Sabtu, 07 Juli 2018

17 Pesawat Tempur Terlibat dalam Latihan Bersama

✈️ Pesawat TNI AU [TNI AU]

Sebanyak 17 unit pesawat tempur jenis Hawk 100/200 Black Panther dan F16 Fighting Falcon terlibat latihan bersama Mission Oriented Training (MOT) di langit Provinsi Riau.

Komandan Lanud Roesmin Nurjadin Marsekal Pertama Age Wiraksono, di Pekanbaru, Jumat (6/7/2018), mengatakan kegiatan MOT tersebut melibatkan tiga skuadron udara.

"Tiga skuadron udara terlibat dalam MOT masing-masing dari Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru dan Supadio Pontianak," katanya.

Ia menjelaskan latihan tempur MOT tersebut bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesiapsiagaan guna menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Skuadron Udara 16 Lanud Roesmin Nurjadin mengirim delapan pesawat F16 Fighting Falcon dalam latihan yang digelar sejak 2 Juli dan berakhir pada 6 Juli hari ini.

Sedangkan Skuadron Udara 12 dengan Hawk 100/200 Black Panther yang bermarkas di Lanud Roesmin Nurjadi mengirimkan empat unit jet tempur, serta terakhir lima Hawk 100/200 dari Skuadron Udara 1 ditambah dengan satu Helikopter Puma TNI AU.

"Selain 17 jet tempur, latihan tersebut juga turut melibatkan 350 personel," ujarnya lagi.

Para personel yang terlibat dalam latihan reguler tersebut terdiri dari para penerbang, ground crew, personel GCI (Ground Control Intercept) dari beberapa Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Kosekhanudnas) hingga para pendukung lainnya.

Age menjelaskan melalui latihan ini diharapkan dapat memberikan bekal dan pengalaman serta meningkatkan pemahaman para prajurit.

"Diharapkan kemampuan prajurit semakin baik dalam bekerja sama antara penerbang yang mengoperasikan alutsista dengan platform yang berbeda-beda secara terpadu melaksanakan operasi udara dengan kompleksitas tinggi," ujar dia.

Selain itu, latihan ini diharapkan juga dapat meningkatkan kemampuan dan kesiapsiagaan seluruh alutsista dan personel yang terlibat di dalamnya, mulai dari para penerbang, ground crew hingga personel GCI (Ground Control Intercept) dan juga pendukungnya.

Latihan tersebut juga sempat ditinjau langsung oleh Kaskoopsau I Marsma Henri Alfiandi yang menekankan penting keselamatan seluruh prajurit yang terlibat dalam latihan tersebut.

  ✈️ Rilis  

Jumat, 06 Juli 2018

Indonesia Withdraws BO-105 Helos from UN Task Force after Concerns Raised Over Capabilities

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-0EfebDf9L7VI4jasFIbp-EkbkDRFR96m599NWUl1j9gSPu79G_WBRpZBQWFdhhKNV0KKV6EDA0cqSCT3KbZfdF4xNa5g3RHPaBEgGuZBqR77RsdOBIpV118NZxcpJSuCajT7o87ADVg/s400/p1529659_main.jpgIndonesia will no longer deploy the BO-105 helicopter for subsequent UNIFIL duties in Lebanon. Country will dispatch aircraft from its search-and-rescue agency as an interim measure for next deployment [Jane's ]

The Indonesian Navy (Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut: TNI-AL) will cease subsequent deployments of its BO-105 utility helicopters in the Middle East after concerns were raised over the aircraft’s ability to undertake further United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) operations.

The matter has been confirmed by various sources within the TNI-AL, each of whom have cited various technical issues with regards to the BO-105’s capabilities.

These include the aircraft’s general inability to produce a “recognised maritime picture” (RMP) that can be shared with other participating assets in the UNIFIL patrols, and issues attaining endurance, and load parameters required for the multinational patrols.

Indonesia has been taking part in the Maritime Task Force (MTF) UNIFIL patrols, which seeks to prevent unauthorised entry of arms or related materials by sea into Lebanon, since 2009.

As part of its involvement, the TNI-AL has rotationally deployed either a Diponegoro (Sigma)-class, or a Bung Tomo-class corvette to conduct anti-proliferation patrols in the Mediterranean Sea.

For each of these past and current deployments, a BO-105 helicopter has been embarked on the vessels. The aircraft are deployed to augment the host corvette’s maritime surveillance capabilities, and hail merchant vessels that would otherwise not be within range the warship.

The TNI-AL operates a fleet of six BO-105 airframes, the first of which was delivered in 1980. The aircraft are based with the 400 Skadron Udara (Air Squadron) in Juanda, Surabaya.

