dan detik kesekian sasaran
akan berada di titik mana. (Di KS U-209 dan K 887 K4b, ada alat untuk
menghitung segitiga penembakan torpedo yang amat praktis dan serba
digital).
Juru TAS-L diperintahkan memasukkan data posisi sasaran sesuai
perhitungan Starpom. Perwira Torpedo mengechek kebenaran Juru TAS-L
dalam memasukkan data. Dengan data tersebut, TAS-L akan
menginterpolasikannya dengan kecepatan torpedo, dan selama jarak itu
masih dalam jangkauan torpedo, TAS-L lalu akan memberikan saran yaitu
torpedo harus diset pada kecepatan berapa untuk dapat mengenai sasaran
dengan salvo tunggal.
Kedalaman luncur diset sesuai dengan besarnya kapal, kalau kapal
lawan yang ditembak besar dan sarat kapalnya dalam maka kedalaman luncur
diset lebih dalam. Kalau boleh dikatakan TAS-L adalah semacam NTDS
(
Naval Tactical Data System) tapi masih manual dan “sdelano mbwi CCCP”,
alias: made in USSR.
Setelah semua data yang diperlukan diset, maka Perwira Torpedo akan
melaporkan bahwa torpedo siap untuk ditembakkan. Komandan untuk
kepastian memerintahkan menaikkan lagi periskop untuk terakhir kali,
guna melihat apakah sasaran masih tetap dalam kecepatan dan arah sesuai
pengamatan awal, dan bila ya, ia akan memerintahkan turunkan periskop
dan siap menembakkan torpedo.
Cross check dilakukan dengan melihat juga pada monitor sonar atau
sesekali menggunakan radar Flag dengan pancaran sektoral yang mengarah
kesasaran saja, dengan pancaran yang intermittent, terputus putus,
sehingga tidak akan sempat disadap radar detector lawan, untuk
mengetahui kearah mana kapal sasaran akan bergerak dan bagaimana
ketetapan haluannya.
Kadang-kadang karena sebenarnya Komandan juga menghitung sendiri
dalam benaknya karena tidak yakin pada perhitungan segitiga penembakan
torpedo yang dibuat oleh Starpom dan Team Penembakan Torpedonya, atau ia
memiliki pertimbangan lain, bisa saja berdasarkan hasil
cross check
dari sonar maka ia akan mengambil keputusan lain. Dan tentu saja
keputusan Komandan lah yang akan dilaksanakan.
Tibalah saat yang paling mendebar debarkan dan yang paling
dinantikan. Semua jerih payah hampir dua bulan lebih mempersiapkan kapal
untuk penembakan torpedo, akan dilihat hasilnya saat ini.
(Catatan: Team Penembakan Torpedo tidak begitu saja tiba-tiba
berlatih menembakkan torpedo latihan di laut, atau penembakan basah,
nashen feuer atau
wet firing. Mereka telah berminggu-minggu sebelumnya
digembleng, berlatih di
Attack Teacher dalam suatu penembakan kering di
suatu ruangan simulasi penembakan torpedo, dimana ada periskop miniatur
yang dapat benar-benar berfungsi sebagai periskop, ada Juru Sonar, ada
Juru TAS-L 2, pokoknya semua yang diperlukan dalam peran penembakan
torpedo yang harus ada disentral juga ada di situ. Dan di laut di luar
kendali Komandan ada simulator kapal sasaran yang bergerak senaknya
sendiri tergantung skenario para pelatih, dan dari sinilah sang Komandan
mengetahui apakah ia dapat senantiasa mempercayai perhitungan segitiga
penembakan torpedo Starpom beserta team Penembakan Torpedonya atau masih
harus menghitungnya sendiri lagi).
Akhirnya, datanglah perintah itu. “….Peluncur siap, awas, tembak….”
Dan, greg, kapal agak goyah sedikit ketika harus memuntahkan torpedo
seberat dua ton dengan tekanan udaranya. Lalu meluncurlah torpedo dengan
mulus. Pada saat ini Juru Sonar mulai dengan pekerjaannya yang
menentukan nasib kapal lawan. Ia harus senantiasa mendengarkan dengan
benar arah torpedo meluncur. (Dalam pertempuran yang sebenarnya, kalau
saja arah luncuran torpedo berbeda dengan arah yang akan dituju kapal
sasaran, dimana berarti tidak akan ada titik temu diantara keduanya, ia
harus segera melaporkan hal ini kepada Komandan, karena ini akan berarti
kita harus menembakkan torpedo berikutnya.)
