Sabtu, 25 Mei 2013

Perkuat Pertahanan, TNI akan Pesan Alutsista Baru

http://www.army-technology.com/contractor_images/6473/images/202193/large/cse-90lp-7.jpg
 Panser Tarantula
SURABAYA - Tentara Nasional Indonesia memesan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) baru yang rencananya diperkenalkan ke publik bersamaan dengan Hari Ulang Tahun ke-69 TNI pada 5 Oktober 2014.

"Kami jadwalkan pada awal tahun depan sudah ada dan ditampilkan pada HUT TNI di Mako Armatim Surabaya," ujar Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono kepada wartawan setelah menutup Latgab TNI 2013 di Dermaga Madura, Ujung, Komplek Mako Armatim, Surabaya, Jumat.

Sejumlah alutsista atau alat-alat perang baru yang akan dimiliki antara lain Pesawat F-16, Main Battle Tank, Pesawat dan Kapal "Landing Ship Tank" (LST) dari PT. PAL, serta Kapal Fregat (Inggris).

"Selain menambah pesawat tempur, kami juga akan menambah pesawat jenis Hercules, sehingga penerjun bisa menggunakan 14 pesawat sekaligus, dari biasanya yang hanya 10 pesawat," kata dia.

Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) tersebut juga mengungkapkan pihaknya akan terlebih dahulu melakukan uji coba terhadap peralatan baru sebelum digunakan. Selain itu juga akan dilakukan evaluasi menyeluruh.

Agus Suhartono mengatakan penambahan peralatan perang baru ini disesuaikan dengan kekuatan pokok minimal dan akan terus dikembangkan.

Sementara itu, sejumlah alutsista yang saat ini dimiliki digunakan dalam Latihan Gabungan TNI 2013, diantaranya 14 unit Tank Scorpion, lima unit Tank Stormer Apc, dan dua unit Tank Stormer Co.

Selain itu, 13 unit Tank Amx, 21 pucuk meriam, 12 Hely Mi 17, 12 Hely Bell, dan tiga Bolcow, 36 KRI, tiga Cassa, lima Pesawat SU 27/30, lima Pesawat Hawk SPO, lima unit F-16, dan sebagainya.

Dalam Latgab tersebut, kata Panglima TNI, secara keseluruhan berlangsung sesuai rencana, tidak ada prajurit terluka, maupun material tempur yang rusak atau hilang.

Latgab besar-besaran bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme prajurit TNI dalam melaksanakan operasi militer gabungan, serta meningkatkan serta menguji kemampuan prajurit dan satuan TNI dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan mekanisme operasi gabungan secara tepat guna dan berhasil.

"Latgab juga sebagai bentuk menghadapi segala kemungkinan kontinjensi yang diperkirakan akan terjadi serta bentuk pertanggungjawaban TNI terhadap rakyat dan bangsa Indonesia," kata Agus Suhartono.(ant/hrb)

  Investor  

PM Inggris Tegaskan Dukung Keutuhan NKRI

PERDANA Menteri Inggris, David Cameron menekankan komitmen pemerintahannya yang mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini disampaikan Cameron saat melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat (24/5) kemarin.

Pernyataan Cameron ini merespon pembentukan kantor perwakilan Papua Merdeka di Oxford, Inggris beberapa waktu lalu. Sebelumnya, Dubes Inggris untuk Indonesia juga telah menegaskan bahwa pembentukan kantor perwakilan kelompok separatis itu tidak didukung oleh Pemerintah Inggris. "Betul PM UK menyinggung masalah Papua, terkait kantor mereka di Oxford. Dan menekankan kembali posisi pemerintah yang tetap mengakui NKRI secara utuh, dari Sabang dan Merauke," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah saat dihubungi Jurnal Nasional, Sabtu (25/5).

Faizasyah menjelaskan, komunikasi telepon antara SBY dan Cameron fokus membahas rencana pertemuan ke-5 Panel Tingkat Tinggi PBB mengenai Agenda Pembangunan Pasca 2015 (UN High-Level Panel of Eminent Persons on the Post-2015 Development Agenda). Pertemuan terakhir tersebut akan digelar di markas besar PBB, New York, Amerika Serikat pada tanggal 29-30 Mei 2013. Pertemuan final yang membahas laporan akhir panel ini akan dipimpin langsung oleh Presiden SBY.

Seperti diketahui, SBY menjabat sebagai ketua bersama (co-chairs) forum HLP bersama PM Cameron dan Presiden Liberia, Ellen Johnson Sirleaf. "Pokok atau fokus pembicaraan telepon kemarin adalah pertemuan HLP di New York, utamanya terkait laporan akhir panel," ujar Faizasyah.

  Jurnas  

[Foto] CARAT Indonesia 2013 : Java sea (II)

CARAT ships at sea: the dock landing ship, USS Tortuga, the guided missile frigate, KRI Oswald Siahann, and the corvette, KRI Sultan Iskandar Muda.

