Selasa, 08 Mei 2012

Waspadai radar bantuan AS

Semarang (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI Tjahjo Kumolo menyatakan Indonesia perlu mewaspadai pemberian bantuan 12 radar sistem pengamanan laut dari Amerika Serikat karena alat ini bisa berfungsi memata-matai kekuatan NKRI.

"Yang saya pahami masalah radar itu memang merupakan bantuan Amerika Serikat, tetapi saya tengarai bantuan tersebut pasti ada tujuan politiknya dalam rangka mengontrol wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah I itu melalui perangkat komunikasi kepada ANTARA di Semarang, Selasa.

Seperti yang diberitakan, TNI AL menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat dalam mengantisipasi gangguan keamanan laut di perairan Indonesia. Salah satunya, dalam bentuk pemberian bantuan radar itu.

Tjahjo mengatakan bahwa TNI AL mendapatkan alat itu konon pada tahun 2006 . "Pernah awalnya ditolak oleh TNI AL pada masa itu. Namun sayangnya, pada masa DPR periode 2009--2014, tak pernah dilaporkan masalah tersebut oleh TNI kepada DPR," ujarnya.

Informasi yang dia terima dari pelbagai sumber, katanya pemasangan 12 radar bantuan tersebut sebagai bagian dari kerja sama untuk membangun fasilitas alat indranya AS di wilayah Selat Malaka, khususnya untuk mengontrol wilayah kawasan laut tersebut.

"Akan tetapi, hal itu perlu dicermati gelagatnya dengan saksama dan perlu adanya pembuktian yang hati-hati dan valid," kata Tjahjo yang juga Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu.

Di lain pihak, itu mengakui bahwa radar sistem pengamanan laut yang terintegrasi dengan kamera itu cukup canggih. Namun, menurut pengamatannya alat itu mudah dimanfaatkan untuk kepentingan intelijen.

"Apa pun kita harus hati-hati demi menjaga kedaulatan politik kita," demikian anggota Komisi I (Bidang Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo.(D007/M028)(Antara)

 Kemhan: Bantuan Radar AS tidak Mematai Indonesia

Kemhan: Bantuan Radar AS tidak Mematai Indonesia
Radar TNI AU
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyatakan bantuan 12 radar dari Amerika Serikat tidak untuk memata-matai Indonesia, tetapi digunakan untuk sistem pengamanan laut di Selat Malaka.

"Tidak ada untuk mematai Indonesia. Bantuan yang diberikan Amerika hanya berupa radar bukan orangnya atau operator. Kita tidak mau, bila operatornya dari pihak asing," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin saat melakukan pertemuan dengan wartawan di Kantor Kemhan, Jakarta, Selasa malam.

Pada prinsipnya, kata dia, bila Amerika hanya memberikan alat atau radar itu tidak ada masalah, asalkan operatornya bukan orang Amerika yang melakukan pengawasan radar tersebut.

"Itu tidak boleh terjadi karena bisa di-'copy' dan direkam oleh operator asing tersebut. Termasuk, bila ada orang yang membantu memberikan kapal patroli di Selat Malaka itu tidak apa-apa, tetapi jangan orangnya. TNI Angkatan Laut yang akan menjaga, bukan dari Amerika," kata Hartind.

Yang penting, kata dia, pihaknya tahu kemampuan radarnya. Radar ini hanya untuk mengawasi kapal-kapal yang melintasi laut Indonesia. Tidak ada koneksi ke satelit, katanya menjelaskan.

Menurut dia, radar yang diberikan Amerika itu ditempatkan di Selat Malaka atau pos Sumatera untuk pengawasan kapal maritim karena wilayah Selatan Malaka ini banyak dilewati oleh kapal-kapal asing.

"Namun, radar ini hanya mampu memantau kapal yang berada daerah permukaan saja. Sementara untuk memantau kapal selam tidak bisa. Untuk memantau keberadaan kapal selam, yang paling efektif adalah helikopter antikapal selam atau menggunakan kapal selam," tuturnya.

