Sabtu, 11 Juni 2016

Vietnam Akan Beli Tiga Unit Pesawat CN-295


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiL54yjGiCtIWRFuvZ3dRLg1f15m4QQeid_bXCk1H2CQ3NLJ8JJ5U3di90v4RjWB_iBm6CcXSt1SYwOd_65BB9eUJLJ8-FBw0FjTQF4v4UOCW2FtbGetK-K1RJNvtqKgKmAf3TYyWKJKCA/w639-h425-no/C-295M_AM+Zaragueta.jpgPemerintah Vietnam semakin serius untuk membeli pesawat jenis CN-295 dari PT Dirgantara Indonesia. Hari Jumat (10/06) ini, Menteri Keamanan Publik Republik Sosialis Vietnam, To Lam, mengunjungi Wakil Presiden RI Jusuf Kalla di Kantor Wapres, untuk membahas kerja sama pembelian CN-295.

Deputi Wakil Presiden bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan, Dewi Fortuna Anwar, menjelaskan bahwa Vietnam telah menandatangani kontrak kerja sama pembelian alutsista sejak tahun 2013 lalu. Vietnam memesan tiga pesawat jenis CN-295.

Saat ini, PT Dirgantara Indonesia tengah menyiapkan mekanisme pembiayaan lewat bank,” kata Dewi.

Pada awal Juni lalu, Jusuf Kalla telah melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Perdana Menteri Vietnam, Trinh Dinh Dung, di sela-sela World Economic Forum (WEF) on ASEAN 2016 di Kuala Lumpur, Malaysia. Salah satu topik pembahasan dalam pertemuan itu adalah rencana Vietnam untuk membeli CN-295. Namun ketika itu, belum dijelaskan tentang jumlah unit yang akan dibeli oleh Vietnam.

   Republika  

[Foto] Simulasi Pembebasan Sandera

Latihan sebelum RIMPAC 2016



Tim Visit Board Search and Seizure (VBSS) Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Diponegoro (DPN)-365 berhasil melumpuhkan perompak dan bebaskan sandera dalam simulasi di kapal yang berlabuh di pelabuhan Jayapura, Kamis (9/6). Latihan itu salah satu rangkaian yang akan diperagakan dalam The Rim of The Pacific (Rimpac) 2016 di Hawaii, Amerika Serikat pada Juni-Juli 2016. (ANTARA FOTO/Indrayadi TH)
[​IMG]

Simulasi Pembebasan Sandera, Dua regu tim Visit Board Search and Seizure (VBSS) Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Diponegoro (DPN) - 365 bersiap membebaskan sandera dalam simulasi di kapal yang berlabuh di pelabuhan Jayapura, Kamis (9/6/2016). Latihan itu salah satu rangkaian yang akan diperagakan dalam The Rim of The Pacific (Rimpac) 2016 di Hawaii, Amerika Serikat pada Juni-Juli 2016. (ANTARA FOTO/Indrayadi TH)
[​IMG]

KRI Diponegoro-365Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Diponegoro (DPN)-365 sandar di pelabuhan Jayapura, Papua, Rabu (8/6/2016). KRI DPN-365 di Jayapura untuk mengisi bahan bakar dan kemudian melanjutkan perjalanan mengikuti latihan bersama multilateral bertajuk The Rim of The Pacific (Rimpac) 2016 di Hawaii, Amerika Serikat pada Juni-Juli mendatang. (ANTARA FOTO/Indrayadi TH/pras/16)
  Antara  

[World] Vietnam Develops Anti Ship Missile

Vietnam paddles its own Kayak https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-syBSpXVk9xc0x1nRBYyzGRrmbL3HsWZZ3giHw5qXQyhKTXvbhH0KE3J8jc29CwqauQMY2G9Bdy2zgh0_qVHKe62ttDowDhbc37DZy32VUzLAj1n_dA03bLVP7h7iYqMIPINjkdW9B-Y/s280/anh-qs-an-tuong-tuan-ten-lua-kct-15-cua-viet-nam.jpgKCT-15 anti-ship missile (Kienthuc)

Vietnam has become the second Asia-Pacific nation, it would appear, to embark on the indigenous production of a missile based on the Russian Zvezda-Strela 3M24 Uran (SS-N-25 Switchblade). The first is North Korea, which has previously shown footage of a missile that closely resembles the Russian medium-range anti-ship weapon.

Unlike Pyongyang, however, Hanoi has been at least slightly more forthcoming as to the nature of its own programme. The Vietnamese variant of the missile is designated the KCT 15 and is the result of technology transfer from Russia. Whether this represents a full production capacity, or licensed final assembly, or something in between, has yet to become clear. Vietnam and Russia began to discuss local ‘manufacture’ of the 3M24 in 2011–12. Zvezda-Strela, the design house behind the 3M24, is part of Russia’s Tactical Missiles Corp.