Diposkan epstein (kaskuser)

  Kaskus  

[Foto] CARAT Indonesia 2013 : Java sea


JAVA SEA (May 24, 2013) A rigid-hull inflatable boat (RHIB) with members of the Indonesian special forces unit Kopaska and Sailors from the Maritime Civil Affairs and Security Training (MCAST) Command aboard pulls alongside the forward-deployed amphibious dock landing ship USS Tortuga (LSD 46) during a joint Visit, Board, Search, and Seizure (VBSS) training exercise as a part of Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) 2013.(U.S. Navy photo by Mass Communication Specialist 3rd Class Amanda S. Kitchner/Released)

JAVA SEA (May 24, 2013) Members of the Indonesian special forces unit Kopaska simulate seizing a room while being observed by Electronics Technician 1st Class Anthony Nekervis, assigned to Maritime Civil Affairs and Security Training (MCAST) Command, during a joint Visit, Board, Search, and Seizure (VBSS) training exercise aboard the forward-deployed amphibious dock landing ship USS Tortuga (LSD 46) as a part of Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) 2013.(U.S. Navy photo by Mass Communication Specialist 3rd Class Amanda S. Kitchner/Released)

JAVA SEA (May 24, 2013) Members of the Indonesian special forces unit Kopaska simulate incapacitating a suspect while being observed by Chief Boatswain’s Mate Elias Inoa, assigned to Maritime Civil Affairs and Security Training (MCAST) Command, during a joint Visit, Board, Search, and Seizure (VBSS) training exercise aboard the forward-deployed amphibious dock landing ship USS Tortuga (LSD 46) as a part of Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) 2013.(U.S. Navy photo by Mass Communication Specialist 3rd Class Amanda S. Kitchner/Released)

JAVA SEA (May 24, 2013) Boatswain's Mate 2nd Class Carlos Medina guides a Republic of Indonesia Navy BO-105 helicopter during flight operations aboard the guided missile destroyer USS Momsen (DDG 92). Momsen, along with the salvage and recovery ship USNS Safeguard (T-ARS 50) with embarked Mobile Diving and Salvage Unit (MDSU) 1, amphibious dock landing ship USS Tortuga (LSD 46).(U.S. Navy photo by Mass Communication Specialist 1st Class Jay C. Pugh/Released)


JAVA SEA (May 24, 2013) Boatswain's Mate 3rd Class Matthew Fountain, left, and Boatswain's Mate 2nd Class Carlos Medina guide a Republic of Indonesia Navy BO-105 helicopter during flight operations aboard the guided missile destroyer USS Momsen (DDG 92). Momsen, along with the salvage and recovery ship USNS Safeguard (T-ARS 50) with embarked Mobile Diving and Salvage Unit (MDSU) 1, amphibious dock landing ship USS Tortuga (LSD 46).(U.S. Navy photo by Mass Communication Specialist 1st Class Jay C. Pugh/Released)

JAVA SEA (May 24, 2013) Boatswain's Mate 3rd Class Matthew Fountain, left, and Boatswain's Mate 2nd Class Carlos Medina guide a Republic of Indonesia Navy BO-105 helicopter during flight operations aboard the guided missile destroyer USS Momsen (DDG 92). Momsen, along with the salvage and recovery ship USNS Safeguard (T-ARS 50) with embarked Mobile Diving and Salvage Unit (MDSU) 1, amphibious dock landing ship USS Tortuga (LSD 46).(U.S. Navy photo by Mass Communication Specialist 1st Class Jay C. Pugh/Released)

JAVA SEA (May 24, 2013) Electronics Technician 1st Class Anthony Nekervis, assigned to Maritime Civil Affairs and Security Training (MCAST) Command, shakes hands with a member of the Indonesian special forces boarding team Kopaska following a joint Visit, Board, Search, and Seizure (VBSS) training exercise aboard the forward-deployed amphibious dock landing ship USS Tortuga (LSD 46) as a part of CARAT 2013. More than 1,000 Sailors and Marines are participating in Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT) Indonesia 2013. U.S. Navy ships participating in the exercise include the USNS Safeguard (T-ARS 50) with embarked Mobile Diving and Salvage Unit (MDSU) 1, amphibious dock landing ship USS Tortuga (LSD 46), and the guided-missile destroyer USS Momsen (DDG 92).(U.S. Navy photo by Mass Communication Specialist 3rd Class Amanda S. Kitchner/Released)

  US Pacific Fleet  

167 Prajurit TNI Terima Penghargaan Medali PBB di Haiti

banon-subHAITI – Sebanyak 167 Prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Kompi Zeni (Satgas Kizi) TNI Kontingen Garuda (Konga) XXXII-B/MINUSTAH (Mission des Nations Unies pour la Stabilisation en Haïti) menerima penghargaan Medali PBB atas jasa dan pengabdiannya dalam misi perdamaian PBB di Haiti.

Pemberian Medali PBB ini merupakan suatu bentuk pengakuan atas kontribusi yang luar biasa dari 167 tentara penjaga perdamaian PBB dari Indonesia serta sebagai wujud rasa terima kasih dari PBB untuk pengabdian yang telah diberikan bagi kepentingan perdamaian, stabilitas, dan rekonstruksi di Haiti.

Penyematan Medali PBB / Medal Parade kepada 167 Prajurit TNI Konga XXXII-B/MINUSTAH dilakukan dalam suatu upacara parade yang dilangsungkan di Lapangan Parade Bumi Garuda Camp, Gonaives-Haiti, Jum’at (24/5/2013). Bertindak selaku Inspektur Upacara adalah Deputy of Special Representative Secretary General (SRSG) MINUSTAH Mr. Carl Alexandre.

Dalam upacara ini, untuk pertama kalinya diselenggarakan bersama-sama dengan pelaksanaan Medal Parade Kontingen Argentina yang terdiri atas Argentina Battalion, Argentina Aviation dan Argentina Hospital.
 

Deputy SRSG Mr. Carl Alexandre dalam sambutannya mengucapkan selamat kepada setiap prajurit atas kontribusi yang konsisten terhadap pelaksanaan mandat misi PBB di Haiti, serta penghargaan atas loyalitas yang diberikan kepada perdamaian terlepas dari kesulitan yang dihadapi saat ini. Disamping itu juga usaha, kerja keras dan pengorbanan yang diberikan selama ini tidak akan sia-sia.