  Jane's  

Rabu, 04 Juli 2018

Alat Utama Sistem Persenjataan Komando Lintas Laut Militer Akan Diremajakan

Kapal Kolinlamil Berusia 30 Tahun Akan DigantiKRI Teluk Lada 521, Kapal LST baru Kolinlamil [Kemhan]

HUT ke-57 Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) diperingati dengan upacara militer yang digelar di Lapangan M Silam, Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (3/7/2018).

Hadir Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Siwi Sukma Adji yang bertindak sebagai inspektur upacara.

Dalam kesempatan itu Siwi mengatakan, alat utama sistem persenjataan (alutsista) Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) akan diremajakan.

Keputusan itu diambil karena usia alutsista yang ada sekarang ini rata-rata sudah tua, yakni mencapai 30 tahun.

Menurut Siwi keputusan itu untuk menunjang peran penting Kolinlamil dalam operasi perang.

Pasalnya alutsista yang ada sudah tidak memadai karena usia yang sudah mencapai 30 tahun. Sehingga diperlukan alutsista yang terbaik untuk menunjang tugas.

"Kedepan alutsista laut Kolinlamil ini memiliki kurang lebih 17 alutsista yang rata-rata sudah di usia 30 tahun. Perlahan-lahan kedepannya kita akan ganti dengan unsur-unsur yang baru," kata Siwi.

Siwi mencontohkan beberapa alutsista yang perlu peremajaan seperti kapal berjenis LST (landing ship tank) dan LPD (landing platform dock).

Diharapkan dengan alutsista yang baru, tidak ada lagi hambatan saat menjalankan tugas.

"Itu sudah menjadi program kami dan menjadikan program Angkatan Laut untuk mengganti dengan unsur-unsur yang baru dalam rangka melaksanakan tugas. Sehingga tugas paling lama kedepan tidak terhambat karena kondisi alutsista yang sudah tua," katanya.

Menurut Siwi, tantangan Kolinlamil kedepannya adalah bagaimana membina dalam situasi dan kondisi yang diperlukan, baik dalam kondisi damai maupun kondisi konflik.

Sehingga peran daripada operasi militer harus dibina dan juga tentunya dalam kegiatan penyelamatan.
 

  Warta Kota  

Selasa, 03 Juli 2018

Misi Dagang ke Maroko

Catat Transaksi Potensial USD 10,96 Juta https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUYwYikgNTx13kUzYMwfGkj2IxX5icOabH4N5XI-cza98s2BkEiszbyeD5M0pTTg57S_rGdZNI-IOgGrnhH2Is7NLy1dojabk6kY5NEdILqOgH-5tZv-FZVSbGledfCt1juE71p6PoGeH5/s1600/pindad02pr1v4t33r.jpgKomodo dan Anoa produksi Pindad

Misi dagang Indonesia ke Maroko yang dipimpin Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita membukukan transaksi potensial sebesar USD 10,96 juta atau sekitar Rp 153,50 miliar.

Misi dagang ini berlangsung pada 26-29 Juni 2018 dengan membawa 35 pelaku usaha dari 18 perusahaan dari berbagai sektor. "Misi dagang ke Maroko berhasil mencatatkan transaksi potensial sebesar USD 10,96 juta diperoleh dari one on one business matching. Produk-produk yang diminati adalah minyak kelapa sawit, kopi, minyak esensial, suku cadang kendaraan, rempah-rempah, ban kendaraan, dan fesyen," jelas Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Arlinda, Minggu (1/7).

Transaksi ini masih akan terus bertambah seiring dengan dicapainya kesepakatan-kesepakatan dagang yang saat ini masih dalam proses negosiasi. "Transaksi di atas belum termasuk potensi transaksi PT. PINDAD dengan produk panser Anoa dan Komodo, serta amunisi yang masih dalam perhitungan," imbuh Arlinda.

Sebelumnya, lanjut Arlinda, misi dagang ke Tunisia sukses mencatat transaksi potensial sebesar USD 2,74 juta atau sekitar Rp37,80 miliar. "Dengan demikian, total transaksi potensial yang tercatat pada misi dagang ke Tunisia dan Maroko yaitu sebesar USD 13,70 juta atau sekitar Rp 191,30 miliar,” jelas Arlinda.

Sama halnya dengan Tunisia, Maroko dapat menjadi pintu masuk (hub) bagi perdagangan Indonesia ke kawasan Afrika dan Eropa. Demikian juga dengan Indonesia yang dapat menjadi hub bagi perdagangan Maroko ke negara-negara ASEAN.

Produk-produk ekspor utama Indonesia ke Afrika yaitu minyak kelapa sawit, kertas, mesin, kendaraan bermotor, karet, serta makanan dan minuman. Sedangkan impor Indonesia dari Afrika yaitu minyak dan gas, kapas, pulp, serta besi dan baja.

  Harian Suara