The initial acquisition of the 3M24 from Russia was aimed at improving the anti-surface warfare capacity of the Vietnam People’s Navy. Regional maritime tensions are propelling naval weapons-programme acquisitions. Vietnamese manufacture of its version of the 3M24 will help develop local industry and likely simplify logistics support. The unit cost of a round will probably be reduced.

How North Korea acquired the technology to support its programme, possibly known as the KN-01, has yet to be ascertained.

The KCT 15 was first shown publicly in late 2015 as part of a display of defence technology that also included air defence surveillance radar. The missile was shown alongside a twin launcher for surface vessels. The Vietnamese navy already operates the 3M24, with the missile providing the main anti-ship armament of the Gepard-class frigate. The navy operates two of this class at present with a further two under construction. The Switchblade is also the main armament of the navy’s six Tarantul V fast missile boats, as well as its single BPS-500 corvette.

The active radar-guided 3M24 is in service with a number of nations apart from Russia, including India and Algeria. An air-launched variant, the Kh-35 (AS-20 Kayak) has also been integrated on helicopters and on fixed-wing aircraft for the maritime strike role. Work on the basic 3M24 began in the early 1980s and it had a maximum range of 130km, but some local press reports suggest the KCT 15 has around double this range.

There has also been a suggestion in the media that the licence agreement with Russia covers three versions of the missile. These could conceivably cover the air-launched Kh-35 and also the coastal defence variant, the 3K60 Bal, known in the West as the SSC-6 Sennight.

The KCT 15 that was put on display differed from the basic 3M24 in that there was no inlet duct between the mid-body wing for the turbofan engine. An upgraded air-launched variant, known as the Kh-35U, has a revised layout for the engine, which is repositioned in an enlarged rear-fuselage section. This provides for greater fuel capacity and extends the missile’s maximum range. The KCT 15 shown, however, did not correspond to this configuration. A further option is that the design has a flush intake, although this was not visible on the missile displayed.

 ♖ IISS  

Gannet TNI AL

✈ Si Gembul Pemburu Kapal Selam✈ Sumber gambar: Rangga Baswara Sawiyya

Seperti halnya TNI AU, TNI Angkatan Laut pernah merasakan satu dasawarsa memilki alutsista yang disegani di belahan Selatan pada dekade 1960-an. Di laut TNI AL diperkuat kapal penjelajah kelas Sverdlov dan kapal selam kelas Whisky, sedangkan di udara hadir pembom torpedo Il-28T dan helikopter Mi-4 ASW serta AS.4 Gannet.

Embrio kekuatan udara TNI AL terbentuk ketika Staf Penerbangan di bawah Staf Operasi Mabesal diresmikan pada 4 Februari 1950. Lembaga ini kemudian disempurnakan menjadi Dinas Penerbangan ALRI (Dispenerbal) pada 17 Juni 1956. Menyadari memiliki tanggung jawab untuk menjaga wilayah laut RI yang luas, Penerbal mulai berpikir memiliki kekuatan udara untuk mengawasi dan menjaganya dari gangguan kapal permukaan maupun kapal selam asing.

Pertengahan tahun 1950-an Indonesia mulai melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat untuk mendapatkan pesawat terbang intai maritim Grumman S-2F Tracker. Namun sayang keinginan tersebut ditolak karena pada saat itu sedang terjadi masalah politik internal didalam negeri AS.

Gagal mendapatkan Tracker, Penerbal mengincar pesawat Gannet buatan Fairey, Inggris. Gayung bersambut, Pemerintah Inggris memberikan sinyal lampu hijau. Tahun 1957 kontrak pembelian Gannet pun ditandatangani. Dua tahun kemudian, TNI AL segera mengirimkan para kadetnya untuk belajar menerbangkan Gannet langsung di pabriknya di White Waltham. Di antara yang dikirim adalah Eddy Tumengkol, Subadi, Kunto Wibisono, dan Budiarto. Sementara kadet TNI AL lainnya belajar menerbangkan jet latih Vampire milik RAF di Oakington. Di antaranya Lmd Cokrodirejo dan Hamami. Kelak mereka diperbantukan kepada AURI untuk menerbangkan pesawat Vampire selain melatih pilot baru.

