Penampakan alat bantu pernafasan ventilator resusitator manual Pindad VRM buatan PT Pindad, Bandung, Kamis, 30 April 2020. Pindad VRM memiliki desain dan operasi sederhana, menggunakan komponen dan bahan baku lokal yang banyak tersedia di pasaran serta memenuhi kriteria minimum medis yang diperlukan. [TEMPO/Prima Mulia] ⚓️
PT Pindad (Persero) meyakini bahwa ventilator yang sedang mereka kembangkan tidak memiliki kendala dengan hak paten. Sebab ventilator tersebut dikembangkan dengan sumber daya manusia di badan penelitian dan pengembangan Pindad.
Wakil Sementara Sekretaris Perusahaan PT Pindad, Herryawan Roosdyanto mengatakan bahwa ventilator yang saat ini dikembangkan Pindad yakni tipe VRM, ventilator sederhana dengan harga yang sangat murah.
Pindad menjual ventilator tipe VRM dengan harga Rp 10 juta – Rp 15 juta. Lebih murah dibandingkan dengan ventilator impor yang umumnya dibanderol dengan harga Rp 700 juta.
Untuk ventilator jenis ini secara fungsi minimum medis terwakili - terwadahi – terpenuhi, memenuhi baku mutunya.
Terdapat banyak jenis Ventilatom, dua diantaranya adalah VRM dan Covent-20 yang sedang dikembangkan oleh Pindad bekerjasama dengan sejumlah pemangku kepentingan. Pindad VRM merupakan alat yang dirancang untuk membantu pasien gagal nafas dengan memberikan penambahan oksigen.
Sementara Covent-20 adalah ventilator darurat dan transportasi (portable) dengan siklus waktu dan volume konstan yang dirancang untuk digunakan dalam pengaturan pra-rumah sakit, intra-rumah sakit, antar-rumah sakit, dan transportasi.
Lebih lanjut, mengenai harga murah ventilator yang ditawarkan Pindad, kata Herryawan, disebabkan oleh komponen dan bahan baku yang digunakan berasal dari lokal dan mudah diperoleh dipasaran.
Pindad melalui Litbang Pindad mengembangkan sendiri Ventilator tipe VRM. Pengembangan tersebut melibatkan dokter-dokter di Rumah Sakit Pindad. Saat ini proses pengembangan tersebut masih dalam tahap sertifikasi kelaikan di Badan Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan.
Adapun mengenai hak paten, menurutnya tidak terdapat permasalahan dengan ventilator yang sedang dikembangkan oleh pindad.
Untuk produksi Ventilator tipe lainnya seperti Covent-20, Heryyawan menjelaskan Pindad bekerja sama dengan Universitas Indonesia yang memiliki desain dan patennya.
PT Pindad juga membuka diri untuk bekerjasama dengan intitusi maupun univeritas lainnya dalam memproduksi ventilator yang sangat dibutuhkan oleh pasien Covid-19.
“Meski Pindad mengembangkan ventilator namun core bisnisnya tetap memproduksi peralatan alutsista dan produk komersial. Untuk hak paten sepertinya tidak ada masalah,” kata Herryawan kepada Bisnis, Jumat, 8 Mei 2020.
Dia menjelaskan bahwa ventilator yang saat ini sedang dikembangkan sejalan dengan arahan Kementerian Pertahanan dan Kementerian BUMN. Kementerian Pertahanan pun mengaku tertarik memesan 1.000 unit ventilator, jika alat tersebut telah lulus uji sertifikasi di BPFK. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dikabarkan juga tertarik memesan ventilator tersebut untuk digunakan di sejumlah rumah sakit.
PT Pindad mulai mengembangkan ventilator sejak pandemic global virus Covid-19 menyebar di Indonesia. Gagasan untuk memasarkan ventilator didasari oleh sulitnya mendapatkan ventilator untuk Rumah Sakit Pindad. Pindad hanya memiliki masing-masing satu ventilator di RS Pindad Bandung dan Turen.