“Dalam kehidupan dunia yang semakin mengglobal dan terhubung satu sama lain, kita harus mengakui bahwa tidak ada perdamaian dan keamanan bagi siapapun apabila tidak ada perdamaian dan keamanan bagi semua. Kehadiran Anda disini hari ini menggambarkan komitmen Anda terhadap tujuan ini”, kata Mr. Carl Alexandre dihadapan 500 personil yang hadir.

Kegiatan upacara Medal Parade diisi dengan berbagai kegiatan, antara lain : penampilan kesenian khas Indonesia yaitu Reog Ponorogo yang dibawakan oleh 18 personil Satgas Kizi TNI serta Tarian Tango yang dibawakan oleh dua personil dari Argentina Battalion.

Sementara itu, Komandan Satgas Kizi TNI Konga XXXII-B/MINUSTAH Letkol Czi Arief Novianto mengatakan, selain mengemban tugas sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB, Satgas Kizi TNI juga mengemban misi sebagai duta bangsa untuk mempromosikan budaya dan kesenian asli Indonesia di dunia Internasional. “Pemberian penghargaan dari PBB merupakan wujud nyata pengakuan PBB atas hasil usaha dan kerja keras yang diberikan bagi misi perdamaian di Haiti”, ujarnya.

Perwira Penerangan Konga XXXII-B/MINUSTAH
Kapten Czi Ali Akbar

  Poskota  

Polisi Indonesia Bantah Pembunuhan Massal di Papua

Sebuah wawancara ABC dengan Jonah Wenda, Juru Bicara sayap militer Organisasi Papua Merdeka menyebut unit anti terorisme Kepolisian dan Militer Indonesia telah melakukan pembunuhan massal yang mengakibatkan 11 tewas dan 20 lainnya menghilang.

(Credit ABC)
Juru Bicara Kepolisian Daerah Papua, I Gede Sumerta melalui hubungan telefon kepada Radio Australia, Jumat(24/5) menegaskan hal tersebut merupakan kabar bohong.

Dia juga mengkonfirmasi bahwa tidak ada operasi gabungan militer sepanjang bulan April lalu dimana dikatakan peristiwa pembunuhan terjadi.

“Itu omong kosong. Kalau itu terjadi pasti akan heboh seantero jagat,” katanya.

Dia menyebutkan nama-nama korban dan gambar yang dikirimkan oleh Jonah Wenda bisa jadi merupakan korban dari perang antar suku.

“Jangan-jangan diperoleh dari korban perang suku. Bisa saja karena kalau di Pegunungan Tengah itu kan banyak terjadi perang suku,” jelasnya.

ABC menerima sejumlah gambar mengerikan yang dikirimkan lewat email, seperti halnya wawancara dengan Jonah juga dilakukan melalui email karena gagal dengan sambungan telefon.

Jonah Wenda dalam pertukaran teks sempat menulis soal kondisi para korban.

"TNI dan polisi melakukan ini. Mereka ditangkap dari tempat yang berbeda seperti sekolah, taman, di jalan dan bahkan diambil dari rumah mereka dan membunuh mereka dan melemparkan mereka di semak-semak, pinggir jalan dan melalui di sungai."

Dari laporan ini tak satu pun dari klaim soal korban dapat diverifikasi, kendati mereka sangat mirip di alam untuk tuduhan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan Indonesia.


  Radio Australia  

PT DI Jualan Pesawat 'Made in Bandung' ke 6 Negara

Jakarta - PT Dirgantara Indonesia (Persero) menawarkan pesawat produksinya ke 6 negara Asia Tenggara. Bertema ASEAN Road Show, Dirgantara Indonesia menawarkan pesawat tipe CN295, CN235 dan N212i dari tanggal 22-31 Mei 2013.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Komersial dan Restrukturisasi Dirgantara Indonesia, Budiman Saleh kepada detikFinance, Jumat (24/5/2013).

"Menawarkan produk industri pertahanan. Dalam hal ini produk dari PTDI, khususnya CN295 sebagai produk kerjasama terbaru dari PTDI dan Aibus Military. Tentunya juga mengangkat produk lainnya yakni 212 dan 235," kata Budiman.

Negara yang pertama dikunjungi adalah Filipina. Selain itu, Dirgantara Indonesia menawarkan produknya ke Brunei Darusalam, Vietnam, Myanmar, Thailand dan Malaysia.

"Target kita adalah menajamkan penetrasi yang sudah mulai meruncing di negara-negara Asean, seperti Filipina, Malaysia dan lain-lain," tambahnya.

Untuk acara ASEAN Roadshow kali ini, Dirgantara indonesia menggadeng Kementerian Pertahanan. "Iya kan Kemhan sebagai KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) dan PTDI sebagai binaan," tegasnya.(feb/dru)

  ● detikFinance  

Mencetak Perwira Berkualitas

FotoPeristiwa itu terjadi pada 3 Juli 2003. Kala itu lima pesawat tempur F 18 Hornet Amerika secara sembarangan bermanuver di angkasa Indonesia dan mengganggu jalur penerbangan sipil. Sontak dikirimlah 2 pesawat F 16 TNI Angkatan Udara untuk mencegat dan melakukan identifikasi.

