Jumat, 13 April 2012

Menyeru Nama "Tuhan" Di Rawa-Rawa

"Ya Tuhan, saya mati," teriaknya dalam hati di tengah kekagetannya. Ia sempat terhenyak mundur ke belakang karena kaget, tidak mengira bakal ketemu orang, apalagi orang itu sedang melihat ke arahnya, dalam jarak kurang dari 10 meter.

Pada Juni 2004, seluruh tim di Yonif 900 / Raider yang tengah menjalankan patroli keamanan di daerah Bukit Rayeuk, Aceh Utara. Sebagai KomandanTim-IV (Dantim IV) Kompi-B Yonif 900/Raider, Sersan Satu (Sertu) Reinhard Roland Laim yang jabatan definitifnya di batalyon adalah sebagai Bintara Peleton Bantuan Kompi-B membawa sembilan orang anggota timnya ditambah kelompok kompi (Danki) yang berjumlah tiga orang, bergerak menyisir hutan dan rawa-rawa.

    Dalam gerak hari pertama dan kedua tidak ada yang menonjol, hingga hari ketiga maka terjadilah suatu peristiwa yang akan selalu diingat Roland.

    Pada Hari Jum'at, mereka bertemu dengan Tim III yang sedang berkemah, kemudian Dantim IV berkordinasi dengan Dantim III, "Kita coba bertukar rute perjalanan. Kami akan lewat rute kalian dan kalian lewati rute yang akan kami lalui," katanya. Tidak lama kemudian Dantim IV membawa dua orang anggotanya berjalan menuju rawa-rawa.

    Mereka membuka jalan menuju rawa-rawa yang tertutup semak belukar yang tingginya melebihi dari tinggi manusia. "Saya didepan dan kami bertiga buka jalan dengan menebangi semak belukar, lalu saya melihat ada papan yang melintas di rawa-rawa," katanya. Karena curiga dengan papan yang biasa digunakan sebagai jalan pintas anggota pemberontak GAM untuk patroli maupun meloloskan diri dari kejaran aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI). Maka Sertu Roland berserta dua anggotanya menelusuri papan tersebut masuk ke rawa-rawa meninggalkan Danki berserta personil Tim III lainnya di belakang.

    Setelah 25 meter berjalan menelusuri papan tersebut di rawa-rawa, mereka menemukan camp milik GAM, berupa 'para-para' yang berdiri di rawa-rawa, yang mampu menampung lima orang. Ditempat itu mereka menemukan barang-barang bekas digunakan anggota GAM. "Saya temukan bedak pengharum badan dan cairan pengusir nyamuk. Ketika saya cium baunya masih menyengat, yang saya artikan barang-barang itu belum lama digunakan dan orang yang memakainya baru saja meninggalkan tempat ini," kata Roland. Pagi hari sekitar pukul sembilan pagi itu, ia menemukan kaleng bekas makanan yang masih bersih dan tempat bekas kuah ikan yang belum basi.

    Berada di tempat itu selama seperempat jam, Sertu Roland bersama kedua anggotanya kembali ke posisi Danki-B berserta pasukannya yang berada di luar rawa untuk melaporkan semua yang dilihatnya berserta barang bukti dan dokumen milik anggota GAM. Kemudian bersama-sama mereka menuju lokasi yang diketemukan tadi dan beristirahat sambil memasak untuk makan pagi dan makan siang.

    Pemeriksaan di sekitar lokasi camp milik GAM itu dilanjutkan dan mereka menemukan papan yang di gelar di rawa-rawa di tengah pepohonan yang tingginya 10-20 meter yang tersembunyi di suasana yang agak gelap, karena cahaya matahari tertutup rimbunnya pohon disana. Kedalaman rawapun ada yang sebatas lutut sampai sebatas pinggang orang dewasa.

