Senin, 21 Mei 2012

Kisah Tim SAR Sukhoi

 Usir Dingin Dengan Kantong Jenazah

Usir Dingin Dengan Kantong Jenazah
Pilu yang tersiar akibat jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 pada Rabu (9/5) tak hanya meninggalkan luka, tapi juga rasa bangga menjadi bagian operasi kemanusiaan. - inilah.com/Wirasatria

INILAH.COM, Bogor - Pilu yang tersiar akibat jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 pada Rabu (9/5) tak hanya meninggalkan luka, tapi juga rasa bangga menjadi bagian operasi kemanusiaan.

Selama 10 hari, sekitar 2.000 orang tergabung dalam komando Badan SAR Nasional mendedikasikan tenaga, pikiran dan jiwanya demi sebuah nama, kemanusiaan.

Sekitar 750 tim disebar menyusuri belantara dengan misi evakuasi. Tim diberi tugas berbeda, satu tim bertugas membuka jalan, tim kedua pembawa logistik dan peralatan, dan tim ke berikutnya melakukan evakuasi.

Ketangguhan Gunung Salak menjadi hal utama untuk ditaklukkan. Jalan berliku, dikelilingi jurang, hutan nan lebat, hingga dingin menusuk tulang.

"Kalau mendaki gunung sudah biasa, dan sudah bagian dari tugas. Tapi memang dingin di Gunung Salak tidak bisa kompromi," kata Serka S Jatmiko, salah seorang anggota Paskhas dari Batalion 467 Jakarta.

Selama empat hari melakukan pencarian di Gunung Salak, Jatmiko merasakan beratnya medan yang harus dihadapi bersama rekan-rekan.

Untuk menghalau dingin yang menusuk tulang, apapun dilakukan, bahkan harus tidur di dalam kantong jenazah pun tidak menjadi persoalan.

"Mumpung belum dipakai, jadi saya pakai dulu aja. Karena sangat dingin. Sudah pakai kantong jenazah juga masih terasa sampai embunnya terasa dari dalam," katanya.

Kantong jenazah menjadi satu-satunya selimut serta alas tidur para relawan sebelum menyetuh ke dalam 500 meter tempat pesawat bersemayam.

Usai bermalam, tim harus melanjutkan perjalanan menuruni lembah dengan menggunakan akar pohon yang tersedia, sembari menunggu tim lanjutan yang membawa tali serta logistik.

Tim kembali bermalam di puncak, cuaca menjadi kendala utama para relawan. Dan untuk malam berikutnya, kantong jenazah menjadi andalan.[ito]
 Tim SAR Sukhoi Bertaruh Nyawa dan Kurang Makan

Tim SAR Sukhoi Bertaruh Nyawa dan Kurang Makan
Kurang makan, kedinginan menjadi satu dalam tugas kemanusiaan yang harus dijalani tim SAR evakuasi korban Sukhoi. Bertahan dengan bekal seadanya dan saling berbagi. - inilah.com/Bambang Prasethyo

INILAH.COM, Bogor - Kurang makan, kedinginan menjadi satu dalam tugas kemanusiaan yang harus dijalani tim SAR evakuasi korban Sukhoi. Bertahan dengan bekal seadanya, saling berbagi dan menjaga agar perbekalan yang minim tetap tersedia.

Ketabahan itu harus dilakukan hingga tim logistik datang untuk menyambung nyawa. "Setelah hari ke dua baru tim logistik sampai, dan kita bisa melanjutkan perjalanan setelah memasang tali di tebing," kata Serka S Jatmiko, salah seorang anggota Paskhas dari Batalion 467 Jakarta.

Perjuangan tidak hanya sampai di situ, angkuhnya lembah gunung Salak yang curam memaksa tim bekerja secara pintar agar tidak jatuh terhempas ke dasar.

Jatmiko bersyukur kekompakan tim saling bekerjasama menjadi modal utama misi evakuasi berjalan maksimal. Curamnya tebing, dengan kemiringan 85 derajat sedalam 500 meter harus dilalui untuk menuju lokasi.

Dalam perjalanan menujur dasar lembah, Jatmiko bergabung dengan dua rekannya dari tim yang berbeda, Serda Bagus Kurnia dan Serda Nendi Ruwanto.

Meski berbeda tim, mereka bertiga mengoptimalkan kerja tim masing-masing untuk melakukan misi evakuasi.

Perjuangan bertahan hidup di belantara Gunung Salak berubah lega, begitu puing-puing Sukhoi terlihat satu per satu.

"Misi kita hanya satu, mencari dan mengevakuasi. Begitu melihat lokasi kita seperti melihat harta karun, ini dia yang kita cari selama ini," katanya.

Hari senja, evakuasi dilakukan seadanya. Beberapa tim berhasil mengumpulkan kantong jenazah berisikan serpihan material pesawat dan beberapa kantong untuk menyemayamkan para korban.

