Rabu, 29 Februari 2012

Sejarah Allen Lawrence Pope

☆ Allen Lawrence Pope agen CIA

Allen Lawrence Pope adalah seorang tentara bayaran yang ditugasi CIA dalam berbagai misi. Beberapa misinya dilakukan di Asia Tenggara di antaranya saat pertempuran di Dien Bien Phu, Vietnam dan pada saat pemberontakan PRRI/Permesta di Indonesia. Dia tertangkap oleh tentara Indonesia ketika usahanya mengebom armada gabungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan pesawat pembom B-26 Invader AUREV gagal dan tertembak jatuh.

Diduga dia tertembak jatuh oleh pesawat P-51 Mustang Angkatan Udara Republik Indonesia yang diterbangkan oleh Ignatius Dewanto namun kesaksian lain mengatakan dia tertembak jatuh oleh tembakan gencar yang dilakukan armada laut Angkatan Laut Republik Indonesia. Buku-buku yang menuliskan sepak terjang CIA di berbagai kancah konflik tidak lupa menyebut-nyebut nama Allen Pope.


Pope kemudian ditugasi sebagai pilot AUREV (Angkatan Udara Revolusioner) yang berpangkalan utama di Mapanget, Sulawesi Utara (sekarang Bandara Sam Ratulangi) di bawah pimpinan Mayor Petit Muharto. AUREV sendiri berkekuatan tidak kurang sekitar 10 pesawat pengebom-tempur di antaranya adalah pesawat pengebom sedang/ringan B-26 Invader dan P-51Mustang.

CIA sendiri sebenarnya sudah menyediakan 15 pesawat pengebom B-26 untuk PRRI / PERMESTA dari sisa-sisa Perang Korea, setelah dipergunakan di berbagai konflik di Kongo, Kuba dan Vietnam. Pesawat-pesawat itu disiagakan di sebuah lapangan terbang di Filipina, tempat yang juga digunakan untuk melatih para awak sebelum dikirim ke wilayah PERMESTA.


Sejumlah modifikasi dilakukan agar tidak terlalu kelihatan bahwa mereka disiapkan oleh Amerika Serikat yang memiliki teknologi maju. Di antara modifikasi yang dilakukan adalah mengubah jumlah senapan mesin yang semula memiliki enam laras pada hidung pesawat, menjadi delapan laras.

Pada tanggal 18 Mei 1958, Gugus Tugas amfibi (Amphibius task force) ATF-21 Angkatan Laut Republik Indonesia yang berkekuatan dua kapal angkut dan lima kapal pelindung type penyapu ranjau cepat, dipimpin oleh Letnan Kolonel (KKO/sekarang Korps Marinir) Hunholz dengan Kepala Staf Mayor Soedomo berlayar dengan posisi dekat Pulau Tiga lepas Ambon guna melaksanakan Operasi Mena II dalam rangka menuntaskan konflik PERMESTA dengan sasaran Morotai guna merebut lapangan terbang, operasi itu didukung oleh P-51 Mustang dan B-26 Angkatan Udara Republik Indonesia serta Pasukan Gerak Tjepat (PGT, sekarang Kopaskhas TNI AU). Pasukan yang turun antara lain gabungan Marinir, Pasukan Angkatan Darat KODAM BRAWIJAYA dan Brigade Mobil (BRIMOB). Di atas kapal disiagakan senjata penangkis udara berbagai jenis. 

Allan L. Pope yang dirawat di atas KRI Sewaga

Tiga minggu sebelum Allen Pope ditembak jatuh, sebagai upaya cuci tangan Amerika Serikat (AS), maka Menteri Luar Negeri AS, John Foster Dulles lantang menyatakan bahwa apa yang terjadi di Sumatera adalah urusan dalam negeri Indonesia. AS tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain. Mengenai senjata-senjata yang terbilang mutakhir di tangan PRRI dan di Pekanbaru, Presiden AS, Dwight David Eisenhower mengadakan jumpa pers dengan memberi keterangan bahwa AS akan tetap netral dan tidak akan berpihak selama tidak ada urusannya dengan AS. Dikatakannya bahwa senjata-senjata yang ditemukan oleh ABRI adalah senjata-senjata yang mudah ditemukan di pasar gelap dunia. Di samping itu, sudah biasa di mana ada konflik pasti akan ditemukan tentara bayaran. Apa yang dikatakan Eisenhower kemudian jadi arahan. Ketika kemudian terdengar ada penerbang AS tertangkap di Ambon dan bagaimana ia tertangkap, Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta cepat-cepat menimpali bahwa orang itu tentara bayaran.