Ia pun menambahkan, radar tersebut tidak akan bisa mendeteksi pelanggaran yang dilakukan oleh negara yang telah memberikan bantuan radar tersebut.

"Tidak bisa. Radar ini mengawasi Selat Malaka yang paling padat pergerakannya di dunia. Piracy (pembajakan) bisa dilihat dalam radar tersebut," kata Kapuskom Publik.(republika)

 Bantuan radar dari AS tidak untuk mematai Indonesia

Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyatakan bantuan 12 radar dari Amerika Serikat tidak untuk memata-matai Indonesia, tetapi digunakan untuk sistem pengamanan laut di Selat Malaka.

"Tidak ada untuk mematai Indonesia. Bantuan yang diberikan Amerika hanya berupa radar bukan orangnya atau operator. Kita tidak mau, bila operatornya dari pihak asing," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin saat melakukan pertemuan dengan wartawan di Kantor Kemhan, Jakarta, Selasa malam.

Pada prinsipnya, kata dia, bila Amerika hanya memberikan alat atau radar itu tidak ada masalah, asalkan operatornya bukan orang Amerika yang melakukan pengawasan radar tersebut.

"Itu tidak boleh terjadi karena bisa di-`copy` dan direkam oleh operator asing tersebut. Termasuk, bila ada orang yang membantu memberikan kapal patroli di Selat Malaka itu tidak apa-apa, tetapi jangan orangnya. TNI Angkatan Laut yang akan menjaga, bukan dari Amerika," kata Hartind.

Yang penting, kata dia, pihaknya tahu kemampuan radarnya. Radar ini hanya untuk mengawasi kapal-kapal yang melintasi laut Indonesia. Tidak ada koneksi ke satelit, katanya menjelaskan.

Menurut dia, radar yang diberikan Amerika itu ditempatkan di Selat Malaka atau pos Sumatera untuk pengawasan kapal maritim karena wilayah Selat Malaka ini banyak dilewati oleh kapal-kapal asing.

"Namun, radar ini hanya mampu memantau kapal yang berada daerah permukaan saja. Sementara untuk memantau kapal selam tidak bisa. Untuk memantau keberadaan kapal selam, yang paling efektif adalah helikopter antikapal selam atau menggunakan kapal selam," tuturnya.

Ia pun menambahkan, radar tersebut tidak akan bisa mendeteksi pelanggaran yang dilakukan oleh negara yang telah memberikan bantuan radar tersebut.

"Tidak bisa. Radar ini mengawasi Selat Malaka yang paling padat pergerakannya di dunia. Piracy (pembajakan) bisa dilihat dalam radar tersebut," kata Kapuskom Publik.

Hartind menyebutkan, setelah pemerintah Amerika memberikan bantuan radar kepada Indonesia, petinggi pertahanan China pernah menanyakan kepada dirinya, apa saja yang dibutuhkan oleh Indonesia untuk melakukan pengawasan di laut.

"Saya katakan, bisa radar dan bisa kapal patroli. Kapal patroli sangat dibutuhkan bagi TNI AL dalam melakukan pengawasan di laut. Namun, mereka masih pikir-pikir. Intinya, pertahanan Indonesia masih diperhitungkan bagi negara besar, seperti Amerika dan China," demikian Hartind Asrin.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Tjahjo Kumolo menyatakan Indonesia perlu mewaspadai pemberian bantuan 12 radar sistem pengamanan laut dari Amerika Serikat karena alat ini bisa berfungsi memata-matai kekuatan NKRI.

"Yang saya pahami masalah radar itu memang merupakan bantuan Amerika Serikat, tetapi saya tengarai bantuan tersebut pasti ada tujuan politiknya dalam rangka mengontrol wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah I itu melalui perangkat komunikasi kepada ANTARA di Semarang, Selasa.