Kali ini laporannya Sang Juru Sonar terdengar sepertinya baik-baik
saja: “torpedo meluncur menuju sasaran”, ….beberapa saat kemudian,
diulangi lagi, “torpedo masih meluncur menuju ke arah sasaran”.
Sementara itu baik Starpom maupun Komandan dan Perwira Navigasi Satu
menghitung dengan stopwatch, sudah harus sampai di mana torpedo dengan
kecepatan yang diset tersebut pada waktu ini.
Cross check untuk itu
sekarang ada pada ketelitian telinga Juru Sonar.
Bila segala sesuatunya tepat sesuai perhitungan dan Oke, semua
anggota Team Penembakan Torpedo bisa tersenyum. Pada awalnya semua tepat
sesuai perhitungan. Juru Sonar melaporkan bahwa torpedo tiba tepat di
bawah kapal sasaran tepat sesuai waktu yang diprediksi oleh Team
Penembakan Torpedo lewat perhitungan dengan
stopwatchnya. Tentunya hal
ini membuat gembira seluruh Awak KS yang berarti penembakan torpedo pada
latihan kali ini berhasil.
Tetapi tidak lama kemudian tiba-tiba Juru Sonar berteriak terkejut,
“Komandan, torpedo berhenti meluncur, …ulangi, torpedo berputar, ,
..,Komandan,….torpedo berbalik arah,…….Komandan, torpedo mengarah ke
kapal kita…Komandan, torpedo mengarah ke kapal kita……”.
Seluruh Awak KS kita kaget, tidak akan mungkin Juru Sonar berani
bermain-main dengan laporannya dalam situasi yang seserius ini, apalagi
dari teriakan suaranya terdengar betul kalau dia panik dan ketakutan.
Komandan mengkonfirmasikan dari signal yang diterima sonar segera
memerintahkan kapal untuk menyelam cepat. Tangki Penyelam Cepat diisi
dan dengan pertambahan daya apung negatif seberat sebelas ton, kapal
yang awalnya
welltrimm dan meluncur dengan manis pada kedalaman
periskop, dengan amat cepat masuk menuju kekedalaman aman, sekitar tiga
puluh lima meter tepat pada saat torpedo kita lewat di atas kita!.
Suara baling-baling gandanya serta desis uap yang dibuang mesin
turbinnya benar-benar seperti suara kereta api express yang lewat di
atas jembatan yang tepat di atas ubun-ubun Awak KS kita. Ya tepat di
atas ubun-ubun KS kita! Dan Alhamdulillah KS kita selamat!.
Tapi betapapun kita syukuri bahwa torpedo yang lalu jadi seperti
bumerang berbalik menuju kearah KS kita tadi cuma sekedar ‘numpang
lewat’ dan sama sekali tidak menyinggung kapal. Memang kelihatan nya
“cuma” torpedo latihan. Tapi walaupun cuma torpedo latihan kalau
bergerak dengan kecepatan 40 knot dan massanya seberat dua ton dengan
kepala yang pejal lalu kena KS kita, apa ya akan tahan yang namanya
pressure hull KS kita? Pasti bikin bocor juga kan?.
Kapal selam akan senantiasa memiliki cara tersendiri dalam mengatasi
masalah kedaruratan dan menyelamatkan dirinya dari segala keadaan
kedaruratan apapun juga bentuknya. Kali ini menghindar dari torpedonya
sendiri yang mengejarnya dengan kemampuannya menyelam cepat. Yang
penting prinsipnya adalah : “harus selalu ada cukup kedalaman air di
bawah lunas”,
Catatan : penembakan torpedo dengan kepala latihan yang berbalik arah
menuju kapal kita ini benar-benar terjadi di Daerah Latihan di perairan
G.G, dengan para pejabat / perwira kapal, Komandan Mayor U.S (alm,
terakhir, laksda) dan Starpom Kapten A.S (alm, terakhir laksda) serta
Perwira Torpedo Kapten J.R, Perwira Torpedo Dua Kapten S.A. dan Perwira
Navigasi Satu Kapten R.. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1970.
