Sabtu, 31 Maret 2012

Insiden KKo dan RPKAD

Illustrasi
Bentrok ini diawali kemiripan warna baret RPKAD dan Tjakrabirawa. Menurut AKBP Mangil (DanDen Kawal Pribadi Resimen Tjakrabirawa) awalnya mereka meminjam baret RPKAD dan untuk membedakan warna Tjakrabirawa menambah zat pewarna sehingga menjadi merah bata. Kemiripan ini sering menyulut perselisihan antara kedua kesatuan militer tersebu. Para Anggota RPKAD berpendapat Tjakrabirawa tidak pantas memakai baret warna merah, semtaran Tjakrabirawa selalu merasa paling berjasa sebagai pengawal Presiden (panglima tertinggi).

Pertengahan tahun 1964, Jakarta sedang dibakar panas matahari Mayor Benny Moerdani (Komadan Batalyon 1 RPKAD) baru selesai main tenis dengan jip pulang ke Cijantung. Persis pada jalan masuk menuju kompleks asrama berpapasan dengan truk operasi RPKAD yang dimuat penuh anggota RPKAD berpakaian sipil. Benny mengamati tapi setelah melihat mereka bukan dari Yon 1 dia tidak merasa tertarik. “Pak, anak-anak keluar semua…”, teriak petugas piket jaga. Benny langsung menginjak rem. “lho, emangnya ada apa?”. “ tidak tau pak, anak-anak Yon 2 semua keluar asrama tanpa ijin.”

Pikiran Benny langsung bergerak cepat, keluar asrama tanpa ijin sudah melanggar prosedur militer. Tanpa pikir panjang dia langsung mutar arah dan mengikuti konvoi liar dari kejauhan. Pedoman yang dipakainya satu, truk paling belakang. Selepas Jatinegara, Benny semakin mencium sesuatu yang tidak beres, sepanjang jalan warga masyarakat terlihat dilanda kepanikan. Beberapa bergerombol sambil menunjuk-nunjuk kearah pasar senen. Iring-iringan kendaraan berhenti diwilayah Kramat Raya. Nampak para anggota RPKAD (berpakaian sipil) berloncatan dan langsung berlarian ke arah Simpang Lima Senen. “Wah kacau Pak, RPKAD gontok-gontokan dengan KKO”, jawab seorang yang sedang ikut berkerumun.

Sebuah keputusan segera melintas dikepala Benny. Insiden ini harus segera dihentikan. Ia kemudian dengan berjalan kaki menembus orang lalu lalang yang sedang melarikan diri. Ketikan nampak seorang digotong masuk ke RSPAD dia langsung masuk dan bertemu dokter bekas anak buahnya di Pasukan Naga. Dr. Bem Mboi melaporkan anggota RPKAD berkelahi dengan pasukan Tjakrabirawa dari unsur KKO TNI AL. di ruangan perawatan tergeletak 3 orang RPKAD dan 10 KKO.

Keributan merupakan kelanjutan insiden di lapangan Banteng, tanpa alasan yang jelas kedua belah pihak saling mengejek dan menjadi perkelahian massal. Para anggota RPKAD merasa tidak seimbang, karena jumlah KKO lebih banyak (Asrama KKO di Kwini bersebrangan jalan) kemudian menghubungi rekannya di Cijantung.

Tanpa ragu Benny segera meninggalkan RSPAD dan berjalan kaki ke asrama KKO di Kwini, pada pos jaga Kwini puluhan anggota KKO memakai seragam Tjakrabirawa bersenjata lengkap sibuk bersiap-siap mempertahankan asramanya. Benny masih dengan pakaian olahraga langsung melangkah masuk. Sebuah keanehan terjadi, petugas jaga depan markas segera memberi hormat.

Ternyata, sebagian dari anggota KKO yang sudah direkrut sebagai pasukan Tjakrabirawa ini dulu bekas anak buahnya di Irian Barat. Tentu saja mereka masih ingat mantan Komandan pasukan gerilya se-Irian, meski siang itu Benny hanya memakai baju kaos.