Bukannya bersikap ramah, pesawat Paman Sam malah mengunci F 16 TNI AU dengan rudal. Terjadilah dog fight udara. Guna melepaskan diri dari kuncian rudal F 18 Amerika, awak F 16 TNI AU melakukan beberapa manuver. Antara lain hard break (berbelok sampai 90 derajat) dan gerakan zig-zag. Beberapa saat duel berlangsung, salah satu Pilot TNI AU berhasil membuka komunikasi. Mereka menjelaskan bahwa pesawat Amerika telah melanggar wilayah Indonesia. Berdasarkan hukum internasional, jika pesawat asing memasuki suatu negara harus ijin kepada pemerintah setempat. Setelah mendengar penjelasan itu, pesawat Amerika lantas kembali ke pangkalannya di Kapal Induk Carl Vinson.

Peristiwa tersebut bisa diambil sebuah kesimpulan: ternyata pilot-pilot TNI AU mampu meladeni penerbang Amerika. Baik dalam kemampuan bertempur maupun kepiawaian berdiplomasi. Tentu hal ini tak lepas dari kualitas pendidikan mereka. Sampai saat ini semua penerbang tempur TNI AU merupakan alumni Akademi Angkatan Udara. Di sinilah calon-calon perwira TNI Angkatan Udara dilahirkan.

Sebenarnya tidak semua lulusan Akademi Angkatan Udara menjadi pilot. Awalnya, setelah lulus AAU dan berpangkat letnan dua semua diseleksi jadi penerbang. Syaratnya harus lulus dengan Indeks Prestasi Komulatif minimal 2,75. Setelah itu ada tes jasmani dan psikologi. Jika dinyatakan lolos, perwira muda ini masuk Sekolah Penerbang (Sekbang). Setelah lulus Sekbang, barulah mereka bertugas di Korps Penerbang.

Memang yang lolos jadi pe-nerbang tidak banyak. Karena disesuaikan dengan kebutuhan. Jumlahnya sekitar 30 orang tiap tahun. Sedangkan AAU tiap tahun menghasilkan 109 lulusan. “Sedangkan yang tidak lolos seleksi penerbang akan ditugaskan di korps lain. Yaitu Navigasi, Pasukan Khas (Paskhas), Teknik, POM, Intel, Elektronika dan Khusus,” kata Gubernur Akademi Angkatan Udara, Marsekal Muda TNI Tabri Santoso.

Sejarah Akademi Angkatan Udara dimulai sejak didirikannya Lembaga Pendidikan Pertama Perwira TNI AU di Maguwo Yogyakarta pada Desember 1945. Ketika itu Komodor Udara Suryadi Suryadarma merencanakan tugas pembentukkan personel Angkatan Udara. Tugas ini kemudian diserahkan kepada Agustinus Adisutjipto. Inilah Lembaga Pendidikan Angkatan Udara pertama yang merupakan embrio Akademi Angkatan Udara dengan menggunakan pesawat latih jenis cureng buatan tahun 1933.

Sistem Pendidikan di Akademi Angkatan Udara menganut sistem Tri Tunggal Terpadu yang meliputi kegiatan pengajaran, jasmani militer, latihan serta pengasuhan secara terpadu. Jadi kurikulum pendidikannya memadukan kultur militer dan paradigma perguruan tinggi yang ilmiah.

Kegiatan pengajaran dan latihan diupayakan dalam bentuk kuliah atau praktikum dengan menerapkan sistem kredit semester (SKS). Beban studi bagi Karbol dan Perwira Siswa sebanyak 120 SKS untuk setiap jurusan.

Dalam kegiatan jasmani kemiliteran (jasmil) dan latihan diupayakan dalam bentuk aplikasi di lapangan. Kegiatan ini ditujukan untuk mengembangkan, memelihara dan mananamkan kesadaran melatih jasmani, menanamkan kedisiplinan dan tata tertib. Karena inilah dasar dalam mengatur sikap lahir dan batin guna mencapai jasmani yang serasi dalam mendukung tugas sebagai Tentara Nasional Indonesia khususnya TNI Angkatan Udara.

Sedangkan pola pengasuhan Karbol di Akademi Angkatan Udara adalah «Tri Tunggal Pusat». Artinya sistem pengasuhan me-ngacu pada tiga sumber pengaruh sentral yang berlangsung secara simultan dan saling memengaruhi dalam proses pertumbuhan individu, yaitu kesatrian, keluarga dan masyarakat. Kegiatan pe-ngasuhan bertujuan membentuk, menumbuhkankembangkan dan memantapkan kepribadian karbol.

  ● Lifestyle  

Empat Pesawat Latih Grob Siap Dikirim ke Indonesia

Empat unit pesawat latih Grob G 120TP buatan pabrik Grob, Jerman telah siap dikirim ke Indonesia. Keempat pesawat yang telah diberi warna dan registrasi TNI AU tersebut, diluncurkan (Rolled Out) di pabrik pesawat Grob di Tussenhausen,Mattsies, Jerman, Rabu (22/5/2013), pukul 10.00 waktu setempat.

Grob G 120TP nomor empat

Upacara Roll Out pesawat Grob G 120TP dilaksanakan oleh CEO Grob, André Hiebeler dan disaksikan oleh rombongan delegasi Indonesia dipimpin Kabaranahan Kementerian Pertahanan RI Laksda TNI Rachmad Ir. Rachmad Lubis. Duta Besar RI untuk Republik Federasi Jerman Dr. Eddy Pratomo dan Atase Pertahanan RI Kolonel Pnb Syamsul Rizal turut menghadiri seremonial ini. Sementara dari pihak TNI AU sebagai pengguna pesawat ini diwakili oleh Asops KSAU Marsda TNI Bagus Puruhito, Aslog KSAU Marsda TNI Ida Bagus Anom Manuaba, Dankodikau Marsda TNI M. Nurullah, serta Komandan Lanud Adisutjipto Marsma TNI Agus Munandar.

