Kamis, 03 Mei 2012

★ KRI Krait


 ♆ Baby Sigma

Luasnya perairan dan berbatasan dengan beberapa negara tetangga, Indonesia terus berbenah diri dengan anggaran yang terbatas untuk dapat mencapai MEF (Minimum Essential Forces) dalam ketersediaan kapal perang dan patroli yang mencukupi untuk mengamankannya, TNI AL mencoba beberapa galangan kapal yang ada di seluruh nusantara untuk dapat membuat kapal perang secara mandiri untuk dapat beroperasi di perairan dangkal sebagai kapal patroli. Setelah berhasil membeli 4 kapal jenis korvet dari Belanda, TNI AL mencoba membuat kapal sejenis buatan Indonesia dengan desain yang menyerupai kapal Sigma Class tapi beda kelas dan ukurannya, maka banyak pengamat yang menamakannya sebagai Baby Sigma.

Desain Kapal (Prototype) dimulai pada tahun 2006, Peletakan lunas dilakukan pada Juni 2007, dan dibuat Dermaga Fasharkan TNI AL Mentigi. Selama pembangunan, kapal ini diawasi dam disupervisi penuh oleh Satgas dari Fasharkan TNI AL Mentigi serta dibawah pengawasan biro klasifikasi kapal internasional yaitu BV (Bureau Veritas) Prancis, sehingga kualitas kapal bisa terjamin. TNI AL berupaya mengembangkan sumber daya manusianya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya mengamankan seluruh wilayah perairan Indonesia.

Kapal diluncurkan pada pertengahan tahun 2008 dan diresmikan oleh Panglima TNI pada Desember 2008 di Dermaga Fasharkan TNI AL Mentigi. Kapal ini termasuk dalam '10 Karya Anak Bangsa Yang Membanggakan' di bidang kemandirian Bangsa dalam mencukupi Alutsista TNI untuk mempertahankan dan menjaga keutuhan NKRI.

KRI Krait 827 terbuat dari material alumunium hasil kerjasama Fasharkan Mentigi dengan PT BES. Kapal berbadan alumunium ini merupakan hasil saling tukar ilmu antara TNI-AL lewat Fasharkan (fasilitas pemeliharaan dan perbaikan) Mentigi dan PT Batam Expresindo Shipyard (BES), Tanjung Guncang. Pengerjaan dilakukan selama 14 bulan sejak Juni 2007. PT BES maupun TNI-AL mengaku cukup hati-hati dalam pembuatan kapal itu karena harus sesuai dengan standar operasional dan izin PBB, karena direncanakan untuk dapat ikut partisipasi pengamanan internasional. Membuat kapal perang (KRI) berbahan dasar aluminium yang sukses dilakukan di Batam bukanlah sesuatu pekerjaan yang mudah. Selain dikejar waktu, KRI itu haruslah sesuai standar marine class.

Bukan saja persoalan waktu, biaya yang diploting dalam anggaran Mabes TNI-AL tidaklah mencukupi untuk membuat sebuah kapal bagus berstandar internasional itu. Buktinya, dalam proses pembuatan saja sudah tiga kali gambar (design) kapal tersebut diganti, karena anggaran tak mencukupi.

Desain awal, seharunya kapal perang itu berkecepatan 32 knot. Itu berarti mesin yang dibutuhkan haruslah mesin 2.700 HP (horse power) x 2. Namun, harga mesin sebesar itu mencapai kurang lebih Rp 8 miliar sampai Rp10 miliar untuk satu buah mesinnya.


Desain yang telah susah payah dibuat, kemudian diganti dengan merancang kapal berkecepatan di bawahnya, yakni ukuran 1,250 HP x 3 dengan kecepatan 28 knot. Karena selisih harganya tak sedemikian signifikan. Rancangan kapal kembali dirubah terutama pada hull (bawah air) kapal tersebut. ”Dengan perubahan itu, para desainer kapal itu harus bekerja ekstra dan berhati-hati,” kata perwira pengawas pembangunan Fasharkan Mentigi Kapten Gatot Arijanto ketika ditemui Batam Pos, saat itu.

Akibat terkendala dana tersebut, ia bersama jajarannya kembali mengajukan proposal ulang dengan desain berkapasitas lebih kecil, yakni kecepatan kapal mencapai 20 knot, dengan desain mesin 1250 HP x 2, yakni mesin MAN buatan Jerman berstandar marine class. Setelah mendapat persetujuan Mabes TNI-AL dengan rancangan yang ada, kendala lain terus muncul, yakni tenaga kerja lapangan yang akan membuat kapal tersebut dari titik nol. Perlu shipyard yang berpengalaman dan mampu menyelesaikan pekerjaan kapal tersebut.