“Siap Pak, bisa saya bantu?” kata petugas jaga.”Mana Komandan,” jawab Benny singkat. “Baik Pak, silahkan tunggu….”. Para anggota KKO lainnya saling berbisik dari kejauhan. Mereka heran menyaksikan seorang sipil berani masuk asrama militer yang tengah bersiaga tempur. Tidak menunggu lama seorang perwira KKO keluar. Kebetulan kembali terulang lagi, yang muncul adalah Mayor Saminu, sama-sama berasal dari solo. “Piye iki, koq malah dadi ngene kabeh Ben…?”
“Sudahlah, jaga pasukanmu agar jangan keluar asrama. Saya akan tertibkan anak-anak. Kalau kamu diserang, ya …sudah silahkan, mau ditembak atau apa, terserah saja. Tapi saya minta jangan ada anggotamu keluar asrama.”. “Yo, wis beres,” jawab Saminu cepat menyetujui usul Benny.

Melihat Benny masuk asrama Kwini, isu segera menyebar di kalangan anak buahnya. “Pak Benny ditangkap, Pak Benny ditangkap KKO…” Mereka segera berebutan menduduki asrama perawat putri RSPAD, persis disamping Kwini. Dari lantai atas asrama perawat tersebu, sepucuk Bazooka siap ditembakkan tepat mengarah ke dalam asrama KKO.

Sambil menunggu datangnya perintah tembak, para anggota RPKAD tidak melihat seorangpun anggota KKO muncul. Tetapi dari kejauhan, malahan nampak Benny melenggang keluar dari Kwini “Sudah, sudahlah pulang kalian semua…” teriak Benny sambil melambaikan tangannya. Ia kemudian memerintahkan semua anggota RPKAD disekitar tempat itu, yang berpakaian sipil namun membawa beraneka macam senjata mundur dari wilayah sekeliling Kwini. Beberapa lagi masih kelihatan tetap ragu-ragu segera didorong oleh Benny, diperintahkan naik keatas kendaraannya masing-masing. Mereka diminta kembali ke Cijantung.

Warga masyarakat dipinggir jalan terheran-heran melihat tontonan ini. Pertempuran kedua pasukan elit yang semula dikuatirkan meletus mendadak saja berakhir. Setelah seorang berpakaian olahraga memerintahkan pasukan RPKAD naik kembali keatas truk.

Insiden berdarah antara pasukan RPKAD melawan Kesatuan Tjakrabirawa dari unsur KKO ini segera dibicarakan ditingkat atas. Keesokan hari Benny menerima perintah untuk datang melapor ke Markas Garnizun Jakarta. Benny dipertemukan kembali dengan Mayor KKO Saminu yang didampingi Kolonel CPM Sabur Komandan Resimen Tjakrabirawa.

Insiden di Senen sepanjang hari itu ternyata tidak mungkin bisa disembunyikan dari perhatian Presiden. Ketika keributan meletus di Istana negara sedang berlangsung pertemuan antara dokter militer. Ditengah pertemuan mendadak diinterupsi dan diminta seluruh tenaga dokter secepatnya harus datang ke RSPAD Karena dokter yang di RSPAD kewalahan menerima kiriman korban.

Usai dari Garnizun Benny malahan menerima panggilan dari Istana. Presiden Soekarno ingin mengetahui duduk perkara sebenarnya langsung dari tangan pertama. Tapi dengan datangnya panggilan ke Istana justru yang muncul dalam pikiran Benny adalah bagaimana harus menjelaskan peristiwa itu kepada Bung Karno. Dengan perasaan galau semacam itulah Benny melangkah kakinya memasuki Istana Kepresiden.

Bung Karno menerima kedatangan Benny diberanda belakang Istana Merdeka. Selama pembicaraan dia lebih banyak diam terpaku, sementara Bung Karno dalam nada cerah bercerita panjang lebar. Inti pembicaraannya mengkisahkan dalam setiap negara selalu harus ada pasukan-pasukan elite. Tugas pasukan elite kecuali untuk bisa melindungi negara dari ancaman musuh juga tidak kalah pentingnya harus selalu siap sedia melindungi Kepala Negara.