Roll out grob tampak CEO Grob dan Kabaranahan Kemhan disaksikan Dubes RI untuk Jerman

Keempat pesawat Latih Dasar (LD) dengan registrasi LD-1201, LD-1202, LD-1203, dan LD-04 tersebut selanjutnya akan dikirim ke Indonesia menggunakan kapal laut dan akan tiba di Indoensia sekitar pertengahan atau akhir Juli 2013. Pesawat Grob G 120TP dibeli Pemerintah Indonesia untuk digunakan TNI AU sebagai pengganti pesawat Latih Mula (LM) AS-202 Bravo dan pesawat Latih Dasar (LD) T-34C yang telah digunakan selama lebih 30 tahun. Indonesia membeli 18 unit pesawat ini sekaligus menjadikannya sebagai launch customer. Ke-18 pesawat dijadwalkan pengirimannya akan selesai tahun depan.

Wartawan Maj. Angkasa Roni Sontani terbang dengan Grob 120TP bersama Chief Test Pilot Capt Ulrich Schell

Angkasa yang turut dalam rombongan sempat diberi kesempatan untuk terbang sekitar 15 menit dan mencicipi beberapa manuver menggunakan pesawat serupa milik Grob bersama Chief Test Pilot Ulrich Schell.(Roni S)

  ● Angkasa  

Korea Selatan Segera Kirim Panser Tarantula Pesanan TNI AD

Doosan DST Korea Selatan akhirnya menyelesaikan produksi Panser Tarantula berbobot 18 ton yang dilengkapi canon 90 mm serta senjata mesin 7,62mm/ 12,7mm. Panser Tarantula (Korsel: Black Fox) merupakan kendaraan tempur beroda 6 yang dioperasikan tiga orang (sopir, kkomandan, petembak) yang melaju dengan kecepatan maksimal 100 km/jam serta 8 km/jam di dalam air.

Menurut Doosan DST, Panser Tarantula telah disesuaikan dengan kondisi alam Indonesia, sehingga dibuat lebih ringan dan memiliki kemampuan amphibi. Dengan senjata meriam 90mm dan senapan mesin, Tarantula didisain untuk bisa menyerang lawan yang memiliki kemampuan penuh ataupun bertempur dengan tank musuh. Panser ini juga memiliki kemampuan operasi gerilya: search and destroy.

Tahun 2009, TNI AD memesan Panser Canon Tarantula ke Doosan DST Korea Selatan. Panser 6×6 ini memasuki tes operasional, uji menembak dan uji manuver lapangan sejak November 2011. Setelah lulus inspeksi, panser mulai diproduksi Korea Selatan pada awal tahun 2012. Tanggal 5 Mei 2013, Doosan DST mengumumkan telah menyelesaikan produksinya untuk dikirim ke Indonesia.

Tanpa menyebutkan jumlahnya, pihak Cmenyatakan segera mengirim sejumlah Panser Tarantula ke Angkatan Darat Indonesia. Dalam pembuatan panser ini Doosan DST bertanggung jawab membangun panser dan pemasangan turret meriam. PT Pindad juga akan melakukan perakitan semi-knocked-down (SKD) di Indonesia. Menurut catatan SIPRI 2012, Indonesia memesan 22 Black Fox/ Tarantula ke Korea Selatan dan 11 diantaranya akan dirakit di Indonesia.

Masih menurut SIPRI 2012, turret dari Panser Tarantula adalah CSE 90 mm buatan CMI Defence Belgia. Turret ini mengusung meriam Cockerill MkIII 90 mm, senjata mesin 7,62mm / 12,7mm serta pelontar granat. Meriam utama dikendalikan secara elektronik dan mampu menembak sasaran di malam hari. CSE90 mm dilengkapi penjejak laser jarak jauh untuk menembakkan amunisi APFSDS-T, serta berbagai jenis amunisi lainnya.

Dengan munculnya informasi dari Doosan DST Korea Selatan ini, menunjukkan road map kendaraan tempur TNI semakin jelas. Setelah Panser Anoa, akan muncul Panser Canon Tarantula lalu disusul Tank Kerjasama FNSS Turki dan PT Pindad.

Indonesia merupakan pengguna pertama Panser Canon Tarantula Korea Selatan, sehingga belum diketahui sejauh apa ketangguhan dari Panser ini. Diharapkan Indonesia bisa mengembangkan disain dan kualitas panser ini, karena TNI AD hanya memesan 22 Panser Tarantula.

 Berikut Foto Doosan Tarantula CSE 90mm dan APC :




  ● JKGR  

Jumat, 24 Mei 2013

Bersama Presiden Korsel, Chairul Tanjung Bahas Industri Pertahanan

http://images.detik.com/content/2013/05/24/4/192513_ctkorsel.jpgSeoul - Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung membahas banyak hal dengan Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun Hye, saat kunjungannya ke Blue House, Istana Presiden Korsel hari ini Jumat (24/5/2013). Kedua pihak membahas masalah kerjasama ekonomi secara umum hingga kerjasama industri pertahanan dan baja kedua negara.

Chairul mengatakan KEN melakukan pembicaraan soal peningkatan hubungan industri baja, industri pertahanan, infrastruktur antara Indonesia dan Korsel. Selama ini Korsel adalah negara yang sangat maju di bidang infrastruktur sehingga diharapkan ada kerjasama di sektor tersebut.