Membuat Surprise Instruktur KS Jerman
Kisah ini terjadi pada tahun 1978, ketika sekelompok awak KS Whiskey
class ex Rusia TNI AL, ditugaskan untuk belajar di Untersee
Bootlehrgruppe Zwei, Sekolah Kapal Selam Angkatan Laut Jerman, dalam
rangka mempersiapkan diri mengawaki KS gress kita tipe U-209/1300 ton.
Pada saat itu kelihatan betul para instruktur KS Jerman menganggap bahwa
rombongan awak KS kita ini bagaikan serombongan anak kecil murid
“
Kindergarten” alias Taman Kanak Kanak yang ingin tamasya di Halle satu,
yang penuh dengan dummy peralatan KS U-206 mereka.
Pelajaran demi pelajaran diberikan dengan amat lambat, diulang-ulang,
takut kalau para awak KS kita tidak dapat menerima pelajaran tersebut
dengan baik, mungkin dipikiran instruktur KS jerman itu patut diduga
kalau para awak KS kita itu belum pernah melihat kapal selam sama sekali
sebelumnya (hehehe… belum tahu mereka!).
Pelajaran bagaimana mempersiapkan KS untuk schnorkeling, mengisi
baterai dengan menjalankan diesel saat kapal selam berada di bawah
permukaan air pada kedalaman periskop, bagaimana menghentikan pengisian
baterai bila tiba tiba ada pesawat terbang musuh menyerang kita lalu
membawa kapal menyelam cepat, semua diberikan dengan amat berhati hati.
Wajah mereka para instruktur Jerman itu kelihatan betul tidak
mempercayai kemampuan para awak KS kita menterjemahkan pelajaran
tersebut.
Akhirnya tiba saatnya pengujian yang dilaksanakan untuk mempraktekkan
keseluruhan pelajaran tersebut disimulator pengendalian kapal di Halle
satu. Awak KS kita diperintahkan mempersiapkan diesel untuk start,
gampang!. Awak KS kita diberi masalah untuk mengatasi gangguan generator
mengalami tahanan isolasi rendah, juga dengan mudah dapat diatasi.
Setelah diesel berjalan, belum sampai tujuh menit (memang ternyata
skenarionya demikian) tiba-tiba seorang instruktur meneriakkan aba-aba,
“alarm!, alarm! ……schnell auf sechzig meter gehen…” (“alarm, ada
bahaya, cepat bawa kapal menyelam ke kedalaman enam puluh meter…”). Saat
itu Awak KS kita baru sadar apa arti mereka memberikan pelajaran dengan
amat berhati-hati dan memaksa harus mengerti betul apa maksud pelajaran
tersebut.
Segera saja Awak KS kita bertindak cepat, KKM meneriakkan perintah
untuk stop diesel (dilaksanakan oleh Sersan JBP Budihardjo), dan menutup
katup gas bekas luar dan dalam (dilakukan oleh Sersan Kamari, juru
torpedo satu) lalu menurunkan
schnorkel, dan menunggu sesaat. Setelah
schnorkel turun penuh, memerintahkan kemudi horizontal depan dan
belakang untuk menyelam penuh (dilakukan oleh Sersan Ilyas Mardiyanto),
serta mengawasi glubinomehr/alat pengukur kedalaman. Segala sesuatunya
berjalan sesuai dengan urutan yang diajarkan dan dengan tindakan yang
tepat benar. Semua kejadian itu terjadi tidak lebih dari dua puluh empat
detik!.
Para instruktur KS Jerman kaget bukan main! Mereka lalu bersorak dan
bertepuk tangan riuh, mereka tidak menyangka sama sekali bahwa para
anak-anak dari “kindergarten” yang dididiknya mampu melaksanakan
prosedur alarm, justru jauh lebih cepat dari pada yang dilakukan oleh
anak didik mereka yang asli orang Jerman!.
Kejadian ini disaksikan oleh Laksamana Mochtar, Kayekdakap (Kepala
Proyek Pengadaan Kapal) saat itu (1979), yang kebetulan melaksanakan
kunjungan kerja meninjau Satgas Yekdakasel (Satuan Tugas Proyek
Pengadaan Kapal selam) di Kiel, Jerman, dan beliau tersenyum lebar
sambil manggut-manggut bangga ketika mendengar pujian para instruktur KS
Jerman tentang kelebihan reflex para Awak KS kita, yang merupakan
tinggalan dari hasil didik para instruktur ex Rusia dulu di Whiskey
class!.