Langit mulai kelam, perjalan tidak mungkin dilakukan, hanya ada satu kata bertahan hingga matahari kembali memunculkan cahayanya.[ito]
 2 Hari Bermalam Bersama Jenazah

2 Hari Bermalam Bersama  Jenazah
Beberapa tim SAR sebenarnya sudah berhasil mengumpulkan kantong jenazah berisikan serpihan material pesawat dan beberapa kantong untuk menyemayamkan para korban. - inilah.com/Agus Priatna

INILAH.COM, Bogor - Beberapa tim SAR sebenarnya sudah berhasil mengumpulkan kantong jenazah berisikan serpihan material pesawat dan beberapa kantong untuk menyemayamkan para korban.

Namun karena langit mulai kelam, perjalanan tidak mungkin dilakukan, hanya ada satu yang bisa dilakukan, bertahan hingga matahari kembali memunculkan cahayanya.

Bermalam dengan jenazah bukanlah hal menakutkan, Serda Bagus Kurnia terpaksa dua hari dengan kantong jenazah berisikan tubuh para korban.

"Evakuasi korban cukup sulit, medannya berat karena kita harus menaiki tebing dengan beban yang dipikul beratnya lebih dari 10 kg," kata Bagus.

Kantong-kantong tersebut harus dikirim secepatnya ke landasarn Helipad yang telah dibuat seadanya di dekat puncak. Apa pun caranya, keluarga korban menanti kedatangan mereka.

Tebing terjal dan curam harus ditaklukkan, jurang di kiri dan di kanan tak diacuhkan dengan satu tujuan menuju landasan helipad.

Seperti seorang pemanjat tebing, menaiki lembah dengan kantong jenazah digantung di pundak menjadi pemamdangan yang sulit terlupakan.

"Yang kita pikirkan bagaimanapun caranya, dan apa yang kita temukan harus segera kita antarkan," kata Serda Nendi di tim SAR evakuasi Sukhoi.

Kebahagian tak terkira ketika korban berhasil dievakuasi secepatnya. Mereka seakan melupakan kelelahan termasuk pengalaman berselimut kantong jenazah demi menghalau dinginnya malam.[ito]
 Tim SAR Sukhoi Berhari-hari Tidak Mandi

Tim SAR Sukhoi Berhari-hari Tidak Mandi
Pengalaman seru dirasakan tiga sekawan anggota Paskhas Batalion 476 Jakarta yang turut melakukan evakuasi korban pesawat Sukhoi. - inilah.com/Agus Priatna

INILAH.COM, Bogor- Pengalaman seru dirasakan tiga sekawan anggota Paskhas Batalion 476 Jakarta yang turut melakukan evakuasi korban pesawat Sukhoi. Mereka tidak mandi selama empat hari, bahkan Serda Nendi enam hari tanpa mandi.

Bermalam di gunung selain minim makan dan minum, mandi pun bukan rutinitas yang bisa dilakukan dengan mudahnya. "Bagaimana mau mandi, air saja tidak ada," katanya.

Bagi ketiganya, tidak mandi sudah menjadi hal biasa di tengah hutan belantara. Belajar bertahan hidup di hutan salah satu kurikulum penting dalam dunia militer.

Untuk bisa bertahan dengan stamina semakin terkuras, kerjasama tim adalah pendorong mereka untuk tetap bergerak dan terus bergerak hingga misi terselesaikan.

Selama 10 hari bertugas menjadi relawan operasi pencarian dan evakuasi korban pesawat Sukhoi Superjet 100 tidak hanya menyisakan lelah dan letih, tapi sebuah kerjasama yang tidak terlupakan.

Serka Jatmiko mengatakan, meski berasal dari kesatuan yang berbeda-beda, tapi selama operasi berlangsung, mereka mematuhi satu komando yang dipegang oleh pemimpin kelompok yang ditunjuk.

Menghormati, menghargai dan mengomunikasikan rencana-recana pergerakan operasi menjadi ramuan mujarab keberhasilan evakuasi.

"Selama di sana kita harus mematuhi satu perintah yang ditunjuk sebagai pemimpin pasukan. Saling berkoordinasi dan menghargai keputusan yang dibuat. Ya, kita harus lepaskan ego diri dulu," kata lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 2001 itu.

Menurut Jatmiko, selama operasi berlangsung, tidak ada perbedaan pangkat, jabatan atau kesatuan. Hanya ada satu kata, relawan kemanusiaan.

"Inilah kami, meski berbeda kesatuan selama di lapangan kami adalah satu untuk kemanusiaan," katanya.[ito]
[inilah]

1 komentar:

  1. Terimakasih untuk semua tim Relawan Sukhoi, Saya pribadi atas nama rakyat sangat bangga dengan kalian..sekali lagi terimakasih yang setulus-tulusnya...

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.