Bawa Sembako Pemandangan Pembagian Sembako Dari KRI Fatahillah-361 ⚓️
Penyebaran virus COVID-19 membawa dampak yang besar bagi beberapa sektor di Indonesia, salah satunya sektor ekonomi. Sektor ini menjadi masalah paling penting bagi masyarakat kecil, nelayan dan warga pesisir.
Untuk itu, KRI Fatahillah-361 Corvette Class yang beberapa hari lalu bersandar di Perairan Kotabaru, Kalimantan Selatan dalam rangka Operasi Tombak Sakti BKO Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada II diserbu para nelayan dan warga masyarakat pesisir.
Masyarakat terlihat sangat antusias datang ke KRI Fatahillah-361 yang bermarkas di Koarmada II Surabaya. Bupati dan Forkopimda Kotabaru ikut melaut bersama membagikan sembako kepada masyarakat nelayan dan pesisir Kotabaru di geladak kapal.
Dampak wabah virus Covid-19 sangat terasa bagi perekonomian seluruh lapisan masyarakat terlebih masyarakat yang memiliki ekonomi di bawah rata-rata, akibat dari situasi saat ini Negara/TNI AL melalui perintah Panglima Koarmada II Laksamana Muda TNI Heru Kusmanto memerintahkan KRI Fatahillah-36 bersama Lanal Kotabaru.
KRI Fatahillah-361 Jalani Operasi Militer Selain Perang Di Kalsel
“Perintah atasan meminta supaya KRI Fatahillah-36 dapat hadir ditengah-tengah masyarakat nelayan dan pesisir untuk memberikan bantuan bagi yang membutuhkan,” kata Komandan KRI FTH-361 Letkol Laut (P) Agus Setyawan S.H yang dilansir VIVA Militer dari situs resmi TNI AL Selasa 28 April 2020.
Disisi lain, Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Kotabaru Letkol Laut (P) Guruh Dwi Yudhanto, S.T., juga menjelaskan dengan situasi seperti ini, TNI/TNI AL memiliki kewajiban untuk membantu kesulitan rakyat sekelilingnya.
Kegiatan kemanusiaan ini juga merupakan bagian dari bentuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Lanal Kotabaru bersama KRI FTH-361 dan Bupati serta Forkopimda Kotabaru bersinergi untuk membantu kesulitan masyarakat.
Sayed Jafar Al Idrus selaku Bupati Kotabaru mewakili warga masyarakat Kotabaru, memberikan apresiasi dan penghargaan kepada pimpinan TNI AL yakni Pangkoarmada II telah memberikan perhatian khusus kepada nelayan dan masyarakat pesisir Kotabaru.
“Dampak virus Covid-19 sangat terasa dikalangan masyarakat kecil, dengan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Komandan KRI FTH-361 dan Komandan Lanal Kotabaru. Bersama-sama kita semua dapat berbagi dan membantu masyarakat Saijaan yang sama-sama kita cintai ini,” ujar Bupati Kotabaru.
Kodam XII/Tanjungpura mengerahkan helikopter untuk membantu Pemprov Kalbar mendistribusikan bantuan beras bagi masyarakat terdampak COVID-19 di Desa Sungkung 3, Kecamatan Siding, Kabupaten Sanggau. [Istimewa] ★
Kodam XII/Tanjungpura membantu Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam mendistribusikan bantuan beras bagi masyarakat terdampak COVID-19 di Desa Sungkung 3, Kecamatan Siding, Kabupaten Sanggau menggunakan helikopter.
"Pengiriman bantuan beras diangkut menggunakan helikopter dari Pos Kotis Satgas Pamtas Yonif Raider 641/Bru melalui Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau menuju Desa Sungkung 3," kata Kapendam XII/Tpr Kolonel (Inf) Aulia Fahmi Dalimunthe, di Pontianak, Kamis.
Menurut dia, wilayah Sungkung 3 ini jaraknya lebih dekat dari Kecamatan Entikong daripada ke ibu kota kecamatannya sendiri, yaitu Kecamatan Siding, dan wilayah itu saat ini sulit diakses kendaraan melalui jalan darat, terlebih pada musim hujan, jalannya berlumpur dan sangat licin.