 Berbasis kapal induk

Sumber gambar: TNI ALSejatinya Gannet merupakan pesawat yang dioperasikan dari kapal induk. Dengan sayap utama yang bisa dilipat serta memiliki kail pengait di bawah ekor untuk pendaratan. Namun Indonesia tidak memperoleh varian ini karena Gannet untuk TNI AL adalah versi AS.1 & T.2 bekas pakai Royal Navy – Fleet Air Arm. Pesawat ini telah dimodifikasi dan diupgrade menjadi varian setara tipe AS.4 & T.5 menggunakan mesin yang lebih bertenaga namun sayap utama menjadi model tetap alias tidak bisa dilipat.

Dari 18 Gannet yang dimiliki TNI AL, dua unit merupakan versi latih yakni model T.5 dan sisanya versi ASW (antikapal selam). Untuk tipe AS.4 yang perannya sebagai pemburu kapal selam dilengkapi torpedo yang tersimpan dalam bomb bay di perutnya yang gendut. Selain itu pesawat ini juga dipersenjatai roket tanpa kendali yang menggantung di sayap utama serta rumah radar pencarian yang bisa ditarik ke dalam perut pada bagian bawah belakang pesawat. AS.4 diawaki tiga orang yaitu pilot, navigator merangkap observer yang berada dalam satu ruang, dan operator radio-radar di kokpit terpisah dengan posisi duduk menghadap kebelakang ekor pesawat.

Gannet didukung mesin turboprop Double Mamba (populer dengan sebutan Twin Pac) buatan Armstrong-Siddeley. Mesin ini menggerakkan baling-baling model tumpuk yang berputar berlawanan arah (contra rotating). Mesin ini memiliki kelebihan karena salah satu mesin dapat dimatikan untuk penerbangan jelajah ekonomis. Atau, jika salah satu mesin gagal bekerja maka pesawat tidak akan mengalami masalah serius dalam penerbangan. Fairey had pioneered the twin pac concept starting before World War II with the P.24 Prince double piston engine, which had been test-flown in a Fairey Battle light bombe.

 Langsung menuju palagan


sumber gambar: Rangga Baswara SawiyyaDua pesawat dari pengiriman pertama tiba di Surabaya pada tahun 1960 dan berangsur-angsur disusul pesawat berikutnya hingga total genap menjadi 18 unit. Pesawat bernaung di Skuadron Udara 100 antikapal selam berhome–base di Morokrembangan, Surabaya. Belum genap dua tahun berdinas AS.4 Gannet dilibatkan dalam operasi Trikora. Pesawat dikirim ke wilayah timur untuk mengawasi dan melindungi laut sekitar Sulawesi hingga Laut Banda dengan berpangkalan di Liang, Ambon.

Selepas Trikora yang selesai dengan perundingan damai, Gannet ditarik ke sarangnya. Sayang, sebuah Gannet mengalami kecelakaan di sekitar Ambon waktu menjalani penerbangan malam dari Mapanget, Manado ke Liang, Ambon. Pesawat baru ditemukan secara tak sengaja setahun kemudian di Gunung Salahatu.

Tak sempat beristirahat lama, Gannet kembali memenuhi panggilan tugas dalam operasi Dwikora antara 1964 – 1966 untuk mengawasi perairan di sepanjang perbatasan Singapura hingga Selat Karimata. Pesawat ditempatkan di Tanjung Pinang. Gannet juga terbang dari Denpasar, Bali guna memantau pergerakkan kapal lawan di wilayah selatan Samudra Hindia. Seperti bak senjata makan tuan, Inggris harus menghadapi senjata buatannya sendiri. Dengan digunakananya Gannet oleh TNI AL makin membuat Inggris berang, hingga memutuskan pasokan suku cadangnya. Dalam konflik ini Inggris juga menggunakan Gannet AEW.3 yakni versi Airborne Early Warning yang dioperasikan oleh Fleet Air Arm, Squadron No.849.

Dengan pecahnya pemberontakan PKI September 1965 yang berujung dengan bergantinya kekuasaan Pemerintahan RI, konflik bersaudara dengan Malaysia berakhir damai di atas meja perundingan. Meskipun hubungan diplomatik dengan Inggris telah kembali normal, tapi suku cadang pesawat Gannet TNI AL tak mendapatkan gantinya. Lambat laun kinerja pesawat mulai menurun dan dengan terpaksa Dispenerbal akhirnya melakukan kanibalisasi agar pesawat tetap bisa operasinal.