Allen Pope di Pengadilan Militer

Setelah John F. Kennedy menjadi Presiden Amerika Serikat, hubungan Amerika Serikat dengan Presiden Soekarno mengalami perbaikan. Presiden Soekarno sendiri mengatakan bahwa hanya dialah presiden AS yang mengerti jalan pikirannya. Pemerintah Amerika Serikat berusaha juga untuk membebaskan Allen Pope. Menurut Harry Rantung, suatu hari menjelang subuh pada Februari 1962 Pope di bebaskan. 

☆ AUREV 

Angkatan Udara Revolusioner - Permesta dengan kepala staff Komodor (AUREV) Petit Muharto. dan Kapten (AUREV) Hadi Supandi (**) sebagai komandan skuadron pemburu taktis. AUREV sendiri kebanyakan mereka adalah penerbang asing atau Soldier of Fortune (pasukan bayaran) , selama dua bulan sebelum Jatuhnya Pilot-Kapten (AUREV) Allan Pope dan Navigatornya Letnan (AUREV) Jan Harry Rantung di wilayah udara Maluku, AUREV telah menunjukkan supremasi udara di seuruh kawasan Indonesia Timur dan Kalimantan.

Allan Pope pilot veteran American Volunteer Group (AVG) - China Nationalist Figther, pada perang pasifik melawan Jepang tercatat paling banyak melakukan serangan ke target-target pemerintah pusat, diantaranya lapangan udara, kapal-kapal AL, dan target penting lainnya yang dapat digunakan TNI untuk menyerang posisi Permesta, tercatat ada KRI Hang Tuah yang terbelah dua tenggelam di bom Pope di depan teluk Balikpapan, dan ada kapal angkut militer yang bernasib sama setelah menurunkan Batalyon 501 / Brawijaya di Donggala.

Salah satu cerita klasik adalah duel udara kapten (AURI) Ignatius Dewanto dengan kapten (AUREV) Hadi Supandi yang nota bene adalah bekas pilot AURI, Dewanto dan Hadi Supandi sama sama melepas semua roket dan peluru sampai habis tetapi tidak saling menjatuhkan dan setelah Dewanto mendarat terdapat dua lubang peluru menyerempat badan pesawatnya dan sekaligus Dewanto kagum akan keberanian dari bekas rekan sejawatnya.

Pada saat Padang dan Bukittinggi (PRRI) diserbu pemerintah pusat, Permesta segera mengirim misi bantuan dengan pesawat AUREV, Seorang pilot AUREV berkebangsaan Polandia (*) ditugaskan dengan pesawat B-26 Invader (pembom taktis) untuk membom lapangan udara Padang yang telah dikuasai TNI, tapi pilot Polandia tersebut pada saat akan tinggal landas (take off) pesawatnya meledak di atas landasan dan menewaskan Pilot dan Navigatornya.

Penerbang asing AUREV lainya dari grup pemburu P-51D “Mustang” kebanyakan pilot berkebangsaan Filipina, sebut saja kapten (AUREV) Tony Moreno yang jago akrobatik udara, dia dan pilot pemburu lainnya hanya dapat dikenal lewat gaya mereka; dengan kaos oblong putih ketat, ikat pinggang kulit plus blue jeans, jaket kulit coklat tua, dan helm penerbang serta kaca mata hitam, dan kalung sianida sama seperti pilot AUREV asing lainnya.

Tertembak jatuh dan ditangkapnya Allan Pope dan Harry Rantung menjadi hari terakhir dominasi AUREV, sebenarnya Allan Pope dapat menghilangkan jejak, karena instruksi untuk penerbang asing AUREV jika jatuh diwilayah musuh dan tidak dapat melarikan diri harus menelan pil Sianida yang dikalungkan dileher masing-masing pilot asing jika bertugas, dan menyemprotkan cat hitam kemuka mereka, untuk tidak dapat dikenali, dan seluruh penerbang AUREV asing tidak boleh membawa tanda pengenal indentitas. Tapi Pope tidak melakukan hal tersebut alasannya dia masih dapat melarikan diri, sekalipun kakinya patah.

Tercatat dari grup penerbang intai AUREV dan penerbang angkut perbekalan kebanyakan di awaki kebangsaan China-Taiwan. Sementara para Navigator-navigator B-26 Invader AUREV di awaki oleh orang-orang Minahasa.

Disamping mereka ada beberapa penasihat militer udara; kolonel-kolonel AU dari Amerika, Korsel, Taiwan, dan Filipina. Mereka bertugas dan dibayar oleh rekening Permesta.

AUREV dikenal di Udara lewat pesawat yg bercat hitam pekat dengan tulisan putih AUREV, menjadi masalah selama dua bulan diwilayah udara Indonesia Timur.

