Jumat, 01 Juni 2012

Helikopter Anti Kapal

 Kebutuhan Penjejak Sasaran di Laut

Uji coba rudal Yakhont KRI Oswald Siahaan
INDONESIA sampai sekarang masih mencari helikopter anti kapal selam dan anti kapal permukaan yang memiliki peralatan modern. Tahun lalu Indonesia sempat membeli rudal Yakhont yang mampu menempuh jarak 300 km dari Rusia. Awalnya TNI akan mengakusisi sebanyak 50 unit, namun hanya beberapa unit yang telah tiba di Nusantara. Rudal mahal ini memiliki masa aktif, yang bisa expired dalam waktu tertentu. Dengan keberadaan rudal tersebut mutlak TNI harus mempunyai alat penjejak sasaran yang mumpuni berkemampuan Over The Horizon Target (OTHT). Mungkin ini yang menjadi alasan TNI menunda menambah alutsista yang canggih dan mahal itu.

Dalam uji coba penembakan rudal Yakhont dari KRI Oswald Siahaan tahun lalu, terasa kurang maksimal, karena penjejak sasaran tidak menggunakan Helikopter berkemampuan Over The Horizon Target (OTHT). Biarpun TNI AL memberitakan penembakan itu sukses tapi tanpa peralatan yang mendukung terasa banyak kekurangannya. Sistem persenjataan kapal fregat Indonesia menganut model gado-gado. Sebagai contoh kapal didatangkan dari Belanda (Barat) sementara rudalnya dari Rusia. Indonesia tidak membeli kapal Rusia yang dilengkapi Rudal Yakont, sehingga resiko gagalnya intergrasi sistem rudal yakhont di platform KRI Indonesia, masih memungkinkan dan perlu intergrasi sistem yang tentunya tidak mudah dibandingkan bila mengunakan peralatan yang sistemnya sama dengan negara pembuatnya.

Persoalan mendasarnya adalah, rudal Yakhont tidak dilengkapi fasilitas data link dari platform helikopter OTHT ke rudal. Helikopter OTHT hanya memberikan data preliminary ke kapal peluncur. Setelah itu rudal Yakhont harus mengandalkan sistem fire and forget. Sistem fire and forget bisa berfungsi, jika kapal peluncur rudal berhasil mentransfer data  kapal yang disasar. sesuatu yang yang tidak mudah dipecahkan.

Indonesia dengan negara kepulauan yang mempunyai lautan luas, tapi sampai sekarang belum mempunyai helikopter Anti Kapal Selam (AKS) atau Helikopter Surveillance (Intai). Dan masih menggunakan pesawat pengintai dari satuan TNI AU dan TNI AL. Sedangkan pesawat itu kurang cocok bila digunakan untuk mencari sasaran di laut, selain terbatas jelajahnya juga kurang maksimal, karena harus mencari pelabuhan udara terdekat untuk mengisi bahan bakarnya. Dan Pesawat Anti kapal selam pun terakhir diberitakan di media, masih dalam perencanaan pengadaannya. Kemampuan untuk pengadaan itu, Perusahaan Dirgantara Indonesia sudah mampu dan berhasil memasang peralatan canggih anti submarine warfare (ASW) pada pesawat CN 235 Turki.
 Helikopter Anti Kapal

Helikopter berkemampuan Over The Horizon Target (OTHT) akan berfungsi sebagai radar pemandu bagi rudal Yakhont di kapal fregat TNI AL. Dengan Helikopter OTHT sangat berguna bila untuk mencari sasaran kapal selam di perairan yang luas, karena dapat mengisi bahan bakar di kapal perang tanpa harus ke daratan, sehingga lebih ekonomis dan efisien dibandingkan pesawat terbang. Masalahnya kapal perang Indonesia mempunyai kapasistas yang terbatas di helipad, sehingga tidak semua jenis Helikopter bisa mendarat di kapal tersebut. Selalu semua dikaitkan dengan budget, alhasil sekarang mempunyai kendala dalam pengadaannya.

Dahulu TNI sempat menggunakan helikopter BO-105 sebagai helikopter pengintai di laut, ternyata setelah dipasang peralatan intai, kemampuan helikopter tersebut langsung turun kemampuannya, karena kapasitas angkutnya yang minim. Akhirnya Proyek pengadaan helikopter anti kapal itupun dibatalkan.