Tiba-tiba Bung Karno berkata, ”Ben, saya menginginkan kamu menjadi anggota Tjakrabirawa.” Langsung kepala benny tersentak dan sesaat terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab bagaimana. Sama sekali tidak pernah ada bayangan terlintas bahwa dia bakal menerima perintah semacam itu. Setelah membisu beberapa saat dan suasana menjadi agak tenang kembali, dengan perlahan keluar jawabannya,” Bapak Presiden, saya pengin jadi tentara betulan…”

Suasana senyap dalam beranda Istana mendadak berubah. “Lho, apa kau pikir Tjakrabirawa bukan tentara…” teriak Bung Karno dalam nada marah.

Benny sebenarnya bermaksud menjelaskan, dalam pandangannya pribadi sebagai seorang anggota militer, pasukan semacam Tjakrabirawa tidak ada nilainya. Sepanjang karir kemiliterannya dia sudah dilatih untuk menjadi anggota Pasukan Komando. Bagaimana mungkin ini semua dialihkan untuk sebuah penugasan yang sama sekali berbeda sifatnya.

Dalam bayangannya, seorang anggota pasukan Tjakrabirawa setiap hari hanya bertugas berdiri bersiaga untuk menjaga keamanan pribadi seseorang. Meski yang sedang mereka jaga adalah seorang kepala negara, tetapi untuk Benny itu semua bukan tugas seorang anggota militer profesional.

Benny tentu saja menyadari, penilaian semacam itu tidak mungkin bisa dia kemukakan secara langsung kepada seorang Panglima Tertinggi ABRI. Dengan pertimbangan ini, yang kemudian dipilihnya adalah mengucapkan kalimat “….tidak begitu Pak. Saya ingin menjadi Komandan Brigade lebih dulu…”
“Oh, kamu pahlawan ya, pemegang Bintang Sakti. … tapi Komandan Brigade..?”. Benny menyadari, dengan mengemukakan alasan teknis seperti itu Bung Karno pasti tidak akan bisa lagi menawar. Karna masih sangat panjang jarak yang harus ditempuh oleh seorang Mayor untuk bisa menjadi Komandan Brigade.

Permintaan untuk menjadi anggota resimen Tjakrabirawa ternyata sudah tidak muncul lagi dalam pembicaraan di beranda Istana. Bung karno segera mengalihkannya kepada topik lain. Kini dengan suara perlahan-setengah berbisik dia berkata, “Saya sebetulnya ingin anakku menikah dengan seorang pahlawan. Ya seperti engkau ini…”. Bung karno kembali mulai memakai kalimat-kalimat berbunga, melukiskan keinginan hatinya untuk bisa menjodohkan salah satu putrinya dengan anggota militer.

Dalam pembicaraan antar hati ke hati tersebut, Benny dengan cerdik segera bisa meloloskan diri. Maksud Bung Karno untuk menjadikan Benny seorang menantu presiden – yang mungkin dilandasi dengan maksud baik- tentu tidak mungkin bisa dipenuhinya. Benny sudah memiliki pilihan sendiri. Namun menghadapi seorang kepala negara dan orang tua yang merindukan datangnya menantu memang dia merasa perlu memilih kata-kata penolakan yang tidak menyinggung perasaan. Hari itu dua buah tawaran penting dari bung karno sudah berhasil dielaknnya. Benny bukan saja berhasil menolak secara halus keinginan Bung Karno untuk dia menjadi anggota resimen Tjakrabirawa, ia juga tanpa harus menyakitkan lawan bicaranya bisa menghindar tawaran untuk menjadi seorang menantu Presiden.

Dengan perasaan lega benny kemudian bisa meninggalkan halaman Istana Kepresidenan tanpa menanggung beban. Jebakan Bung Karno dengan sangat cerdik berhasil dihindarkannya. Sebuah ketrampilan berdiplomasi yang mungkin tidak setiap orang kuasa untuk melakukannya.
(Dikemudian hari pernikahan benny dengan pilihan hatinya malah dipestakan oleh Bung Karno di Istana Bogor).

Originally Posted by daelle

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.