"Kita tahu Korea telah berhasil membuat pesawat tempur, kapal selam, tank, untuk perang. Kita berharap bahwa kita tak hanya bisa sebagai pembeli dari produk-produk pertahanan dari Korea, tapi kita dapat memproduksinya bersama antara Indonesia-Korea agar bisa lebih bermanfaat untuk kedua negara," kata Chairul Tanjung saat ditemui di Grand Hyatt, Seoul, Korea Selatan, Jumat (24/5/2013).

Menurut Chairul, dalam pertemuan tersebut Presiden Park sangat mengapresiasi posisi Indonesia, Korea menganggap Indonesia sebagai mitra utama bagi negaranya. "Ini tentu suatu hal yang baik karena ini menandakan kesinambungan daripada kerjasama yang telah dilakukan dengan baik oleh presiden sebelumnya," ucap Chairul.

Ia juga menyampaikan tentang besarnya potensi ekonomi Indonesia dengan penduduk 250 juta orang. Di depan Presiden Park, Chairul mengatakan Indonesia memiliki jumlah penduduk kelas menengah hingga 50 juta orang.

Bahkan berdasarkan prediksi lembaga survei McKinsey pada tahun 2020, kelas menengah di Indonesia akan bertambah menjadi 90 juta orang dan pada tahun 2030 bisa berkembang menjadi 170 juta orang.

"Ini merupakan pasar yang besar dan Korea sebagai salah satu partner yang penting bagi Indonesia tentu dapat mengambil manfaat yang cukup besar, terkait dengan partnership atau kerjasama antara Indonesia dan Korea," katanya.

Dalam pertemuan itu Chairul Tanjung diantar oleh Duta besar dan berkuasa Penuh untuk Korea Selatan, John Prasetyo, didampingi Raden Pardede selaku Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional, Aviliani Sekretaris Komite Ekonomi Nasional dan Peter Gontha anggota Komite Ekonomi Nasional.(hen/dnl)

  detikFinance  

Patroli Bea Cukai Diserang Kapal Penyelundup Narkoba

 Baku tembak terjadi di perairan internasional depan Changi, Singapura.

Lukman, ABK Wahyu 5, kapal penyelundup yang menyerang patroli Bea Cukai terkena tembak di bagian leher.
 ABK Penyelundup, Lukman Tertembak di leher
Kapal Patroli 9002 Bea dan Cukai Kanwil Karimun yang sedang melakukan patroli rutin di wilayah perairan Kepri tiba-tiba diserang dua speed boat di Perairan Internasional atau tepatnya di depan Changi, Singapura, Jumat dini hari, 24 Mei 2013, sekitar pukul 1.00 WIB.

Dua speed boat yang masing-masingnya beranggotakan 20 orang bersenjatakan parang dan meriam pelontar mencoba menyerang kapal patroli BC 9002, bahkan sempat mendekat dan mencoba memanjat kapal patroli BC.

"Serangan meriam pelontar dari 2 speed boat lebih kurang 20 menit," kata Direktur Penindakan dan Pengawasan (P2) Bea dan Cukai, Muhammad Sigit dalam konfrensi pers di Kantor BC Batam.

Mendapatkan serangan itu, kapal patroli BC mengeluarkan tembakan balasan terhadap dua speed boat dimana sebelumnya sempat memberikan peringatan sesuai SOP, sehingga dua speed boat berhasil dipukul mundur dengan balasan tembakan dan diketahui lari ke Perairan Tanjung Sengkuang, Batam.

Selang empat jam kemudian, kapal patroli BC 9002 mendapatkan informasi bahwa ada kapal KM Wahyu 5 mencoba melakukan penyeludupan sembako, narkoba, psikotropika dan prekusor dari Pasir Gudang, Johor Bahru, Malaysia.

Mendapatkan informasi itu, kapal patroli BC 9002 berhasil menghadang kapal KM Wahyu yang saat itu dikawal 2 speed boat yang sebelumnya sempat melakukan penyerangan terhadap kapal patroli BC 9002.

"Kapal KM Wahyu 5 Sarat muatan, didalamnya ada sekitar 30 orang bersenjata lengkap parang dan meriam pelontar," terang Sigit.

Selain itu, lanjut dia, di dua speed boat yang melakukan pengawalan terdapat sekitar tujuh orang juga bersenjata parang dan meriam pelontar dan menyerang kapal patroli BC dengan meriam pelontar api.

"Serangan meriam pelontar api ini bila mengenai kapal bisa membuat kapal meledak," kata Sigit dan itu bisa dilihat langsung dari rekaman video yang diputarkan pihak BC dalam konfrensi pers terhadap wartawan.

Menurut Sigit, pihaknya sempat memberikan peringatan kepada KM Wahyu 5, baik melalui isyarat ke melalui chanel radio marine ch-16, klakson, lampu dan pistol signal namun tak diindahkan pihak penyeludup.

"Serangan yang diberikan pihak penyeludup berlangsung selama 20 menit tanpa di balas kapal patroli 9002," lanjut dia.

Selanjutnya, setelah melakukan peringatan sesuai SOP, kapal patroli BC 9002 membalas dengan tembakan ke arah lambung kapal KM Wahyu 5 yang saat itu menuju perairan Tanjung Sengkuang, Batam.

Namun mengingat TKP tersisa tinggal setengah mil dari perairan Tanjung Sengkuang kapal patroli BC 9002 memutuskan untuk menghentikan pengejaran dan kembali ke pangkalan BC.