Sebagai bukti ketulusan mereka mengakui kemampuan anak-anak
“kindergarten” ini melakukan tugas sebagai awak KS, mereka mengijinkan
dua kelompok
crew inti kasel U-209/1300 kita menggunakan brevet kapal
selam Angkatan Laut Jerman! dengan syarat bahwa brevet tersebut baru
boleh dipakai setelah para Awak KS kita berhasil melayarkan kapal selam
baru kita itu dengan selamat dari Jerman sampai ke Indonesia!.
Aqualung dan pukulan di perut
Untuk mengikuti pelayaran praktek dengan KS tipe U-206 milik Angkatan
Laut Jerman salah satu persyaratannya antara lain adalah harus lulus
dalam pelatihan menyelamatkan diri dari kedalaman air tiga puluh dua
meter tanpa menggunakan peralatan apapun alias cuma bawa diri doang.
Persiapan untuk pelatihan ini dimulai dengan pelajaran berenang di
Tief
Tauch Topf (Kolam Penyelaman Dalam), ULG II, U-boot Rettungs Schule
(Sekolah Penyelamatan Kapal Selam Angkatan Laut Jerman). Kolam ini
sendiri sebenarnya merupakan suatu menara setinggi tiga puluh dua meter
yang dasarnya dapat diangkat, sehingga kedalaman kolam bisa diatur.
Pelajaran kemudian diteruskan dengan menyelam tanpa alat di kedalaman
satu meter (anak kecil juga jago, iya kan?), diteruskan dengan memakai
topeng selam dan peralatan skuba. Sebenarnya pelajaran-pelajaran
tersebut tidak istimewa, semua penyelam yang pernah mengikuti training
POPSI awak KS pasti mengalaminya. Akan tetapi yang tidak biasa bagi awak
KS kita adalah kalau disuruh berenang sambil menyelam dengan
menggunakan aqualung. Berenang melalui antara kaki Instruktur (tinggi
mereka rata-rata seratus sembilan puluh senti lebih, Maklum mereka
adalah prajurit kampfschwimmer (manusia katak) yang pilihan, kalau
disini setara dengan KOPASKA Marinir) yang dikangkangkan dan pada saat
kita lewat lalu tiba-tiba tubuh kita dikempit dengan kedua kakinya lalu
topeng pernapasan kita dilepas paksa. Setelah itu topeng diberikan lagi
kepada kita dan kita harus meniupnya untuk membuang air dari dalam
topeng tersebut lalu baru bisa menghisap napas lagi dari aqualung.
Sementara itu kita sendiri sudah tersedak dan minum air kolam sekitar
kira-kira seperempat liter!
Pelatihan demi pelatihan dikolam tersebut berjalan terus selama dua
minggu dan akhirnya tibalah saat penentuan lulus atau tidak untuk dapat
diijinkan mengikuti pelayaran praktek dengan KS Jerman tipe U-206. Kita
dibawa kedasar kolam yang merupakan simulasi dari ruang kontrol
kapal selam yang tenggelam dan berada didasar laut dikedalaman 32 meter
dan posisinya miring.
Di ruangan tersebut Awak KS kita harus menghisap udara
sebanyak-banyaknya ke dalam paru-paru sebagai bekal untuk melepaskan
diri dari kedalaman tersebut tanpa menggunakan peralatan sama sekali.
Kemudian menunggu aba-aba lalu naik ke
connimg tower yang telah penuh
tergenang air dan membuka pintu luar. Setelah itu awak KS kita harus
keluar menuju ke permukaan air yang jauhnya tiga puluh dua meter di
atas. Dalam perjalanan ke permukaan awak KS kita harus menghembuskan
udara dari paru-paru ke luar, untuk mencegah terjadinya barotrauma paru
paru.