Ia mengatakan, helikopter yang dikomandoii oleh Kapten Cpn Fadli Akbar Sirait, Letda Cpn (K) Alberta Injilia, dan dua kru lainnya mendarat di lapangan Dusun Senoleng, Desa Sungkung 3, Kecamatan Siding.
"Menggunakan helikopter jenis Bell, bantuan beras ini diangkut agar manfaatnya dapat segera dirasakan oleh masyarakat Sungkung 3," katanya.
Ia menambahkan, untuk setiap kali terbang helikopter mampu membawa sebanyak 50 karung beras. Usai diturunkan dari heli, selanjutnya beras dibawa oleh Babinsa dan perangkat desa serta masyarakat untuk disimpan di tempat yang sudah disediakan yang kemudian dibagikan pada masyarakat.
"Hari ini helikopter hanya melaksanakan dua kali droping beras ke Sungkung 3, ini dilakukan demi faktor keamanan karena cuaca sudah mulai mendung. Sampai saat sekarang beras yang sudah sampai di Sungkung 3 sebanyak 1 ton," katanya.
Menjaga Langit IndonesiaPesawat Tempur F-5E/F [istimewa]
5 Mei 1980, menjadi hari yang bersejarah bagi TNI Angkatan Udara. Karena saat TNI AU membeli alutsista berupa pesawat tempur yang cukup cangih di zamannya.
TNI membeli Pesawat F-5E/F Tiger II dari negara adi daya Amerika Serikat itu buatan pabrik Northrop Co.
Sebenarnya F-5E/F Tiger II dibeli untuk menggantikan pesawat F-86 Avon Sabre, pesawat tempur berburu sergap lainnya milik Indonesia yang jam terbangnya dinyatakan habis. Sehingga F-86 Avon Sabre dinyatakan tidak layak terbang lagi.
Berdasarkan informasi yang diterima VIVA Militer melalui unggahan yang dibagikan TNI AU melalui akun Instagram Rabu 6 Mei 2020, landasan udara Iswahjudi Skadron Udara 14 sebagai home base Pesawat F-5 E/F Tiger II atau yang lebih dikenal orang sebagai pesawat “Si Macan”.
Sebenarnya pesawat Si Macan tiba di Indonesia tanggal 21 April 1980 dan ditempatkan di Skadron Udara 14 Lanud Iswahjudi. Sebanyak 8 unit dari 16 unit pesawat diangkut dengan menggunakan pesawat C-5A Galaxy milik Military Airlift Command USAF yang diterbangkan langsung dari Amerika Serikat.
Sementara, sisa pesawat dikirim pada 5 Juli 1980. Kemudian pesawat tempur tersebut dirakit kembali di Skadron Udara 14 dengan melibatkan teknisi dari TNI AU. Si Macan sendiri diketahui dilibatkan dalam sejumlah operasi dan latihan dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Beberapa operasi yang melibatkan Si Macam di antaranya Operasi Panah di wilayah Aceh pada tahun 1990-1992, Operasi Elang Sakti XXI (Operasi Pengamanan Perbatasan NTT) tahun 1999, dan juga Operasi Oscar yang merupakan operasi pengamanan wilayah perairan.
Pada tanggal 28 April 2016, Armada F-5 E/F Tiger II melaksanakan penerbangan terakhir di Indonesia lewat misi Simulated Surface Attack (Phoenix Flight) dengan TS 0216 yang diterbangkan Phoenix 1 Letkol Pnb Abdul Haris dan Phoenix 2 Mayor Pnb I Kadek Suta Arimbawa yang menerbangkan TS 0512.
Setelah menjaga dan menjelajahi langit Indonesia selama 35 tahun, pesawat F-5 E/F akhirnya dijadikan sebagai monumen dengan nomor TS 0512.
Tujuannya untuk memberikan inspirasi kepada generasi muda TNI AU, terutama yang sedang menempuh pendidikan Seskoau di Lembang. Tak hanya itu, kehadiran pesawat F-5 E Tiger juga diharapkan dapat mengedukasi masyarakat terutama di daerah Bandung dan sekitarnya.
