Selasa, 08 Mei 2012

RM-70 Grad

.

Indonesia khususnya TNI lagi-lagi membikin surprise dengan pembelian sejumlah kendaraan tempur baru. Tahun 2003, telah datang beberapa unit peralatan perang dari pabrikan Cekoslovakia, beberapa petinggi TNI menghadiri uji coba perlatan baru di Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) TNI AL di Karangtekok, Kecamatan Banyuputih, Situbondo.

Pembelian peralatan dan kendaraan tempur (ranpur) modern jenis peluncur roket laras banyak RM-70 GRAD itu, bertujuan untuk memperkuat jajaran Korps Marinir. Pembaharuan peralatan tempur TNI itu merupakan pengganti ranpur lama yakni BM 14/17 buatan Uni Soviet. Sebab jenis BM 14/17 itu dinilai telah uzur dan telah digunakan oleh Korps Marinir, selama lebih empat dasawarsa.

Karena tuntutan tugas TNI yang semakin berat seiring dengan kemajuan teknologi kemiliteran, memaksa Korps Marinir untuk melaksanakan modernisasi terhadap beberapa peralatan tempur yang dianggap tua. Selain tua, modernisasi itu dilakukan karena ranpur tersebut tidak mampu mengimbangi dinamika tugas pengamanan negara oleh jajaran Korps Marinir.

Keputusan pemerintah RI mereposisi 2 ranpur jenis BM 14/17 dengan beberapa unit RM-70 GRAD, dinilai tepat. Mengingat BM tidak lagi diproduksi lagi. Sehingga jika tetap dipertahankan, maka Korps Marinir akan terus didera oleh kelangkaan suku cadang dan amunisinya. Bahkan jika dibandingkan dengan ranpur pendahulunya, RM-70 pabrikan Cekoslovakia itu memiliki banyak keunggulan baik senjata maupun kendaraan pengangkutnya.

Keunggulan yang dimilik RM-70 diantaranya, memiliki 40 laras dan lebih banyak dari BM14/17. Masing-masing laras berkaliber 120 mm (122,4+0,5 mm) dan panjangnya mencapai 2966, 2 mm. Selain itu juga didukung dengan kemampuan tembak yang tergolong tinggi. Bisa dibayangkan, untuk menembakkan 40 butir roket dalam satu tembakan salvo, maka waktu yang dibutuhkan yakni 18-22 detik dan interval waktunya antar roket hanya 0,5 detik. Selain pertimbangan bahwa roket BM 14/17 buatan Rusia sudah tidak lagi diproduksi, roket baru buatan Cekoslovakia ini memiliki banyak kelebihan baik dari persenjataan maupun kendaraan pengangkutnya. Kelebihan itu antara lain sistem pengisian roket RM 70 ini sudah menggunakan sistem elektronik, sementara roket BM 14/17 pengisiannya menggunakan sistem manual.

RM-70 berpenggerak 8×8 dan memiliki autoloader yang berisi roket suplai yang terletak antara peluncur dan kabin. Jadi jika roket yang ada di dalam tabung launcher telah kosong, bisa secara otomatis diisi kembali dengan roket yang di dalam autoloader secara mekanis. Durasi pengisian ulang roket ke dalam 40 tabung peluncur memakan waktu sekitar 7 menit. Hulu ledak artileri roket umumnya adalah jenis HE-fragmentation dan AP (armour piercing) tetapi bisa juga dimuati ranjau anti personel untuk ditanam ke medan tempur menghambat gerak maju pasukan infanteri lawan.

Satu butir roket yang ditembakkan mampu menghancurkan area seluas 3000 meter persegi. Sedangkan satu tembakan salvo (40 butir), bisa menghancurkan area seluas 3 hektar dan membahayakan area seluas 70 hektar. Kendaraan tempur yang diawaki oleh empat orang termasuk pengemudi di dalamnya, mampu berubah dari posisi biasa ke posisi tempur siap tembak. Bayangkan, untuk mencapai posisi itu, hanya dibutuhkan waktu 2 menit 30 detik.

Sementara interval waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan ke posisi jalan dari posisi tempur yakni 3 menit. Sedangkan daya jelajah yang dimiliki RM-70 GRAD mencapai 1100 km dengan dukungan kecepatan maksimum yang mampu dipacui sampaii 85 km/jam di jalan aspal.

Untuk jalan tanah, kecepatannya mencapai 35 km/jam dan di medan terbuka mencapai 25 km/jam. Untuk menghasilkan kekuatan mengangkut peralatan tempur itu, kendaraan itu dalam setiap satu kilometernya menghabiskan bahan bakar solar sebesar 0,5 liter. Jika ranpur itu dijalankan di jalan beraspal dan jalan tanah atau medan terbuka, hanya menyedot 1 liter untuk setiap satu kilometernya.

Dimensi kendaraan pengangkut roket RM-70 termasuk bongsor, sebab ukurannya mencapai panjang 8700 mm dan lebar 2600 mm untuk posisi jalan. Sementara untuk posisi tempur dan berat tempurnya yang terdiri dari empat orang kru dan 80 butir roket, beratnya hanya mencapai 25.400 kg.

Panglima TNI kala itu Jendral Endiarto Sutarto dalam keterangan pers mengatakan, pembelian senjata itu dilakukan karena senjata yang dimiliki TNI sudah terlalu tua. Senjata tersebut didatangkan dari Rusia dilakukan sejak perang Trikora dan tidak ada penggantinya lagi.

"Karena umurnya sudah tua dan akurasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan lagi, makanya perlu ada pembaharuan," ujarnya. Pembaharuan peralatan senjata TNI akan dilakukan secara bertahap. Sebab, kata dia, jika suatu negara tidak memiliki peralatan perang yang lengkap, maka efek pangkalnya menjadi tidak ada. Karena itu, pembaharuan senjata yang dilakukan diharapkan negara lain tidak akan sembarangan masuk ke Indonesia.

Dijelaskan, senjata yang dibeli TNI merupakan imbal beli dengan barter komoditi pertanian. Sistem ini sangat bermanfaat jika dibandingkan dengan pembelian secara kredit. Terkait anggaran untuk membeli perlatan perang itu, Endiarto enggan menjelaskannya. "Yang jelas besar untuk pembelian peralatan yang baru ini," bebernya.

Akuisi TNI-AL terhadap produk artileri roket terasa sebagai angin segar bagi kekuatan pertahanan Indonesia. RM-70 Grad adalah pengembangan teknologi artileri roket BM-21 buatan Uni Soviet (Rusia). RM-70 Grad Korps Marinir bobot tempurnya berkisar 25-33 ton. Bagusnya roket ini kaliber 122 mm, dimana Indonesia sudah bisa memproduksi roket kaliber tersebut (Rhan-122) yang dikembangkan oleh Dephan, tentunya bekerja sama dengan institusi BUMNIS lain, meskipun daya jangkau masih dibawah roket bawaan Cekoslovakia. Diharapkan pengembangan amunisi roket tersebut bisa menyuplai roket artileri itu.()
 Berikut Foto RM-70 Grad Marinir

< sumber dari berberapa media >


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.