Ilustrasi F35 [ist] ★
Angkatan Udara Thailand rupanya mengincar jet tempur siluman F-35 buatan Amerika Serikat (AS).
Panglima Angkatan Udara Thailand Marsekal Napadej Dhupatemiya mengatakan, pihaknya ingin membeli delapan unit jet tempur generasi kelima tersebut.
Melansir Bangkok Post, Jumat (31/12/2021), Napadej berujar bahwa Angkatan Udara Thailand membutuhkan jet tempur baru.
Pasalnya, armada F-5 dan F-16 mereka sudah tua dan beroperasi selama lebih dari 30 tahun. Seiring bertambahnya usia pesawat, biaya perawatan dan risiko keselamatan meningkat.
Napadej menuturkan, jet tempur F-35 yang dibuat Lockheed Martin tersebut muncul sebagai pilihan terbaik untuk saat ini karena harganya yang murah.
Dia mengatakan, setiap unit F-35 harganya turun menjadi 82 juta dollar AS (Rp 1,1 triliun) dibandingkan saat pertama kali diluncurkan ke pasar dengan harga 142 juta dollar AS (Rp 2 triliun).
Napadej menuturkan, bahkan harga F-35 lebih terjangkau daripada jet tempur JAS 39 Gripen buatan Saab asal Swedia dengan harga 85 juta dollar AS (Rp 1,2 triliun) per unit.
Napadej optimistis bila harga F-35 bisa menyentuh angka 70 jutaan dollar AS (Rp 990-an miliar) tergantung negosiasinya.
Napadej mengatakan, perencanaan anggaran untuk pembelian F-35 akan dimulai pada tahun fiskal 2023, yang dimulai pada Oktober.
Sebuah panel akan dibentuk untuk mempelajari program pengadaan pesawat tersebut guna membenarkan permintaan pendanaan Angkatan Udara Thailand.
Mengingat keunggulan teknologinya, lanjut Napadej, F-35 akan sesuai dengan kebutuhan Thailand untuk meningkatkan kekuatan udaranya yang merupakan unsur penting dalam peperangan modern.
Kendati demikian, Napadej menuturkan bahwa Angkatan Udara Thailand menyadari keterbatasan anggaran karena pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, pihaknya berencana untuk melakukan pembelian secara bertahap dan memilih produk-produk berkualitas tinggi.
“Kami tidak memerlukan skuadron penuh F-35. Kami mungkin hanya butuh delapan hingga 12 unti dan menggunakan drone,” kata Napadej.
“Ini akan membantu menghemat biaya. Ini relatif baru tetapi teknologi ini kemungkinan akan berkembang cepat,” lanjut Napadej.
Angkatan Udara Thailand rupanya mengincar jet tempur siluman F-35 buatan Amerika Serikat (AS).
Panglima Angkatan Udara Thailand Marsekal Napadej Dhupatemiya mengatakan, pihaknya ingin membeli delapan unit jet tempur generasi kelima tersebut.
Melansir Bangkok Post, Jumat (31/12/2021), Napadej berujar bahwa Angkatan Udara Thailand membutuhkan jet tempur baru.
Pasalnya, armada F-5 dan F-16 mereka sudah tua dan beroperasi selama lebih dari 30 tahun. Seiring bertambahnya usia pesawat, biaya perawatan dan risiko keselamatan meningkat.
Napadej menuturkan, jet tempur F-35 yang dibuat Lockheed Martin tersebut muncul sebagai pilihan terbaik untuk saat ini karena harganya yang murah.
Dia mengatakan, setiap unit F-35 harganya turun menjadi 82 juta dollar AS (Rp 1,1 triliun) dibandingkan saat pertama kali diluncurkan ke pasar dengan harga 142 juta dollar AS (Rp 2 triliun).
Napadej menuturkan, bahkan harga F-35 lebih terjangkau daripada jet tempur JAS 39 Gripen buatan Saab asal Swedia dengan harga 85 juta dollar AS (Rp 1,2 triliun) per unit.
Napadej optimistis bila harga F-35 bisa menyentuh angka 70 jutaan dollar AS (Rp 990-an miliar) tergantung negosiasinya.
Napadej mengatakan, perencanaan anggaran untuk pembelian F-35 akan dimulai pada tahun fiskal 2023, yang dimulai pada Oktober.
Sebuah panel akan dibentuk untuk mempelajari program pengadaan pesawat tersebut guna membenarkan permintaan pendanaan Angkatan Udara Thailand.
Mengingat keunggulan teknologinya, lanjut Napadej, F-35 akan sesuai dengan kebutuhan Thailand untuk meningkatkan kekuatan udaranya yang merupakan unsur penting dalam peperangan modern.
Kendati demikian, Napadej menuturkan bahwa Angkatan Udara Thailand menyadari keterbatasan anggaran karena pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, pihaknya berencana untuk melakukan pembelian secara bertahap dan memilih produk-produk berkualitas tinggi.
“Kami tidak memerlukan skuadron penuh F-35. Kami mungkin hanya butuh delapan hingga 12 unti dan menggunakan drone,” kata Napadej.
“Ini akan membantu menghemat biaya. Ini relatif baru tetapi teknologi ini kemungkinan akan berkembang cepat,” lanjut Napadej.
★ Kompas