Pilot-pilot resmi yang pernah terbang atas nama AUREV yg merupakan “soldier of fortune” diantaranya ; Allan Pope, Cecil Cartwright, Conie Sigfriest, Rex, dll.

(*) Pilot Polandia ini jebolan RAF (Brittish Royal Air Force) Veteran PD II melawan Luftwaffe (AU Jerman), dan kesulitan keuangan untuk membiaya keluarganya, akhirnya dia menerima tawaran sebagai pilot bayaran di Timur Jauh, di Minahasa bersama AUREV, jasadnya diterbangkan ke Bangkok kemudian Afrika Selatan baru ke Polandia untuk kamuflase. Keluarganya menerima santunan yang dibiayai Permesta.

(**) Hadi Supandi menerbangkan P-51D “Mustang” nya ke Singapura dan kemudian menuju ke Eropa, hanya ada pemberitahuan singkat bahwa dia pergi dan tidak akan pernah bergabung dengan AURI.

Skuadron pemburu AUREV lebih banyak berpangkalan dipulau di selatan Filipina, dan berfungsi sebagai penghalau pesawat pemburu AURI yang datang mendekat ke wilayah udara AUREV, serta bertugas untuk menyerang kapal-kapal pemerintah pusat yang mendekat ke garis pantai Sulawesi Utara dan Tengah, dan hanya Hadi Supandi dan Conie Sigfriest dengan pesawat pemburu P-51 D “Mustang,” yang tetap diparkir di Mapanget, untuk pengawalan B-26 “Invader” AUREV kalau terbang melakukan misi penyerangan / pemboman, atau sebagai firts interceptor kalau ada pesawat AURI mendekat ke wilayah udara Sulawesi Utara samapai Sulawesi Tengah dan perairan laut Sulawesi. Sementara pesawat-pesawat angkut perbekalan AUREV atau beach craft yang di awaki pilot-pilot China-Taiwan lebih banyak berpangkalan di Kalawiran, Minahasa.

Tertembak jatuhnya Kapten Allan Pope & Letnan Jan Harry Rantung, menyebabkan ditariknya seluruh pilot-pilot asing (Soldier of Fortune) dari AUREV. Rencana menyerbu balik ke Jakarta oleh Pasukan Permesta menjadi rencana diatas kertas saja, padahal persiapan di lapangan Udara Morotai, kep. Halmahera telah rampung dan siap digunakan oleh 2 Pesawat Pembom AUREV type B-29 Stratosfer, pesawat pembom jarak jauh yang sanggup pulang pergi Morotai – Jakarta, akhirnya kedua pesawat AUREV B-29 tersebut batal didatangkan.

Allan Pope akhirnya bebas dari hukuman mati setelah lobi Presiden Amerika ke Bung Karno. Misi-misi penerbangan dari Allan Pope dan Harry Rantung selama bertugas di AUREV, tercatat sebagai pilot-pilot yang menimbulkan kerugian bagi TNI / Pemerintah Pusat.

Tertangkapnya Kapten Allan Pope dan Letnan Jan Harry Rantung berakibat 3 kali kawat pemberitahuan untuk seluruh personil Pilot Bayaran AUREV harus keluar dari wilayah Permesta, para pilot-pilot tersebut masih tidak percaya, dan mereka diperintahkan mengakhiri misi mereka, dan kawat terakhir dengan jelas memerintahkan operasi mereka harus ditutup,..sign Allan Dulles (Director of C.I.A)!. Dengan protes pilot-pilot itupun keluar dari Mapanget sambil membalas kawat dengan kata-kata ” what the hell with them without air cover?..Damn…!!”.

Perubahan kebijakan Amerika Serikat tidak terlepas dari upaya keras dan pendekatan yang dilakukan Duta Besar Amerika Serikat Howard Jones dan Atase Militer Kolonel George Benson di Jakarta, meyakinkan State Departement AS dan Pentagon. Mereka berhasil meyakinkan Washington bahwa satu-satunya kekuatan masa depan yang bisa diandalkan melawan komunis di Indonesia justru berada ditangan para perwira di pemerintah Pusat.

Hal ini membuat para pemimpin Permesta marah terhadap AS karena, pihak AS hanya mengutamakan kepentingannya sendiri dibandingkan dengan kemitraannya terhadap gerakan Permesta yang se-'ideologi' (anti-komunis) dengannya. 


Sumber :
  • zonapencarian dan lainnya

1 komentar:

  1. Sayang kenapa gak di hukum mati aja tuh si monyet allan poppe.. kalau gw presidenya saat itu udah gw hukum mati tuh si monyet allan poppe..

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.