Awal tahun 1970-an diputuskan seluruh Gannet tersisa harus beristirahat panjang. Walau dalam dua operasi militer yang dijalaninya Gannet tak pernah melepaskan senjatanya untuk melumat lawan, namun Si Gembul memasuki masa purna bakti dengan terhormat sebagai veteran perang sejati. Beberapa Gannet kini dapat dijumpai dalam bentuk monumen. Salah satunya adalah di Museum Satria Mandala, Jakarta. [Rangga Baswara Sawiyya]
 

  Angkasa  

Test Flight Pesawat Tempur Sukhoi Ex Overhaul Berjalan Sukses

Pesawat Su-30Mk2 TS-3006 (kaskus militer)

Mesin jet tempur Sukhoi SU-30 MK2 meraung-raung tepat di langit Lanud Sultan Hasanuddin, Selasa (7/6), burung besi canggih super sonic itu pun bergerak cepat melesat dengan berbagai manuver. Test flight satu unit pesawat tempur Sukhoi SU-30 MK2 tail number TS-3006 yang dilaksanakan selama sehari. Sukhoi TS-3006 yang sebelumnya menjalani perawatan tingkat berat di Belarusia dan tiba di Lanud Sultan Hasanuddin pada 26 Mei lalu, kemudian menjalani perakitan di Skadron Teknik 044 oleh tim teknisi langsung dari Rusia bekerjasama dengan para teknisi dari Skadron Teknik 044 Lanud Sultan Hasanuddin berjalan lancar dan tepat waktu sesuai rencana.

Pesawat tempur Sukhoi SU-30 MK2 made-in Komsomolsk-na Amure Aircraft Production Association, Rusia itu, sengaja melakukan test flight guna meyakinkan seluruh fungsi teknis berjalan dengan normal, pasca perakitan kurang lebih dua Minggu, selanjutnya melaksanakan test flight, dimulai dengan pelaksanaan briefing penerbangan yang dihadiri Komandan Lanud Sultan Hasanuddin Marsma TNI Nanang Santoso beserta Staf, 2 pilot test flight dan crew pesawat dari Rusia masing-masing Danis dan Pavel, para penerbang tempur Skadron Udara 11, serta petugas PLLU dan Meteorologi Lanud Sultan Hasanuddin.

Test Flight pesawat tempur canggih super sonic itu, dilakukan 2 shorty, pertama dipiloti penerbang Rusia Danis dan Pavel, kemudian pada shorty kedua dipiloti langsung Komandan Skadron Udara 11 dan Komandan Wing 5. Test flight Sukhoi TS-3006 kurang lebih selama 1 jam, dilaksanakan tepat di atas ruang udara Lanud Sultan Hasanuddin dan sekitarnya, dengan melaksanakan beberapa manuver di udara tersebut disaksikan langsung para Kepala Dinas serta Pejabat Staf Lanud Sultan Hasanuddin, tak lupa gemuruh tepuk tangan mengiringi test flight Sukhoi yang berjalan lancar dan sukses.

   Laras Post  

Jumat, 10 Juni 2016

RI Tekankan Penyelesaian Damai Sengketa Laut China Selatan

Garis Merah adalah wilayah sengketa di Laut China Selatan yang melibatkan Tiongkok dan sejumlah negara-negara di Asean. (AFP Photo)

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno LP Marsudi djadwalkan menghadiri pertemuan tingkat menteri luar negeri kelompok negara Asean dan Tiongkok, pada 13-15 Juni 2016, di Tiongkok. Salah satu agenda yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut adalah masalah Laut China Selatan.

Menurut Direktur Mitra Wicara Intrakawasan Asean Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Derry Aman, Indonesia akan menekankan penyelesaian secara damai sengketa Laut China Selatan melalui proses hukum dan diplomatik.

Dari sekian banyak elemen, yang paling utama dan penting menurut Indonesia ya penyelesaian Code of Conduct (CoC) sesegera mungkin, sehingga implementasi Declaration of Conduct (DoC) bisa dicapai,” ujar Derry di Jakarta, Kamis (9/6).

Ia menegaskan bahwa prinsip dasar Indonesia terkait sengketa itu tidak akan berubah dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang.

Derry juga menambahkan, Indonesia akan mencoba menekankan ke semua pihak untuk menahan diri tidak melakukan provokasi atau hal apapun yang bisa memperburuk situasi di lapangan.

Pertemuan khusus ini, lanjut dia, bertujuan menyamakan pandangan dan melakukan pembahasan khusus dengan pihak Tiongkok. Oleh karena itu tidak akan ada penyampaian joint statement terkait arbitrase Filipina dalam pertemuan itu.

Menurut dia, hal tersebut tidak mudah dilakukan karena setiap negara anggota Asean pasti mempunyai pandanga sendiri. Walau begitu Indonesia beranggapan, Asean perlu mengeluarkan pendapat terkait arbitrase.

Pertemuan ini khusus. Pada Juli nanti ada KTT reguler ASEAN-Tiongkok. Pertemuan para menlu ini juga menandai peringatan 25 tahun kerja sama dan kemitraan antara Asean-Tiongkok,” kata Derry.

