Selasa, 22 Mei 2012

Menuju Kemandirian Alutsista

 Saat ini 120 orang dari ITS, TNI AL, dan PT PAL berada di Korea membuat kapal selam.

Kapal Selam Changbogo (foto ROKN)
Ancaman keamanan semakin hari semakin mengalami pergeseran. Itu terjadi karena perkembangan global yang menandakan era baru, seperti teknologi yang membuat batasan budaya dan jarak menjadi menghilang.

Apabila negara tidak melakukan pembentengan, keadaan itu dapat berimbas pada pergeseran kedaulatan negara. Hal itulah yang diakui Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI. Karena itu, perlu ada upaya pembentengan.

Di tengah kendala tersebut, pemerintah dirasa perlu melakukan kerja sama dengan berbagai pihak sebagai jalan keluar. Dalam upaya itu, Kemhan mengirim putra-putri terbaik bangsa sebagai persiapan menuju kemandirian alutsista. “Kini, ratusan anak bangsa dari berbagai elemen tengah bekerja sama dengan sejumlah negara,“ kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan, Brigjen TNI Hartind Asrin, Ahad (20/5).

Pengiriman tersebut, menurut dia, sebagai upaya memersiapkan Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan persenjataan secara mandiri. Saat ini, ungkap Hartind, 120 orang yang berasal dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, TNI AL, dan PT Penataran Angkatan Laut (PAL) sedang berada di Korea untuk mem buat kapal selam.

Pembuatan tiga kapal selam tersebut dilakukan dengan tiga tahapan. Pertama, pembuatan oleh teknisi Korea, teknisi Indonesia turut menyaksikan. Kedua, pembuatan secara bersamaan. Ketiga, pembuatan dilangsungkan di PT PAL Surabaya. “Yang mengerjakan Indonesia dengan diawasi teknisi Korea.” Setelah pengerjaan tiga kapal selesai, sambung dia, Kemhan telah menyiapkan generasi baru sebagai lapisan untuk melakukan pembuatan selanjutnya. Upaya tersebut, kata dia, dilakukan sesuai Keputusan Presiden (Keppres) 42 Tahun 2010. Keppres tersebut, jelas Hartind, mengatur tentang tiga hal, terkait masalah elemen produsen; pabrik swasta atau BUMN, kebijakan, dan user; TNI dan Polri.

Tiga elemen tersebut membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang diketuai Menteri Pertahanan (Menhan) dan Menteri BUMN, Wamenhan, Menristek, Menteri Perindustrian, Panglima TNI, dan Kapolri yang berada di dalamnya.

Menurut dia, ketiga elemen akan menggelar perundingan jika pemerintah membutuhkan sistem persenjataan. “Apakah bisa dibuat di Indonesia atau kerja sama. Juga tentang anggarannya,” kata dia.

Hartind menegaskan, jika pembelian dilakukan di luar negeri maka harus menggunakan sistem Transfer of Technology (TOT). Dengan kesepakatan tersebut, Indonesia nantinya akan mampu memproduksi sendiri sistem persenjataan yang akan dibeli. “Kalau tidak mau, kita tidak jadi beli,“ tegas Hartind.

Pada produksi dalam negeri, seperti kerja sama dengan PT Pindad, ungkap Hartind, produk persenjataan dalam negeri produk sudah menjadi standar penggunaan di TNI dan Polri. Bahkan, lanjut dia, sejumlah produk telah memenangkan kejuaraan lomba menembak di Asia Pasifik selama tiga kali berturut-turut.

Produk pertahanan yang dibuat perusahaan dalam negeri juga telah diminati sejumlah negara lain, seperti Senapan Serbu 1 (SS1)-V2 hingga lima yang telah dibeli oleh negara di Afrika. Selain itu, ada jenis Panser Anoa 6x6 yang telah diproduksi sebanyak 165 buah oleh PT Pindad semenjak 2008.

Produk tersebut, jelas Hartind, telah mendapat pesanan sebanyak 32 buah oleh Malaysia. “Pada 2013 nanti baru delivery,“ ungkapnya. Menurut dia, panser tersebut telah memiliki standar internasional. Kerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (DI) telah menghasilkan Helikopter Bell 412 EP, Super Puma, Cassa-212, CN-235, serta CN-295.(burhanuddin bella)(republika)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.