Ada beberapa helikopter yang memadai untuk mengisi kebutuhan TNI AL kedepan. Tentunya sesuatu yang berguna pasti ada harganya, kalau selalu mencari yang murah pun sangat disayangkan, karena kapasitas maupun tantangan kedepan, Indonesia memerlukan peralatan yang canggih bukan sekedar hanya mempunyai helikopter tersebut.

Berikut berita helikopter anti kapal selam (AKS) yang mungkin di akusisi TNI untuk mempertahankan kedaulatannya di perairan Nusantara :

 Helikopter Seasprite

Helikopter Seasprite
Dari berita di media, Indonesia sempat tertarik dengan helikopter Seasprite, demi memperkuat skuadron helikopter TNI AL. Tahun 2012 ini, sempat di beritakan akan tiba, Helikopter baru tapi bekas pesanan Australia yang membatalkan pesanannya, sebanyak 6 helikopter Seasprite dilengkapi senjata antikapal selam, dan lima Seasprite yang dipersenjatai antikapal permukaan. Rencananya 11 Helikopter Seasprite yang akan dibeli, ditempatkan di KRI yang memiliki helipad.

Tambahan alutsista ini tentunya sangat berguna dan mengisi kelemahan yang dimiliki kapal TNI AL. Helikopter merupakan ‘mata’ dan ’telinga’ dari kapal perang. Seasprite memiliki kelebihan : manuver, fleksibilitas, jangkauan, serta pendeteksian yang lebih cepat, kata Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut, Laksamana Pertama TNI Untung Suropati beberapa waktu lalu.

Helikopter Seasprite mampu terbang dengan kecepatan tinggi serta mampu bermanuver saat menurunkan perangkat sonar pendeteksi kapal selam. Hasil pendeteksiannya akan dikirim ke kapal perang, untuk melakukan penangkalan. Helikopter jenis ini pada tahun 2001 digunakan Selandia Baru dan beroperasi di kapal Fregatnya sebanyak 5 unit. Namun selama pengoperasinya helikopter ini memerlukan perawatan yang tidak murah, sehingga hanya satu unit yang beroperasi. Menhan Selandia baru, Jonathan Coleman mengumumkan helikopter tersebut dalam perbaikan cukup berat dan dana yang tersedia hanya untuk dua unit sehingga dua lainnya menunggu dana tambahan. Kedepan Indonesia harus memperhitungkan juga bila ingin mengakusisi helikopter ini. Jangan sampai bisa beli tapi tidak bisa di operasikan karena masalah klasik yaitu anggaran yang tidak ada.

Helikopter SH-2 Seasprite ini sudah dipensiunkan oleh Angkatan Laut AS. Dan helikopter Seasprite yang ingin di akusisi Indonesia merupakan helikopter yang ditolak AL Australia. Tidak jelas alasannya, apakah karena performa atau alasan yang lain. Dan  Angkatan Laut Selandia Baru pun seperti bermasalah dengan helikopter ini dan berencana akan memensiunkan 5 unit SH-2 Seasprite mereka. Dari media disebutkan bahwa kemampuannnya berbeda dengan yang disebutkan pabrik pembuatnya yang memiliki jam terbang mampu sampai 1300-an jam terbang. Kenyataan di Selandia Baru, teknisi menyebutkan helikopter Seasprite SH-2G mempunyai jam terbang lebih pendek dari yang ditentukan dan hanya mampu terbang dibawah 1000 jam terbang dan harus diperbaiki berat setelahnya dan satu yang utama dari helikopter ini adalah susah dirawat.
 Helikopter EC 725 Cougar

EC-725 Cougar (photo : Eurocopter)
PT Dirgantara Indonesia (PTDI) akan menjadi pemasok utama komponen Airframe Helikopter EC-725 yang merupakan produk mutakhir dari Eurocopter. Helikopter EC-725 merupakan pengembangan dari versi NAS-332 atau Super Puma. "Pengembangannya tidak boleh mengubah sistem dan daya angkut helikopter itu," kata Vice President Airframe Eurocopter, Andreas Stoeckle di sela-sela peresmian pembuatan Airframe Heli EC-725 di Hanggar PTDI, Bandung. 

PTDI berperan sebagai pemasok komponen tailboom (ekor) dan fuseluge (kabin) untuk helikopter terbaru dari Eurocopter itu. Tahapan produksi oleh PTDI dimulai dengan pembuatan ekor yang dimulai pada Januari 2010 dilanjutkan dengan kabin mulai Mei 2010.