Seperti yang diberitakan, TNI AL menjalin kerja sama dengan Amerika Serikat dalam mengantisipasi gangguan keamanan laut di perairan Indonesia. Salah satunya, dalam bentuk pemberian bantuan radar itu.

Tjahjo mengatakan bahwa TNI AL mendapatkan alat itu konon pada tahun 2006. "Pernah awalnya ditolak oleh TNI AL pada masa itu. Namun sayangnya, pada masa DPR periode 2009--2014, tak pernah dilaporkan masalah tersebut oleh TNI kepada DPR," ujarnya.

Informasi yang dia terima dari pelbagai sumber, katanya pemasangan 12 radar bantuan tersebut sebagai bagian dari kerja sama untuk membangun fasilitas alat indranya AS di wilayah Selat Malaka, khususnya untuk mengontrol wilayah kawasan laut tersebut.

"Akan tetapi, hal itu perlu dicermati gelagatnya dengan saksama dan perlu adanya pembuktian yang hati-hati dan valid," kata Tjahjo yang juga Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu.

Di lain pihak, itu mengakui bahwa radar sistem pengamanan laut yang terintegrasi dengan kamera itu cukup canggih. Namun, menurut pengamatannya alat itu mudah dimanfaatkan untuk kepentingan intelijen.

"Apa pun kita harus hati-hati demi menjaga kedaulatan politik kita," demikian anggota Komisi I (Bidang Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi) DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo. (S037/D007)
(Antara)

 Dephan AS Danai Sistem Pengawasan Maritim Terpadu (IMSS)

Dari tahun anggaran 2006 ke 2008, Pemerintah Amerika Serikat telah memberikan bantuan dana sebesar 57 juta dolar AS melalui the National Defense Authorization Act Section 1206 untuk mendukung Indonesia dalam membuat sebuah sistem pengawasan maritim terpadu atau IMSS yang akan ditempatkan di beberapa lokasi strategis seperti Selat Malaka, Laut Sulawesi, dan Selat Maluku.

Pengoperasian IMSS secara penuh akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk mendeteksi, melacak, serta memantau kapal-kapal yang melewati perairan Indonesian dan internasional. Kemampuan seperti ini sangat penting untuk memerangi pembajakan, penangkapan ikan secara illegal, penyelundupan, dan terorisme baik di dalam perairan wilayah Indonesia maupun di perbatasan. IMSS juga membantu untuk mencapai tujuan AS dan Indonesia di bidang maritim seperti yang telah dicanangkan dalam Kemitraan Komprehensif, serta menjadikannya sebuah contoh untuk kerjasama multilateral dengan Malaysia dan Filipina.

IMSS adalah jaringan terintegrasi antara kapal dengan pantai berbasiskan sensor, perangkat komunikasi, dan komputasi dengan mengumpulkan, mengirimkan, menganalisis dan menampilkan larik yang luas mengenai data kelautan. Dalam sistem ini juga termasuk sistem identifikasi otomatis (AIS), radar permukaan, kamera pengintai, sistem pemosisi global (GPS), monitor peralatan, dan transmisi radio lalu lintas maritim di daerah operasional yang luas. Kemampuan melakukan sensor berulang-ulang dan banyakanya jalur komunikasi yang tersedia membuat IMSS menjadi sebuah sistem yang kuat dan handal.

IMSS secara resmi diserahkan kepada Pemerintah Indonesia setalah dilakukan uji coba di Surabaya tanggal 25 Oktober 2011. IMSS dioperasikan oleh Angkatan Laut Indonesia, yang terdiri dari 18 Stasiun Pengawasan Pesisir (CSS), 11 Kapal berbasis radar, dua Pusat Komando Daerah, dan dua Pusat Komando Armada (Jakarta dan Surabaya)

Pemerintah AS tetap berkomitmen untuk meningkatkan kewaspadaan di wilayah perairan ini, dan telah mengalokasikan dana tambahan sebesar 4,6 juta dolar AS untuk pemeliharaan hingga 2014.(usembassy)

1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.