Dilakukanlah survei keliling di seluruh shipyard yang ada di Batam. Dari keseluruhan yang dikunjungi, hanya sekitar empat hingga enam galangan kapal yang sanggup mengerjakan kapal tersebut, namun tak semuanya memiliki lisensi seperti yang diharapkan. Alumni teknik perkapalan Universitas Hang Tuah Surabaya itu, mengaku nekat menggandeng PT Batam Express Shipyard (BES) yang merupakan perusahaan galangan milik anak bangsa.

Bersama pimpinan tertinggi Fasharkan Mentigi Uban, yakni Kolonel Sugeng dan dua anak buahnya masing-masing Lettu Syahrul dan Agus Santoso, memutuskan untuk tetap menyelesaikan pekerjaan tersebut. ”Ditetapkan PT BES sebagai pelaksana pekerjaan itu bukanlah tanpa kendala,” kata dia. Pasalnya, PT BES belum pernah membuat kapal perang (KRI) terutama kapal yang memiliki haluan yang agak ekstrim serta memiliki spesifikasi khusus.

Sumber daya manusia (SDM) lokal yakni putra-putri Indonesia yang berada di PT BES yang diawasi Fasharkan Mentigi selama 14 bulan secara bahu-membahu melaksanakan proyek itu. KRI made in Indonesia berbahan aluminium itu adalah kapal pertama yang mampu dikerjakan anak bangsa. Walau buatan dalam negeri, material kapal itu umumnya didatangkan dari luar negeri. ”Untuk plat aluminium ukuran 4 milimeter sampai 30 milimeter harus dibeli dari Italia, Yunani, bahkan Afrika Selatan. Mesinnya dibeli di Jerman. Sedangkan jaringan elektrikal (Schendier) dari Prancis,” ujar Gatot.

KRI Krait sendiri memiliki sistem pendukung pengaman untuk peluncuran rudal ke permukaan (SSM), radar marting (penandaan) yang bisa membaca nama kapal musuh. Walau terus mengalami banyak perubahan yang kadang membingungkan, namun Direktur PT BES Djuhairi Dahlan kepada Batam Pos, mengaku tetap optimis kapal produksi putra-putri Indonesia itu bakal sukses diselesaikan.
Kapal ini dilengkapi radar  dengan jangkauan komunikasi dan radar yang sudah cukup luas.

Program alih teknologi antara PT BES dan Fasharkan Mentigi untuk menyelesaikan KRI tersebut akhirnya tercapai. ”Hanya satu tujuan, yakni menunjukkan pada negara lain bahwa Indonesia juga mampu mendesain, membuat, dan memiliki kapal perang berbahan aluminium,” imbuh Djuhairi.


Disamping ditugaskan sebagai kapal patroli keamanan laut, kapal ini juga bisa digunakan sebagai kapal SAR dan kapal untuk bantuan bencana alam sehingga kapal ini dilengkapi dengan Hydraulic Crane yang dapat digunakan pada saat SAR maupun bongkar muat bahan bantuan untuk daerah bencana (dimana saat bencana, suatu pangkalan belum tentu ada fasilitas angkat yg memadai). Disamping itu, kapal ini didesain auto pilot untuk memudahkan pengendalian selama kapal melintasi alur pelayaran yang sempit dan untuk jarak tempuh yang jauh sehingga moral pengawak tetap terjaga dengan kemudahan pengoperasian kapal.

Sebelumnya jenis kapal ini direncanakan untuk dibuat beberapa unit, mungkin rencana itu batal dengan lahirnya kapal jenis Clurit Class, yang sukses dan terus bertambah sampai 2014.()
 ♆ Spesifikasi

Produksi : Fasharkan TNI AL Mentigi & PT. BES Batam
Panjang : 40 m
Lebar : 7,3 m
Draught : 2 m
Berat : 190 dwt
Tenaga : 2x 1,259 hp, mesin MAN buatan Jerman
Kecepatan Maksimum : 20 knot
Jarak Jelajah : 2.500 mil
Persenjataan : 1x25 mm canon (twin barrel), 2x 12,7 mm
Radar :
dengan jangkauan 96 Nautical Mil  dengan sistem navigasi GMDSS Area 3
 ♆ KRI Krait 827

()

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.