♖ Vivanews
Alat Uji Kapal Selam Tanpa Menyelam Infografis Druckdock "Pressure Dock" [sindonews] ★
Untuk menjamin keamanan dan keselamatan pelayaran, setiap kapal selam, perlu melakukan serangkaian uji coba kedalaman seperti, collapse diving depth, nominal diving depth hingga maximum diving depth. Namun di luar itu, ada solusi yang lebih aman dan hemat biaya dalam rangkaian pengujian kapal selam.
Dock C atau Druckdock, merupakan jenis pressure dock yang dibangun oleh Flender-Werken di Kota Lübeck, Jerman. Perangkat yang dibangun pada tahun 1967 ini dirancang untuk mensimulasi kedalaman selam dan beragam pengujian oleh kapal selam.
Di dalam Dock C, kru dan personel uji tetap bisa berada di dalam kapal selam dan segera bereaksi terhadap jalannya uji coba. Selain biaya yang rendah, hasil uji juga dapat dievaluasi lebih cepat dan langsung diketahui jika terjadi masalah, yang juga berarti penghematan waktu. Simak Infografis
(mad)
Produksi kapal bantu rumah sakit [PAL Indonesia]
PT PAL Indonesia (Persero) tetap menjalankan produksi dan proyek-proyek yang sedang berjalan di tengah pandemi Virus Corona. Produksi dan pengerjaan proyek mengacu pada protokol kesehatan yang berlaku sehingga tetap terjaga keamanannya, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam proses produksi dan pengerjaan proyek.
Saat ini PT PAL Indonesia (Persero) tengah menyelesaikan Kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) TNI AL (W000302) yang rencananya akan diserah-terima kepada TNI AL pada Oktober 2021. Hingga hari ketiga pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya, Kamis (30/4) telah berhasil dipasang 64 blok dan akan diteruskan dengan pemasangan blok-blok selanjutnya.
Direktur Pembangunan Kapal Turitan Indaryo menjelaskan, hingga saat ini pembangunan Kapal BRS TNI AL masih on schedule. Pihaknya telah melakukan mitigasi terhadap potensi-potensi keterlambatan sebagai akibat dari pandemi Covid-19 serta langkah-langkah antisipasinya.
"Kapal BRS TNI AL ini memiliki panjang 124 meter, lebar 21,8 meter. Kapal tersebut mampu mengakomodasi pasukan, kru dan pasien sebanyak 651 orang," ujar Indaryo di Jakarta, Kamis (30/4).
Kapal tersebut memiliki berat 7200 Ton dan dapat melaju dengan kecepatan maksimal 18 knot serta endurance 30 hari. Kapal tersebut juga mampu untuk menampung 2 unit helikopter di dek dan 2 unit ambulance boat.
Lebih lanjut, Indaryo menjelaskan Kapal BRS juga dilengkapi ruang evakuasi dan ruang isolasi untuk pasien menular termasuk Covid-19, sehingga kehadiran Kapal Bantu Rumah Sakit ini sangat dibutuhkan masyarakat, di samping fungsi utamanya sebagai pendukung Operasi Militer Perang.
"Hal tersebut menjadi salah satu alasan PT PAL Indonesia untuk tetap memprioritaskan penyelesaian kapal ini di tengah suasana PSBB dengan tetap mengutamakan keselamatan pekerja dan menaati protokol kesehatan," jelasnya.
Kapal BRS merupakan kapal pendukung atau support dalam pelaksanaan operasi militer. Kapal tersebut merupakan kapal pendukung Operasi Militer Perang (OMP), sedangkan pada masa damai kapal tersebut dapat difungsikan dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Berdasar pada UU TNI No. 34 tahun 2004, dalam misi OMSP, Kapal BRS dapat melaksanakan tugas operasi medis dan evakuasi membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan serta membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue). Tak hanya itu, Kapal BRS juga memiliki kapabilitas pelaksanaan misi diplomasi internasional.