"Penembakan yang dilakukan kapal patroli BC 9002 ke lambung kapal target adalah tindakan untuk melindungi keselamatan sarana patroli dan petugas karena ada penyerangan yang membahayakan dari kapal penyeludup," tegas Sigit.

Sementara itu, pantauan di lapangan, dua ABK kapal KM Wahyu 5 yang mengalami luka tembak dari serangan balasan patroli BC 9002 kini sedang menjalani perawatan intensif di RS Harapan Bunda, Batam.

Lukman (47), ABK Kapal KM Wahyu 5  mengalami luka tembak pada bagian tenggorokan kanan dan tembus hingga punggung kanan dan kini dirawat di ruang Mawar 4. Sementara, Riko (35), salah seorang ABK lain mengalami luka tembak pada tangan kanan kini sudah kembali ke rumah dan mendapatkan rawat jalan.

  Vivanews  

Sempat Keberatan dan Gagal Terbang, Kini Siap Terima Order

Liku-Liku BPPT Wujudkan Pesawat Udara Tanpa Awak

Dunia dirgantara Indonesia terus menebarkan optimisme. Setelah PT Dirgantara Indonesia kebanjiran pesanan helikopter militer, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sukses menciptakan pesawat udara nir awak (PUNA) yang siap dikomersialkan. Jerih payah sejak 15 tahun lalu pun terbayar.

BAYU PUTRA, Jakarta

TANGGAL 29 April 2013 merupakan hari bersejarah bagi proses penciptaan PUNA. Sebab, mulai tanggal itu, BPPT menyatakan kesiapannya untuk memproduksi pesawat tanpa awak tersebut secara komersial. Mereka siap menerima pemesanan dari pihak luar.

Rilis PUNA yang diberi nama Wulung itu dilakukan oleh Kementerian Pertahanan bersama PT Dirgantara Indonesia (DI) sebagai pelaksana produksinya.

Para penggawa tim produksi PUNA Wulung pun bersorak kegirangan menyambut babak baru industri kedirgantaraan Indonesia itu. Wajah kurang tidur para pemuda dan profesor senior pun seketika berubah ceria usai penandatanganan kerja sama komersialisasi PUNA.

Sembari memandangi pesawat dengan warna dominan biru laut yang sedang dipamerkan itu senyum cerah terus menghiasi raut wajah penuh kelegaan mereka.

Bagi tim PUNA Wulung, Inilah salah satu impian para ilmuwan BPPT, menghasilkan produk teknologi tinggi yang bisa dikomersialkan. Meski belum secanggih pesawat tak berawak bikinan negara maju, optimisme tetap membuncah.

Sekitar 50 orang anggota tim pengembang PUNA Wulung menyatakan kesiapannya untuk mengembangkan pesawat itu agar lebih canggih. Dengan harapan, pesawat itu akan digunakan untuk kepentingan militer Indonesia dan menjadi bagian alutista asli bikinan anak negeri.

Para anggota tim PUNA Wulung memang pantas berbangga. Hasil pengembangan bertahun-tahun mampu menghasilkan pesawat nir awak yang cocok untuk kondisi geografis Indonesia. “Kami tidak bisa melupakan jasa almarhum Prof Said,” ujar Kepala Program PUNA Joko Purwono.

Pengembangan PUNA di Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari sosok Prof Said Djauharsyah Jenie. Mantan Kepala BPPT itu merupakan perintis teknologi PUNA. Pada 1998, Said yang bermimpi Indonesia memiliki pesawat intai tak berawak mulai merekayasa teknologi dirgantara yang merupakan bidang keilmuannya.

Sayang, karena berbagai keterbatasan di BPPT kala itu, dia memutuskan menggandeng pihak swasta untuk mengembangkan PUNA. Krisis ekonomi dan kondisi politik pascareformasi sempat membuat proyek tersebut mandek. Akhirnya pada 2004 pengembangan PUNA dilakukan lagi.

Selama dua tahun, Said dan timnya fokus mengembangkan struktur ringan. Sejumlah uji coba pun dilakukan dan berakhir dengan kegagalan. Setelah ditelusuri, penyebabnya adalah bobot pesawat yang terlalu berat. Setidaknya ada dua prototipe pesawat yang gagal diuji coba meski berkali-kali dilakukan penyesuaian.

Rupanya, para ilmuwan pengembang PUNA yang berlatar belakang ilmuwan PT DI menyamakan struktur pesawat tersebut dengan pesawat komersial. Tidak heran beratnya berlebih dan gagal diterbangkan.

Mereka pun kembali berkutat di bengkel pembuatan pesawat tersebut, dan berhasil menciptakan prototipe ketiga yang mampu terbang.

Setelah menjadi kepala BPPT pada 2006, pucuk pimpinan program PUNA pun diserahkan kepada Joko. Dia mulai mengembangkan PUNA dalam hal konfigurasi. Selain itu, Joko menyetop pengembangan oleh swasta. Dia merekrut para sarjana dari berbagai universitas untuk mengembangkan PUNA.

Para sarjana fresh graduate itu tidak hanya berasal dari satu atau dua bidang teknik. Berbagai macam disiplin ilmu digabungkan dalam tim yang terdiri dari kombinasi para profesor dan para pemuda lulusan anyar yang terbilang masih ’’hijau” itu. bahkan, alumnus seni rupa pun menjadi bagian dari tim PUNA.

Anak-anak muda itu dilatih bahasa pemrograman, dan setelah mahir mereka diberi software sesuai disiplin ilmu masing-masing.