    Pasukan lalu bergerak mengikuti papan dan setelah lebih kurang 50 meter, jalur papanpun terpecah menjadi dua arah. Sertu Roland pun melihat peta dan menyimpulkan arah ke kanan menuju daerah transmigrasi Babussalam yang berjarak tiga kilometer menuju kesana. Sedangkan arah ke kiri menuju ke kampung Aceh di daerah Bukit Rayeuk yang berjarak 700 meter. "Perkiraan saya, kalau GAM ada disini tidak mungkin bertahan di atas rawa yang panjang karena tentu mereka butuh logistik yang banyak. Pasti mereka akan mendekat ke perkampungan," kata Roland, yang saat ini sudah berpangkat Sersan Kepala (Serka).

    Ia kemudian memutuskan untuk menelusuri papan yang kearah kiri. Roland berada di depan diikuti ke dua belas orang lainnya. Belum lama berjalan, ia menemukan dataran bukit di tengah rawa yang sering disebut 'Bukit Gelap'. Ia bersama ke dua anggotanya naik ke bukit itu, sementara dankinya bertahan dibelakangnya, dengan berpijak pada papan di rawa dalam posisi berjejer ke belakang (berbanjar). "Ini adalah daerah baru dan tertutup perpohonan yang lebat. Kami tidak bisa membuat posisi bersaf (berjejer ke samping) karena takut ada yang hilang, apalagi suasana agak gelap atau remang-remang. Maka demi keamanan kami berbanjar dengan mengatur jarak," kata Roland. Ia menaiki bukit melalui jalur tengah menuju puncak. sedangkan kedua anggotanya, Pratu Rahmat menyisir naik di sebelah kanan dan Pratu Arifudin naik dikiri daratan berupa bukit kecil itu. "Sebenarnya disitu ada jalan setapak tapi tidak saya lalui karena saya anggap terlalu terang kena sinar matahari. Saya menggunakan rerimbunan pepohonan dan semak belukar yang ada untuk menyisir naik, dengan tetap menggunakan helm dan menggendong ransel di punggung," kenangnya.

    Karena keterbatasan rompi anti peluru yang dibagikan ke Tim saat itu yang hanya berjumlah tiga buah. Sertu Roland selaku komandan tim tidak mengunakannya tapi dibagikan kepada anggotanya. Dua buah diberikan kepada anggotanya yang begerak paling depan dan satunya kepada anggota yang membawa senjata mesin minimi. "Rompi saya suruh pakai anggota yang bawa minimi supaya dia tidak takut untuk terus bergerak dan menembak, karena suara senjata minimi yang menggeledar dapat membangkitkan semangat tempur anggota lainnya sekaligus suara tembakannya bisa menjatuhkan moril lawan," katanya. Sedangkan bagi prajurit yang didepan, kata Roland, ia memberikan dan menyuruh anggota tersebut memakai rompi agar mereka bermoril tinggi dan tidak takut untuk terus maju.

    Roland terus berjalan menuju ketinggian bukit. Ia berjalan dengan sikat hati-hati dan waspada, mengingat penemuan benda-benda GAM yang ada di rawa-rawa tadi, membuat ia menyakini bahwa anggota GAM masih ada di sekitar lokasi itu. Suatu ketika ia menjadi tersentak kaget dan hampir saja badannya jatuh ke belakang. Disaat ia melihat ke atas, tampak olehnya seseorang yang juga sedang melihat ke arahnya. "Sepertinya dia sedang meneliti apa yang dilihatnya, apakah hewan atau manusia, kalau dia sudah tahu itu manusia barangkali dia masih menerka-nerka apakah temannya atau warga masyarakat, karena saat saya lihat dia, dia sudah lebih dahulu melihat saya. Dia pasti dapat melihat muka saya dengan jelas, karena saya bisa dengan jelas melihat raut mukanya," kata Roland.

    Lokasi tempat ia berjalan memang agak gelap, sehingga orang di atasnya tidak bisa melihatnya dengan jelas. Saat Roland menunjukan kepalanya dari balik pohon untuk melihat ke atas bukit, ia melihat ada seseorang sedang duduk berjongkok disamping sebuah pohon besar.