Dalam rangka peringatan 25 tahun hubungan Asean dan Tiongkok akan diadakan education exchange year atau pertukaran pelajar dan pemuda antar Asean dan Tiongkok.

Hubungan people to people, awareness di antara dua masyarakat Asean dan Tiongkok, dan peningkatan pendidikan juga menjadi concern kami,” pungkas Derry.

Dia menambahkan, bahwa pada 2017 juga diusulkan Asean-Tiongkok tourism cooperation year yang bertujuan meningkatakan kunjungan wisatawan antar Asean dan Tiongkok.

Gagasan ini juga salah satu yang dikejar Indonesia dalam rangka meningkatkan jumlah wisatawan asing ke Tanah Air,” terang Derry.

 Sesuai Hukum Internasional 

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) secara tidak langsung menegaskan bahwa posisi Indonesia netral terkait konflik perebutan wilayah di Laut China Selatan.

Indonesia, ungkapnya, hanya menginginkan masalah perebutan wilayah tersebut bisa segera terselesaikan dengan mengacu pada hukum internasional yang berlaku.

"Posisi kita agar masalah ini bisa diselesaikan secara hukum internasional, dalam hal ini UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982). Itu yang paling baik dan yang paling tepat dipakai," kata JK di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (10/6).

Namun, JK mengakui bahwa Tiongkok tidak menawarkan solusi untuk menyelesaikan konflik itu. Oleh karena itu, memang membutuhkan kesepakatan dan kesamaan pandangan antar negara di Asia Tenggara (Asean) terkait penyelesaian konflik yang melibatkan lima negara tersebut.

Posisi Indonesia tersebut diungkapkan JK, menjawab permintaan dukungan Menteri Public Security, Republik Sosialis Vietnam, To Lam mengenai konflik Laut China Selatan.

Untuk diketahui, To Lam beserta rombongan bertemu dengan Wapres Jusuf Kalla ke kantor Wapres, pada Jumat (10/6) siang. Namun, dengan alasan ada agenda lainnya, yang bersangkutan enggan memberikan pernyataan ke media terkait pertemuan yang berlangsung kurang lebih satu jam tersebut.

Deputi bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan, Dewi Fortuna Anwar mengungkapkan kehadiran To Lam membicarakan beberapa hal, mulai dari kerjasama perdagangan kedua negara, masalah batas laut, nelayan, pembelian pesawat sampai masalah Laut Tiongkok Selatan.

Kemudian, Dewi mengungkapkan dalam pertemuan tersebut To Lam menyampaikan kepada JK agar Asean bersatu dalam konflik Laut Tiongkok Selatan.

"Mengharapkan masalah Laut China Selatan, Asean bisa bersatu. Filipina kan ajukan ke PAC (Pengadilan Arbitrase Internasional). Dia berharap supaya Asean bulat," kata Dewi Fortuna di kantor Wapres, Jakarta, Jumat (10/6).

Namun, ungkap Dewi, permintaan tersebut ditanggapi JK dengan mengatakan bahwa persoalan Laut Tiongkok Selatan harus mengacu pada hukum internasional.

Konflik Laut China Selatan memang pernah menjadi topik yang diangkat JK dalam konferensi internasional. Dalam sambutannya di Boao Forum for Asia (BFA), Maret lalu, dia menekankan perlunya menjaga perdamaian di kawasan Asia, termasuk perdamaian di Laut Tiongkok Selatan karena menyatukan pusat-pusat ekonomi yang paling penting di dunia, yaitu ASEAN, Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.

Apalagi, lanjutnya, lebih dari US$ 5 triliun setiap tahunnya dihasilkan dari transaksi perdagangan di wilayah Laut Tiongkok Selatan.

Menurut JK, kemajuan atau pertumbuhan ekonomi hanya dapat dicapai jika ditopang dengan stabilitas keamanan. Oleh karena itu, dia menekankan untuk menjaga perdamaian Laut China Selatan.

Sebelumnya, JK sempat melontarkan solusi berupa pengelolaan bersama kekayaan alam yang terpendam dalam Laut Tiongkok Selatan. Hal itu disampaikannya usai menerima Ketua Asian Peace and Reconcilitation Council (APRC/Dewan Rekonsiliasi dan Perdamaian Asia), Surakiart Sathirathai, bulan Februari lalu.

JK mengaku percaya bahwa solusi ekspolarasi bersama dapat diterima oleh Tiongkok, mengingat negeri tirai bambu tersebut adalah negara industri sehingga pasti menginginkan jalur perdagangannya lancar.

