Selasa, 06 Maret 2012

Brimob Ranger War (3)

☆ LEGENDA IPDA HARTINO ☆

Hasil wawancara dengan anggota Kompi A Resimen Pelopor Januari 2007
Anton A. Setyawan,SE,MSi
Dosen Fak. Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan mahasiswa

alam setiap satuan militer selalu ada komandan pasukan yang disegani. Tipikal komandan yang disegani dalam sebuah pasukan, biasanya mempunyai kewibawaan, cerdas dan mempunyai ketrampilan bertempur yang handal baik dari sisi strategi maupun dalam pertempuran di lapangan. Brimob Rangers/Menpor juga mempunyai beberapa komandan lapangan yang legendaris, diantaranya adalah Jenderal (Pol) Anton Soedjarwo, Brigjen (Pol) Soetrisno Ilham. Namun komandan lapangan, yang memimpin pertempuran mempunyai ciri khas unik, yaitu memberontak pada atasan namun melindungi anak buah.

Kompi A Brimob Rangers mempunyai seorang komandan yang legendaris, ditakuti sekaligus disegani anak buah, ia adalah Inspektur Dua Hartino. Ipda Hartino adalah salah satu diantara dua perwira yang lolos seleksi Rangers angkatan I tahun 1959. Beliau kemudian diberi jabatan sebagai Wadan Kompi A. Pada saat pertama kali menjabat wadanki Ipda Hartino masih berusia 30 tahun dan bujangan. Namun demikian dalam pasukan, beliau dianggap senior karena rata-rata anak buahnya masih berusia 20 an tahun.

Mereka yang pernah menjadi bawahan langsung Ipda Hartino merasakan betul, tantangan menjadi Ranger. Pada saat menjalani test mission menghadang pemberontak DI/TII di Tasikmalaya, Jabar tahun 1959, Ipda Hartino selalu memimpin langsung satu regu untuk menghadang lawan. Pada saat terjadi pertemuan dengan musuh, posisi beliau selalu berada di depan dan terus berlari mencari posisi sambil melepas tembakan. Anak buah yang berada di belakang selalu kewalahan mengejar sang komandan yang usianya lebih tua 10 tahun. Anggota Kompi A mengingat bahwa tembakan pertama dari pasukan Rangers selalu berasal dari senapan M-1 Carbine milik Ipda Hartino.

Hal lain yang unik dari sang komandan adalah regu yang ia pimpin selalu bertemu dengan pemberontak baik di Jawa Barat tahun 1959 maupun pada saat di Sumatera tahun 1960. Banyak anak buahnya yang mengira Ipda Hartino mempunyai jimat yang menyebabkan beliau mampu menjejak gerombolan pemberontak. Regu yang pimpinannya diambil alih oleh Ipda Hartino selalu menyiapkan amunisi tambahan sebagai persiapan kontak tembak berlangsung lama dan biasanya memang demikian. Pasukan pemberontak yang bertemu dengan Rangers selalu dikejar dan tidak dilepaskan. Kebijakan lapangan dari Ipda Hartino yang terkenal dikalangan anak buahnya adalah tidak diperkenankan membawa tawanan dalam pertempuran, artinya setiap musuh harus ditembak. Itu sebabnya sang komandan menjadi sosok yang kontroversial.

Tipe pemberontak dari Ipda Hartino muncul pada saat penugasan infiltrasi ke Irian Barat / Papua pada Februari 1962. Sang komandan bersitegang dengan komandan detasemen yang berasal dari Brimob organik, Ipda Hartino sudah mengacungkan senapan AR 15 dan sudah melepas pengamannya membidik sang komandan detasemen, demi membela seorang prajurit Ranger yang melanggar aturan detasemen. Ketegangan mengendur pada saat Ipda Hartino melihat komandan detasemen berpangkat Ajun Komisaris itu pucat.

Pasca penugasan dalam operasi Trikora, Ipda Hartino ditugaskan memimpin sebuah kompi Brimob organik di Kalimantan. Jabatan itu adalah sebuah promosi ke pangkat Ajun Komisaris Polisi. Pada saat sampai di wilayah penugasan, anak buahnya yang baru menyiapkan tiga truk pengangkut pasukan untuk mengangkut barang-barang bawaan sang komandan kompi. Namun, AKP Hartino sang komandan kompi hanya membawa sebuah ransel kecil berisi pakaian dinas dan pakaian hariannya. Anak buahnya hanya melongo terheran-heran melihat gaya sang komandan kompinya yang baru. Alhasil tiga truk pengangkut pasukan pulang dengan kondisi kosong melompong.


Sumber : 
  • scribd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.