    "Ya Tuhan, saya mati." teriaknya dalam hati di tengah kekagetannya. Ia sempat terhenyak mundur karena kaget, tidak menyangka ketemu orang, apalagi orang itu melihatnya, dalam jarak 10 meter. Dalam hitungan detik, naluri tempur dan reflek Roland sebagai prajurit Raider teruji.

    Dalam keadaan kaget namun ia tetap sadar. Ketika ia melihat salah satu tangan orang itu menjulur ke bawah, Rolland mengartikannya ia hendak mengambil senjata yang berada di sampingnya, yang dari posisi Roland berdiri tidak kelihatan. Tidak menunggu lama, saat si komandan melihat gerakan orang itu, ia langsung menghantamnya dengan dua tembakan terbidik, tepat mengenai sosok anggota GAM tersebut yang langsung roboh ke tanah.

    Setelah menembak, Roland langsung merebahkan diri, mencari perlindungan diri dan tiarap sambil melepas ransel di punggungnya. Di posisinya ia melihat orang lain diatas bukit yang menembakinya dengan senapan RPD. "Saya hanya bisa angkat muka melihat, tidak bisa membalas tembakan, karena posisis saya di bawah," katanya. Kedua anggotanya yang naik ke bukit langsung membalas tembakan, sedangkan pasukannya yang berada di bawah tidak bisa membantu karena tembakan GAM yang mengarah ke bawah. Mereka hanya bertahan di rawa-rawa. Untuk menurunkan moril musuh, Roland lalu berteriak "Sayap kanan serbu, sayap kiri serbu", padahal ia tahu kawan-kawannya terhalang rentetan tembakan GAM dari atas bukit untuk bergerak maju.

    Tiba-tiba Pratu Rahmat yang berada di sebelah kanan Roland berteriak "Dantim, ini bivak". Roland langsung menjawab dengan memberi perintah, "Terus maju perlahan sambil menembak," teriaknya. Ia tidak bisa membantu karena ditembaki dari atas. "Saya sempat lihat orang itu tembaki saya, sedangkan satu orang lainnya menyeret kawannya yang tewas kena tembak saya tadi," katanya. Roland tidak berani maju, karena khawatir teman-teman di belakang menembakinya. Ia mendengar Pratu Rahmat berteriak supaya rekan-rekannya dibawah tidak melepaskan tembakan, karena ia berada di depan. "Hati-hati jangan tembak, ada Dantim di depan,"teriak Rahmat.

    Baku tembak terus berlagsung. Perlahan-lahan situasi mulai berubah. Roland sudah bisa membalas tembakan, sedangkan rekan-rekannya mulai menaiki bukit sambil menembak ke arah GAM. Setelah kurang lebih dua puluh menit, tembakan GAM berhenti, berarti mereka telah melarikan diri.

    Pasukan Yonif 900/Raider kemudian melakukan pembersihan. Dari tempat anggota GAM yang ditembak tadi, ia menemukan bekas darah di dedaunan dan ia menyimpulkan bahwa anggota GAM tadi pasti tewas.

    "Setahu saya, kalau darahnya berwarna merah terang dan encer berarti bagian badan yang kena bukan daerah mematikan, misalnya lengan atau kaki tapi kalau darahnya warna merah pekat dan kental berarti ia terkena di bagian badannya yang mematikan seperti dada dan kepala," Kata Roland.

    Diatas bukit itu ternyata di jadikan markas atau pos GAM. Terbukti disana selain terdapat beberapa gubuk, MCK sederhana, sumur, disamping dokumen dan perlengkapan GAM lainnya, seperti pakaian dan sepatu-sepatu militer. Diperkirakan tempat itu menampung sekitar 40 orang.☆



[sumber dari Majalah Defender, 2009]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.