"Menurut saya Tiongkok bukan niatnya untuk menguasai wilayah itu secara kekuatan. Pasti ingin jalur itu damai. Kalau tidak damai macam mana, pasti ekspor Tiongkok langsung drop (menurun). Bahwa di situ mungkin ada kekayaan alam yang ingin diekspolitasi. Oleh karena itu, jalan yang terbaik ialah bekerja bersama untuk eksplorasi sesuai dengan wilayah masing-masing," kata JK.

Ketika itu, Surakiart meminta JK untuk menengahi atau menjadi juru runding konflik perebutan wilayah di Laut Tiongkok Selatan antara Tiongkok, Vietnam, Malaysia, Brunai Darussalam dan Taiwan.

   Berita Satu  

Korps Marinir Mendapatkan 8 RM-70 Vampir MLRS

RM Multi Launch Rocket System (MLRS) Kaliber 122 MM Vampire, kendaraan tempur peluncur roket terbaru yang dimiliki Korps Marinir. Ada delapan unit kendaraan tempur RM Multi Launch Rocket System Kal.122 MM Vampire sebagai bagian pembangunan kekuatan Korps Marinir guna memenuhi standar kekuatan pokok minimum. Pelatihan penggunaan alutsista ini dilakukan di lapangan apel Yonroket-1 Mar Kesatrian Sutedi Senaputra Karangpilang, Surabaya, Jumat (10/6). (RMOL)

Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal TNI (Mar) Buyung Lalana, S.E, yang diwakili Komandan Pasmar-1 Brigadir Jenderal TNI (Mar) Lukman, S.T., M.Si (Han), membuka pelatihan RM Multi Launch Rocket System (MLRS) Kal.122 MM Vampire, di lapangan apel Yonroket-1 Mar Kesatrian Sutedi Senaputra Karangpilang, Surabaya. Jumat (10/06/2016).

Kegiatan yang dihadiri Dankodikmar Kolonel Marinir I Made Santoso, Wadan Pasmar-1 Kolonel Marinir Siswoto, Aslog Dankormar Kolonel Marinir Suherlan, para Asisten Danpasmar-1, Danpusdik Artileri Kolonel Marinir F. Simanjorang, Dankolak/Satlak Pasmar-1 serta dihadiri oleh Tim Instruktur dari Excalibur Army.

MLRS RM 70 Vampir (Excaliburarmy)

Dalam amanatnya Dankormar yang dibacakan Danpasmar-1, menyampaikan dengan kehadiran 8 unit kendaraan tempur RM Multi Launch Rocket System Kal.122 MM Vampire yang baru di jajaran Korps Marinir, merupakan realisasi upaya dalam pembangunan kekuatan Korps Marinir guna memenuhi standar kekuatan pokok minimun.

Modernisasi Alutsista menjadi keharusan dan tuntutan sehingga akan lebih efektif dalam pencapaian tugas pokok dan fungsi TNI dalam menghadapi segala ancaman, dengan kekuatan yang tangguh dan modern maka Korps Marinir akan mampu memberikan daya tangkal yang tinggi serta berkontribusi dalam upaya mendukung kebijakan pemerintah mewujudkan Indonesia sebagai “Poros Maritim Dunia”.

Sehubungan dengan kedatangan Alutsista baru tersebut, maka Korps Marinir menyiapkan calon pengawaknya sebelum proses penggunaan, pelatihan calon awak RM Multi Launch Rocket System Kal.122 MM Vampire dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan tentang teknis pengoperasian dan perangkat pendukungnya sesuai dengan tugas dan jabatan masing-masing, dengan harapan para peserta pelatihan dapat mengetahui karakteristik seluruh komponen material RM Multi Launch Rocket System Kal.122 MM Vampire sehingga nantinya mampu merawat dan memeliharanya untuk kesiap siagaan operasi dalam menghadapi setiap tantangan tugas.” tegasnya.

Sementara itu, Danmenart-1 Mar Letkol Marinir Ainur Rofiq sebagai Ketua pelaksana pelatihan RM Multi Launch Rocket System Kal.122 MM Vampire menyampaikan waktu pelatihan akan dilaksanakan dari tanggal 12 Juni 2016 sampai dengan 30 Juli 2016, di Karangpilang Surabaya dan Karang Tekok Asembagus, dengan materi yang disiapkan yaitu Kelas Pimpinan Penembakan, Kelas Awak Pucuk, Kelas Peninjau Depan, Kelas Komunikasi dan Kelas Montir.