Dalam perjalanan berenang ke permukaan inilah terjadi hal hal yang
tidak pernah diceriterakan ketika pelatihan. Pada setiap perubahan
kedalaman tiap sepuluh meter, pasti ada saja “mahluk-mahluk” guede besar
yang berenang mendekati kita dan terus menerus mengamati kita,
mahluk-mahluk itu adalah para kampfschwimers petugas-petugas ULG I yang
akan memeriksa apakah awak KS kita dalam perjalanan menuju ke permukaan
air menghembuskan nafas terus menerus atau tidak. Bila ada awak KS kita
kedapatan menahan nafas, sudah pasti Mahluk Guede itu tidak segan-segan
akan memukul perut awak KS kita dengan keras dan ikhlas, “bukk…..,”
dan,… uhhukk…, Awak KS kita pasti akan terbatuk serta terpaksa
menghembuskan nafas yang tadinya tertahan.
Rupanya mereka-mereka ini bertugas menjamin bahwa Awak KS kita
menuruti aturan main yang mereka ajarkan. Sebab bila kita menahan nafas
karena takut akan kehabisan nafas saat masih di bawah air, setelah
mencapai permukaan kita akan mengalami penyakit yang disebut dengan
barotrauma paru-paru.
(Catatan buat Warjagers : Penyakit barotrauma paru-paru terjadi
karena gelembung paru-paru kita pecah, hal ini disebabkan karena tekanan
udara yang kita hirup di dalam conning tower di bawah bertekanan besar,
sekitar empat atmosfir, dan setelah kita tiba di permukaan, tekanan
tinggal satu atmosfir, sehingga tidak ada keseimbangan antara tekanan di
dalam gelembung dan di luar gelembung. Ketidakseimbangan inilah yang
akan menyebabkan pecahnya gelembung udara paru-paru kita.)
Masalahnya di sini adalah mukulnya itu lho, keras banget!
U 206 TNI AL
Di tahun 1996 TNI AL kita diprogramkan oleh Pemerintah saat itu untuk
penambahan armada Kapal selam. Setelah sekitar tahun 1993 Armada Kapal
Atas Airnya telah ditambah dengan pembelian beberapa unit Kapal Second
Hand ex Jerman Timur mulai dari Korvet Parchim, Pemburu Ranjau kelas
Condor dan LST tipe Frosch.
Tipe yang diajukan oleh pemerintah adalah KS dari kelas Scorpene
CM-2000 dengan berat 1.600 ton buatan Perancis yang saat itu dibanderol
seharga $ 400jt (dalam keadaan kosong) dan apabila full arnament termasuk
persenjataan seharga $ 600jt per unitnya. KSAL kita saat itu Laksamana
Arief Kushariadi setelah menimbang dan memikirkan, lalu memutuskan untuk
menolak usulan pemerintah tersebut dan lebih memilih untuk mengadakan
KS Second Hand Tipe U206 dengan berat 450 Ton dari Jerman.
Saat itu dengan harga sebesar $ 600jt kita bisa mendapatkan 4 sampai 5
unit KS U206 second tersebut dengan full arnament. Pertimbangannya
adalah sebagai berikut, dikarenakan dalamnya perairan yang bersinggungan
langsung dengan negara-negara tetangga di Kawasan Indonesia bagian
barat adalah rata-rata 40 meter maka akan lebih optimal bila TNI AL
memiliki KS dengan bobot tonase yang rendah.
Sebagai contoh: dengan menggunakan KS type U-209 /1300 yang kedalaman
selam amannya saja minimal 30 meter, Resiko yang akan dihadapi oleh KS
tersebut baik itu resiko kandas karena sempitnya ruang gerak manuver
bawah air sangatlah besar (dengan panjang 59,5 meter, pada kedalaman
selam 30 meter, apabila
trimm ke depan saja sekitar 7 derajat, hidung KS
sudah dipastikan tinggal berjarak sekitar 2 meter saja dari dasar laut,
yang dalam kenyataannya kontur dasar laut itu tidak semuanya rata).
Di tahun 1997 pelaksanaan overhaul dan tropikalisasi KS type U-206 /
450 sebanyak 4 unit (dan belakangan bertambah menjadi 5) kapal, yang
dilaksanakan di galangan HDW (Howaldtswerke-Deutsche Werft) di Kiel,
Jerman mulai dikerjakan. KS kita juga sudah memakai nomer lambung 403,
404, 405, 406, dan 407. Masing-masing pun sudah dinamai, yakni KRI
Nagarangsang (eks U-13), KRI Nagabanda (eks U-14), KRI Bramasta
(eks-U19), dan KRI Alugoro (eks U-20), KRI Cundamani (eks U-21).