Punya Fasilitas Medis Setara Rumah Sakit
KRI 594 Semarang sebagai kapal bantu rumah sakit [PAL]
Indaryo juga menjelaskan bahwa Kapal BRS memiliki fungsi vital bagi Indonesia, fungsi Kapal BRS sangat pas dengan karakteristik dan wawasan maritim Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan sebagai negara yang terletak dalam kawasan ring of fire memiliki kerentanan bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi yang dapat diikuti oleh bencana sekunder seperti tsunami dan lainnya.
"Dengan situasi tersebut, Kapal BRS bersifat mobile dan dapat digerakkan kapan saja ke wilayah terdampak bencana untuk melaksanakan kegiatan tanggap darurat bencana. Kapal BRS dilengkapi dengan berbagai fungsi medis hingga tindakan medis," paparnya.
Fasilitas medis yang dimiliki setara dengan sebuah rumah sakit, hingga julukan sebagai rumah sakit mengapung layak diberikan pada Kapal BRS. TNI AL saat ini mengoperasikan satu Kapal BRS KRI dr. Soeharso-990 dan KRI Semarang-594 yang memiliki fungsi BRS.
KRI Semarang-594 merupakan karya anak bangsa yang dibangun oleh PT PAL Indonesia dan diserahterimakan kepada TNI AL pada 21 Januari 2019 di Dermaga Ujung Koarmada II Surabaya, Kapal tersebut memperkuat Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) jajaran Koarmada I di bawah Satuan Kapal Amfibi (Satfib).
Kapal tersebut memiliki fungsi untuk membantu distribusi militer baik logistik, peralatan dan perlengkapan militer, serta difungsikan sebagai Kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) untuk bantuan bencana alam dan tanggap darurat bencana, termasuk evakuasi khusus terkait Covid-19. [azz]
Kapal Patroli PC 40 Buatan Dalam Negeri KRI Kurau 856 jenis PC-40 [Caputra] ☆
Tiga tahun yang lalu, TNI AL meresmikan KRI Kurau-856 di Dermaga Sunda Kelapa, Batavia. Marina Ancol, Jakarta Utara. Saat itu, peresmian Kapal Perang Republik Indonesia masih di bawah pimpinan mantan Kasal Laksamana TNI Ade Supandi.
Kapal buatan PT Caputra Mitra Sejati Banten ini merupakan kapal perang berjenis PC-40 yang memiliki teknologi canggih. Keterlibatan galangan nasional dalam pembuatan kapal jadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) dari negara lain.
Dikutip VIVA Militer dari Maritim News Jumat 1 Mei 2020, KRI Kurau-856 akan berada dibawah pembinaan Satuan Patroli (Satrol) Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar). Kapal tersebut memiliki mesin utama 3 x 1800 Hp dengan putaran mesin 2300 rpm, serta kecepatan maksimum mencapai 24 knot.
Kapal ini juga memiliki kecepatan jelajah sampai 18 knot dengan daya jangkau 1632 nautical mile (setara 8.022 km). Kapal berbobot kurang lebih 200 ton ini, mampu memuat kapasitas bahan bakar hingga 70.000 liter, selain itu KRI Kurau 856 memiliki panjang (Loa) 44,95 meter, lebar 7,90 meter dan tinggi tengah kapal 4,25 meter.
Asal usul nama “Kurau” yang diberikan oleh TNI AL ini diambil dari nama ikan yang hidup berkoloni di perairan yang jernih dan mempunyai kemampuan berenang di laut bergelombang cukup tinggi.
Pemilihan nama ini tentunya memberi makna mendalam sesuai dengan fungsi asasinya sebagai kapal patroli yang mampu bermanuver secara cepat. KRI Kurau 856 adalah pengadaan Kapal Patroli Cepat 40 Meter ke-16 dari rencana pemenuhan sebanyak 42 unit untuk diproyeksikan ke 14 Lantamal TNI AL.
Pembangunan Kapal PC-40 meter ini merupakan manifestasi penting dari kebijakan dasar pembangunan TNI Angkatan Laut menuju kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF) yang telah ditetapkan.
Ini sekaligus merupakan salah satu solusi konkrit bagi Komite Kebijakan Industri Pertahanan dalam mengurangi ketergantungan dari negara lain terkait dengan pengadaan alutsista TNI AL pada masa yang akan datang.