Selain 8 unit kendaraan tempur RM Multi Launch Rocket System Kal.122 MM Vampire dalam pelatihan ini, juga dilibatkan kendaraan tempur pendukung lainnya yang baru yaitu Battalion Combat Vihicle 1 unit, Ammunition Vehicle 2 unit, Recovery Vehicle 1 unit dan Fuel Tank Vehicle 1 Unit.” ujarnya.

   Marinir  

Pesawat Casa TNI AL Tergelincir

di BatamPesawat Casa U-621 milik TNI AL tergelincir di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau pada Jumat (10/6) pagi. Insiden itu membuat sejumlah penerbangan terganggu.

Pesawat Casa U-621 milik TNI AL tergelincir di Bandara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau pada Jumat (10/6/2016) pagi. Insiden itu membuat sejumlah penerbangan terganggu.

Pesawat itu tengah dalam proses mendarat saat insiden itu terjadi. Pesawat tiba-tiba keluar landas pacu dan menuju ke lapangan rumput di sisi landas pacu. Belum diketahui siapa penerbang pesawat itu dan apa misi yang tengah dijalaninya.

Insiden itu membuat sedikitnya tiga penerbangan rute Batam-Jakarta dan sebaliknya terhambat.

Pengelola bandara harus memastikan areal landas pacu bersih dari sisa insiden sebelum kembali mengizinkan pesawat lain lepas landas atau mendarat.

Pengelola bandara dan TNI AL bersama-sama mengevakuasi pesawat casa itu ke apron bandara dekat areal kargo. Setelah evakuasi berhasil, penerbangan kembali lancar.

Sementara sejumlah anggota TNI AL berusaha memperbaiki pesawat itu. Pesawat sudah diparkir di apron bandara saat proses perbaikan dilakukan.

   Kompas  

Joint air operations need improvement

The more you train, the better you perform,” wise men say. The same principle could be applied to the Indonesian Air Force in its attempt to improve its performance.

The week-long Sikatan Daya 2016 war exercise held recently by the Second Air Force Operation Command (Koopsau II) in Kalimantan revealed that Air Force operations needed improvement.

Air Force Chief of Staff Marshal Agus Supriatna has called for better joint air operations after witnessing the war exercise at the Dwi Harmono Maluka Baulin air weapon range in Kurau district, Tanah Laut, Banjar Baru, South Kalimantan.

The war exercise peaked with the Sikatan Daya 2016 exercise, which was held from May 25 until June 2.

Today’s evaluation shows that air operations are not maximally conducted. When a Sukhoi [jet fighter] attacked a target, for example, the strike and timing was not fast enough,” Agus said.

He said the recent air operation would be evaluated and the result would be used as input for the Air Force’s Angkasa Yudha exercises in September this year.

Koopsau II commander Rear Marshal Dody Trisunu said the Sikatan Daya exercise was indeed held to test the capabilities of personnel, including their mastery of doctrine, techniques and tactics as well as their readiness for air operations as their main task.

Dody said Koopsau II had a limited number of aircraft and primary equipment for air defense, especially considering the vast territory it oversaw, including border areas.

Yet we will continue safeguarding our sovereign territory from the air,” Dody said.

The war exercise saw the deployment of a number of jet fighters such as Sukhois, F16s and Supertucanos. During the exercise, the jet fighters fired upon targets using bombs, rockets and guns.

During the exercise, a simulation on airlifting victims by the search and rescue team using helicopters was also conducted.

Hundreds of local residents went to the exercise site, but were kept 2 kilometers from spots where the bombs and rockets were being dropped. They applauded when a 250-kilogram bomb exploded, causing a loud noise and strong tremors. Other exercises included a shooting exercise and equipment handling.

One day before, an air show was held at Tjilik Riwut Airport in Palangkaraya, Central Kalimantan, presenting A-29 Supertucano and T-50i Eagle Gold jet fighters. It was also open to the public.

The exercise involved 730 personnel and 33 aircraft, including 24 jet fighters. The remaining nine comprised reconnaissance/transporting aircraft and helicopters.

   The Jakarta Post  

Pindad Akan Produksi Rudal Anti Serangan Udara

Gandeng EropaIlustrasi RHAN 122

PT Pindad (Persero), akan memproduksi 2 tipe peluru kendali atau rudal. Selama ini, kebutuhan rudal pertahanan masih bergantung pada produk impor.

Direktur Utama Pindad, Silmy Karim, mengungkapkan bahwa pihaknya akan memproduksi 2 jenis rudal, yakni rudal anti serangan udara dan rudal jarak pendek. Untuk teknologinya, BUMN senjata ini akan bekerja sama dengan 2 negara Eropa yakni Swedia dan Prancis.