Bahkan ketika para ahli dan teknisi dari HDW dan TNSW masih
kebingungan saat mencari
space alias tempat bagi peralatan tropikalisasi
seperti AC, reverse osmosis, kompresor dan ruang pendingin bahan
makanan serta kompresor UTT dublir. Ada perwira KS kita yang sanggup
memberikan saran yang matang dan bahkan sudah dengan perhitungan
kesetimbangan “
Buoyancy equal to Gravity” serta “
sigma moment equal to
zero” saat kapal menyelam. Dan Kebenaran perhitungan Perwira KS kita
tersebut terpaksa mendapat acungan jempol dan diakui oleh Pimpinan team
HDW saat itu (Dipl. Ing.Walter Freitag dan Dipl.Ing.Schuld) dan team
kepala TNSW (Dipl.Ing Klein), dengan disaksikan oleh Pak Aboe dari BPPT
kita, yang sempat berkomentar: “gila, masak Jerman yang nenek moyangnya
pembuat kapal selam masih harus diajari menghitung keseimbangan untuk
melaksanakan modifikasi tropikalisasi kapal selamnya sendiri oleh
kita!”.
|
Kapal Selam Kilo 877 |
Muncul tiba-tiba di dekat KS Armada VII
Kejadian ini merupakan yang terbaru dari tugas-tugas KS kita dalam
menjaga wilayah kedaulatan Indonesia, peristiwa inilah yang sering
dibilang oleh sebagian Warjagers sebagai peristiwa KS kita yang
menyundul KS Nuklirnya Armada ke VII USA. Sebetulnya bukan menyundul
akan tetapi ikut menyembul alias muncul kepermukaan hampir bersamaan.
Singkat cerita saat itu KS kita dari type 877 K4b sedang berpatroli
rutin di bagian terluar wilayah selatan menuju timur perairan kita,
ketika tiba-tiba saja Juru Sonar menangkap suara “baling-baling”
dikejauhan dan suara itu terus mendekat kearah KS kita.
Komandan KS kita yang sigap saat itu langsung memerintahkan agar KS
turun ke kedalaman operasi menuju maksimal dan mengatifkan rezim motor
ekonomis yang noiseless sambil menunggu “Baling-baling” tadi mendekat.
Benar saja, tidak lama kemudian suara baling-baling itu semakin dekat
dan kemudian melewati KS kita. Dari suara baling-baling itu bisa
ditebak kalau yang lewat barusan itu adalah sebuah KS juga, akan tetapi
belum diketahui milik siapa.
Komandan kemudian segera melaporkan kejadian ini ke markas yang
kemudian ditinjak lanjuti ke Pusat dan kemudian keluar perintah agar
terus membayang-bayangi KS asing tersebut. Dan perintah tersebut
dilaksanakan oleh KS kita yang terus membuntuti KS Asing tersebut.
Awalnya Awak KS kita menduga KS asing itu adalah KS Collins nya
Australian Navy, akan tetapi arah berlayar KS asing tersebut tidak
menuju ke Australia sana, melainkan terus menyusuri kedalaman ZEE kita
sampai terus ke selatan Pulau Jawa. Dan mendekati alur ALKI 1 KS itu
berbelok arah menuju lautan lepas Samudra Indonesia.
Kali ini bisa dipastikan kalau KS asing tersebut adalah KS miliknya
Armada VII, benar saja setelah jauh keluar dari ZEE kita KS asing itu
perlahan-lahan mulai berlayar naik ke kedalaman aman, lalu ke kedalaman
periskop hingga setelah merasa aman KS asing itu menyembul kepermukaan
laut dan berlayar di permukaan laut Samudera Indonesia.
KS kita pun tidak mau kalah, menyadari KS asing itu hendak menyembul
ke permukaan, Komandan KS kita juga memerintahkan agar KS kita juga ikut
menyembul tidak jauh dari KS asing itu muncul kepermukaan. Sebagai
tanda dan pembelajaran kalau KS kita sebetulnya telah menguntit KS
mereka sejak lama.