’’Mustahil PUNA dibuat oleh ahli di satu ilmu saja, semisal termodinamika,’’ tutur Joko. Setidaknya tim PUNA dibagi dalam tujuh kelompok yang memegang peranan penting. Mulai kelompok aircraft, avionic, hingga kelompok yang khusus menangani termodinamika. Berbagai rangkaian uji coba dan evaluasi pun dilakukan.

Masa-masa uji coba merupakan saat paling krusial. Para penggawa tim PUNA jarang tidur menjelang hari H. Mereka harus memastikan bagian sekecil apapun tidak ada yang cacat dan terlewatkan, dan pesawat dibuat sesuai prosedur dan cetak biru yang telah ditelurkan Prof Said.

Meninggalnya Said pada 2007 membuat tim PUNA terguncang. Mereka sempat menjadi anak ayam yang kehilangan induknya. Apalagi, kala itu dukungan pemerintah terhadap pengembangan PUNA masih belum 100 persen.

Mereka harus mengembangkan pesawat dengan kemampuan finansial yang terbatas. Rasa pesimistis mulai menjalari tim tersebut.

Untungnya, para pemuda itu cepat bangkit. Mereka kembali kepada jalan yang benar, dan mengembangkan PUNA hingga benar-benar laik terbang. Tidak hanya itu saja, Joko juga mulai memberikan materi komersialisasi teknologi agar hasil karya tersebut tidak sia-sia setelah berhasil terbang dengan sempurna.

Sejak tahun 2009, tim PUNA mulai mengembangkan segmentasi kebutuhan pasar. Dari situ, didapati jika dulunya Prof Said berkeinginan melayani kebutuhan TNI AU untuk mengawasi wilayah perbatasan.

Selain itu, teridentifikasi pula kebutuhan untuk mengawasi wilayah Indonesia yang rawan pembalakan liar dan kebutuhan akan hujan buatan.

Dari situ, rancangan PUNA terus disempurnakan hingga akhirnya menarik perhatian Balitbang TNI. Balitbang pun ikut serta dalam pengembangan PUNA, dan lahirlah Wulung. Spesifikasi pesawat tersebut dianggap cukup sesuai dengan kondisi geografis Indonesia.

Dengan bobot 60 kilogram dan bentang sayap 6,34 meter, PUNA Wulung memiliki jarak jelajah 200 kilometer di ketinggian 12 ribu kaki. Pesawat itulah yang pada 29 April lalu dinyatakan siap untuk dikomersialisasi melalui PT DI.

Meski begitu, saat ini tim PUNA Wulung sedang mengembangkan lagi pesawat tersebut. ’’Pesawat ini sekarang masih memiliki kemampuan 3,5 gravitasi. Kami sedang kembangkan agar memiliki kemampuan 7 gravitasi agar mampu menahan beban ratusan kilogram,’’ lanjut pria 58 tahun itu.

Potensi PUNA Wulung saat ini masih ada di level dua. Umumnya, pesawat militer tak berawak milik negara maju sudah ada di level tiga. Level tertinggi atau level empat yang mampu dicapai saat ini adalah kemampuan jelajah di atas 70 ribu kaki.

Menurut Joko, dengan potensi di level dua saat ini, PUNA Wulung sudah mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan negara. Terutama, dalam hal pengawasan illegal logging dan pembentukan hujan buatan. Justru jika ketinggian jelajahnya terlalu tinggi, dikhawatirkan wilayah Indonesia tidak bisa terekam sempurna akibat tertutup awan.

Joko menambahkan, dengan adanya PUNA, fungsi pengawasan oleh kapal dan pesawat berawak TNI AU bisa lebih efisien. PUNA bisa menggantikan biaya tinggi akibat pengawasan di wilayah perbatasan. ’’Dari satu kapal induk, PUNA bisa mengawasi lebih jauh namun dengan biaya lebih efisien,’’ tambahnya. (***/che/k1)

  Kaltimpost  

Latgab 2013 : Penutupan Latgab TNI 2013

Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono (kedua kiri) melakukan pemeriksaan pasukan saat upacara penutupan Latihan Gabungan (Latgab) TNI tahun 2013 di Dermaga Koarmatim Ujung, Surabaya, Jatim, Jumat (24/5).


Latgab TNI tahun 2013 diikuti 16.745 prajurit TNI dan ratusan alat utama sistem persenjataan (alutsista) berlangsung di empat daerah (Jakarta, Situbondo, Sangatta Kaltim dan Bima NTB). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ss/pd/13.


Sejumlah pasukan Korps Marinir TNI-AL lengkap dengan perlengkapan tempur mengikuti upacara penutupan Latihan Gabungan (Latgab) TNI tahun 2013 di Dermaga Koarmatim Ujung, Surabaya, Jatim, Jumat (24/5).


Sejumlah pasukan Korps Marinir TNI-AL mengemas perlengkapan tempur usai mengikuti upacara penutupan Latihan Gabungan (Latgab) TNI tahun 2013 di Dermaga Koarmatim Ujung, Surabaya, Jatim, Jumat (24/5).


Sejumlah personil Komando Pasukan Katak (Kopaska) saat mengikuti upacara penutupan Latihan Gabungan (Latgab) Tahun Angkatan 2013 di Markas Komado Armada Timur (Koarmatim), Ujung, Surabaya (24/5).


Seorang personil Marinir TNI Angkatan Laut membungkus moncong meriam seusai mengikuti upacara penutupan Latihan Gabungan (Latgab) Tahun Angkatan 2013 di Markas Komado Armada Timur (Armatim), Ujung, Surabaya, Jumat (24/5).

  Antara