"Kita ada punya rencana ke rudal anti serangan udara, kerja sama dengan Swedia, kita sedang kolaborasi kemungkinan kerja samanya, yang jelas kita akan sama mereka. Dalam 2 tahun semoga bisa (produksi)," jelasnya kepada detikFinance, di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (9/6/2016).

Sementara untuk rudal jarak pendek, perusahaan yang bermarkas di Bandung ini akan bekerja sama dengan produsen senjata asal Perancis. Jangkauan tembak rudal yang ditawarkan negara itu mencapai 40 kilometer (km).

Untuk memproduksi bahan pendorong rudal berupa propelan, sambung Silmy, Pindad akan menggandeng PT Dahana (Persero), yang selama ini aktif memproduksi bahan peledak komersial.

"Propelan nanti Dahana produksi yah kita kan ambil (beli). Tapi rencananya kita akan gabung kok produksi propelan dengan Dahana," tutupnya. (feb/feb)

   detik  

★ Pindad Produksi Pistol Premium Baru untuk Sipil

Berapa Harganya?Pistol G2 Premium (Rachman Haryanto/Detik)

Produsen senjata, PT Pindad (Persero), baru saja mengenalkan 4 produk barunya. Salah satunya yakni senjata genggam G2 Premium. Pistol ini merupakan pengembangan dari pendahulunya, G2 Combat dan Elit yang biasa dipakai personel militer organik.

Direktur Utama Pindad Silmy Karim mengungkapkan, harga yang ditawarkan untuk G2 Premium yakni sebesar Rp 35 juta/pucuk. Pistol G2 Premium lebih diperuntukkan untuk olahraga tembak.

"Harganya G2 Premium Rp 35 juta," kata Silmy ditemui di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (10/6/2016).

Lantas bagaimana cara membelinya?

Silmy menjelaskan, distribusi pistol G2 Premium ini hanya terbatas untuk anggota TNI Polri. Namun untuk masyarakat sipil, setidaknya harus bergabung dengan Perbakin (Persatuan Penembak Indonesia) untuk jadi anggota dan sertifikasi penggunaan senjata api.

"Jadi kalau di kita untuk dalam negeri itu terbatas Kemenhan, Polri, TNI atau lembaga yang diizinkan untuk membeli. Perbakin adalah salah satunya yang kita yang berikan," ujarnya.

G2 Premium sendiri memiliki munisi kaliber 9 mm dengan jarak tembak efektif 25 meter. Dengan berat 1,05 kg, pistol ini memiliki kapasitas magasin 15 butir amunisi.

Silmy mengungkapkan, khusus untuk pistol G2 Premium, pihaknya telah menandatangani kesepakatan penjualan dengan Perbakin (Persatuan Penembak Indonesia) sebanyak 2.000 pucuk.

"Kesepakatan sebenarnya 10.000 pucuk, tapi tahap awal 2.000 dulu sampai mereka habis (terjual). Kisarannya Rp 350 miliar dalam 3 bulan sudah bisa dikirim," ungkap Silmy. (drk/drk)

   detik  

Pindad Berencana Bangun Pabrik Senjata

Di 2 Negara Timur Tengah[Rachman Haryanto]

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) produsen persenjataan, PT Pindad (Persero), tengah menjajaki membangun fasilitas produksi di 2 negara Timur Tengah. Pabrik tersebut direncanakan untuk memproduksi kendaraan tempur dan senapan.

Direktur Utama Pindad, Silmy Karim, mengungkapkan rencana tersebut mengemuka setelah BUMN tersebut ditawari untuk menjadi 'operator' produksi peralatan militer di 2 negara yang masih dirahasiakan tersebut.

"Ada 2 negara Timur Tengah yang ingin kita buat pabrik senjata Pindad di sana. Jadi kita ditawari manfaatkan fasilitas produksi di sana," katanya ditemui di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (9/6/2016).

Silmy berujar, fasilitas pabrik nantinya akan ditanggung oleh 2 negara bersangkutan. Pihaknya hanya memberikan lisensi dan bantuan tekhnis dalam proses pembuatan senjata seperti senapan dan kendaraan lapis baja.

"Mereka yang investasi, kita hanya kasih license, sistem kerja, prosedur, maupun sumber daya manusianya. Ini baru pertama kalinya, negosiasi pertama juga dibantu Kementerian Pertahanan karena ada kerjasama G to G," jelasnya.

Dia mengungkapkan, lebih untuk kontrak tahap pertama, dua negara Timur Tengah tersebut akan menginvestasikan modal sebesar US$ 300 juta.

"Dua negara itu nilai potensi investasi US$ 300 juta. Itu tahap pertama saja dari pembuatan komponen sampai perakitan yang besar, dari amunisi sampai kendaraan," kata Silmy. (ang/ang)

   detik