Airframe, kata Andreas merupakan struktur utama pesawat terbang baik pesawat bersayap tetap maupun helikopter. Dengan pembuatan dan penyerahan 125 unit komponen airframe, ekor dan kabin untuk Helikopter EC-725, perusahaan dirgantara internasional asal Eropa itu menjadikan PTDI sebagai pemasok utama komponen airframe berkelas dunia. Sementara itu, Dirut PTDI Budi Santoso menargetkan perusahaan dirgantara nasional itu untuk menjadi pemasok utama komponen bagi perusahaan-perusahaan dirgantara dunia.

Budi menyebutkan, pesawat EC-725 Cougar akan menggantikan helikopter Super Puma yang diharapkan bisa digunakan juga di Indonesia. "Tiga Super Puma terakhir dibuat PTDI, dan ditargetkan tuntas pada 2010 ini dan bisa diserahkan ke Hankam sebagai pemesan," kata Dirut PTDI saat itu.

Bila helikopter ini digunakan sebagai helikopter anti kapal, sangat kurang tepat. Mengingat helikopter ini beratnya diatas 5 ton dan kurang cocok bila digunakan TNI AL, karena tidak semua helipad di kapal perang Indonesia mampu didarati helikopter ini. Dan sampai sekarang yang menggunakan Helikopter sejenis ini hanya TNI AU.
 Helikopter AS 565 MB Panther

AS565 MB Panther (foto Eurocopter)
Pemerintah menyiapkan dana sebesar USD 325 juta untuk pemenuhan kebutuhan pembelian pesawat tempur TNI Angkatan Udara (AU).

Menurut Sjafrie, proses ini mencakup pertimbangan dari pengguna yakni TNI, DPR, dan pengambil keputusan (pemerintah).

Sjafrie menjelaskan, pemerintah tengah menjajaki pembelian pesawat yang nantinya akan diproduksi PT DI berdasarkan lisensi EADS Military. Selain itu, bisa juga dibuatkan helikopter jenis AS-550 Fennec sebanyak delapan unit seharga USD 90 juta pada tahun 2011. Ketiganya ditawarkan kepada TNI AD.

Adapun helikopter yang ditawarkan ke TNI AU adalah helikopter jenis EC-725 Cougar Combat SAR sebanyak enam unit bernilai USD 200 juta dan helikopter NAS-332 Super Puma sebanyak dua unit senilai Rp 370 miliar.

Sementara helikopter yang ditawarkan kepada TNI AL adalah tiga unit Bell 412EP angkut sedang senilai USD 30 juta dan satu unit AS-565 Panther AKS sebesar Rp 200 miliar.

Heli AS565 MB Panther
Helikopter Eurocopter AS565 MB Panther mempunyai sonar yang dapat mendeteksi kapal selam dalam jarak jauh dari berbagai kedalaman laut, di luar jangkauan torpedo kapal perang lawan. Panther merupakan helikopter cukup sempurna untuk antikapal selam atau anti-submarine warfare (ASW).

Panther juga siap melakukan serangan torpedo baik saat di udara, maupun ketika masih di deck kapal. Dia bisa menyerang kapal selam tanpa harus mendekati kapal tersebut. Panther juga didisain untuk surveilans serta anti kapal permukaan.

Helikopter ini mampu terbang selama 4 jam dan dipersenjatai peluru kendali jarak menengah untuk menghancurkan sasaran di luar cakrawala (OTHT).
Apapun helinya yang nanti akan dipilih TNI, semoga helikopter tersebut dapat terintergrasi dengan sistem alutsista yang ada di kapal perang Indonesia. TNI diharapkan mengutamakan armada helikopter pengintai dan anti kapal selam, untuk mempertajam indra kapal perang RI.

Keperluan meningkatkan daya gentar Indonesia di laut bukan berlebihan, karena Indonesia negara maritim terbesar di Asia Tenggara. Sedangkan negara tetangga yang perairannya lebih kecil, tapi mereka mempunyai helikopter anti kapal yang mumpuni. Janganlah kalimat "zero enemy" yang selalu menjadi andalan negeri ini, bukannya negara yang kuat adalah negara yang siap untuk perang. Negara Indonesia bukanlah negara agresor seperti pemikiran barat selama ini dan selalu mendikte alutsista Indonesia, tapi bila halaman bumi pertiwi terusik, maka tak ada kata lain untuk siap mempertahankan kedaulatan tanpa perlu izin negara yang lain.(GM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.