Benar saja, betapa kagetnya para awak KS asing itu ketika tidak
berapa lama setelah mereka muncul kepermukaan laut, tiba-tiba saja ada
KS Indonesia yang ikut-ikutan muncul tanpa bisa mereka deteksi
kehadirannya. Bisa jadi kalau saja perintah dari pusat kepada KS kita
dari awal adalah “mentorpedo” KS asing itu, bisa jadi mereka sudah
wassalam semuanya.
Komandan KS asing itu mungkin karena merasa malu aksinya ketahuan
kemudian berbasa-basi kepada Komandan KS kita mengajak untuk latihan
bersama, yang tentu aja ditolak secara halus saat itu.
Sejak kejadian itu saat transfer karena harus melakukan
tour of duty
alias berpindah tugas sebagai bagian Armada ke VII Pasifik dari Samudra
Pasifik bagian barat dari Yokosuka di Jepang ke Samudera Indonesia di
Guam atau sebaliknya, dengan melalui Selat Bali maupun Selat Lombok di
ALKI 2 maupun melintas Sumadera Pasifik, Laut Seram, Laut Banda di ALKI
3, KS mereka tidak akan berani lagi melakukan
innocent passage dengan
menyelam diam-diam, tetapi sudah sopan meminta izin
clereance dan
berlayar di permukaan, karena mereka tahu bahwa hal tersebut
bertentangan dengan Hukum Laut Internasional dan mereka juga sadar bahwa
aksi mereka itu pasti ketahuan oleh KS Angkatan Laut Republik Indonesia
yang dapat mengamati mereka dan kalau mau bisa saja mentorpedo mereka.
|
KS U209 Cakra |
HMAS Kanimbla hampir ditorpedo
Kejadian ini terjadi saat Konflik Timor-timur lepas dari pangkuan Ibu
Pertiwi. Saat itu KS kita type U 209/1300 yang sedang melaksanakan
patroli di laut timor menangkap
noise suara baling-baling asing yang
bergerak menuju kearah Timor-timur.
KS kita kemudian melakukan infiltrasi secara diam-diam menuju arah
suara baling-baling tersebut, begitu agak mendekat baru ketahuan kalau
asal suara tersebut adalah pergerakan dari beberapa Kapal Atas Air.
perlahan-lahan KS kita naik ke kedalaman periskop dan mengintai malalui
periskop dan ternyata asal suara itu adalah konvoi Kapal Perang
Australia jenis LST HMAS Kanimbla yang saat itu dikawal oleh 2 kapal
Frigate milik Selandia Baru, sedang bergerak melewati terotori wilayah
kita tanpa izin menuju Timor-timur sana.
KS kita terus mendekati konvoi kapal perang tersebut sampai pada
jarak
point blank range torpedo dan sudah dalam posisi siap menembakkan
torpedo. Akan tetapi kehadiran KS kita yang mengintai itu ke
-detect oleh 2
fregat pengawal HMAS Kanimbla akan tetapi kedua fregate itu tidak bisa
men
-detect posisi yang jelas dari KS kita saat itu ada di mana.
Saat itu pula kedua Frigate pengawal sudah siap-siap mengambil
stance
posisi tempur bertahan. Sementara itu di saat yang bersamaan HMAS
kanimbla mengadu kepada induk semangnya tentang posisinya yang terancam
dan mau ditorpedo itu dan Jakarta langsung ditelepon.
Hasilnya jelas, KS kita tipe U209 itu akhirnya keluar ke permukaan
dan terus membayang-bayangi konvoi Kapal Perang tersebut hingga mereka
merapat ke Dili timor-timur.
Setelah konflik keberanian awak KS kita itu diapresiasi oleh Sonotan.
(Closer to home, the mischief-making potential of submarines was
highlighted in a little-reported incident during the Interfet operation
to East Timor in September 1999, when Australia was just one
miscalculation away from war with Indonesia. As an Australian-led convoy made its way to Dili, two New Zealand
frigates went to action stations after detecting an Indonesian submarine
aggressively challenging the convoy. Urgent signals went back to
Canberra. In turn, a flurry of diplomatic and political messages went to
Jakarta, warning against any threat to the allied ships. The issue was resolved when the Indonesians withdrew the submarine,
but not before it caused “enormous consternation here in Canberra”, says
Andrew Davies, the author of the ASPI report.)
Bersambung…
“Wira Ananta Rudhiro”
“Jalesveva Jayamahe”
“NKRI harga mati!”
by:
Pocong Syereem (
warjager)