Jumat, 22 Juni 2012

Pesawat Fokker TNI Jatuh


 Saling Tuding Soal Kondisi Fokker F-27

 TNI mengklaim jika Fokker F-27 layak terbang. Tapi pihak lainnya menuding jika F-27 tidak layak terbang.

(Foto: Pasya/pembaca detikcom)
Peristiwa jatuhnya pesawat Fokker jenis F-27 di pemukiman penduduk di sekitar Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (21/6), bukanlah peristiwa langka. Pasalnya, kecelakaan pesawat milik TNI kerap terjadi di berbagai daerah.

Sebelumnya, kecelakaan pesawat milik TNI juga terjadi pada Januari lalu. Kala itu, satu pesawat latih jenis Charlie 3417 milik pangkalan TNI AU Laksda Adisutjipto DI Yogyakarta hancur setelah terjatuh di area sawah Dusun Jetis, Desa Kedung Sari, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat 6 Januari 2012. Dalam kejadian itu, pilot pesawat dan dua penumpangnya tewas.

Menanggapi hal tersebut, khusus seputar kecelakaan pesawat Fokker F-27, Wakil Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Madya TNI Dede Rusamsi mengatakan pesawat nahas itu sebetulnya masih layak terbang, dan telah menjalani perawatan sesuai jadwal.

"Saya ingin menjelaskan jika pesawat masih layak terbang. Tapi, hingga kini, kami masih belum mengetahui penyebab jatuhnya pesawat. Kami masih melakukan penyelidikan," paparnya.

Pernyataan Dede diperkuat Agung Sasongko Jati, Kasubdis Penum AU. Ia menyatakan bahwa kondisi pesawat Fokker F-27 memiliki 14.936 jam terbang, sejak masuk pada 1977 ke TNI AU. "(Pesawat) didatangkan dari Belanda, masih dianggap layak terbang tapi memang direncanakan untuk diganti dengan CN 295," katanya.

"Hingga kini, kami masih menyelidiki dugaan penyebab jatuhnya pesawat tersebut karena tidak ada laporan ledakan atau kejadian mencurigakan." sambungnya.


Menurutnya, pesawat terjatuh begitu saja dari langit. Sebab, komunikasi sebelum kecelakaan dilaporkan normal hanya request take off dan landing. Selain itu, juga sudah ada rutin pengecekan dan serviceable.

"Seharusnya tidak ada masalah, aman, dan lazim untuk angkut pejabat dan anggota," tambahnya. 

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa penerbangan yang dilakukan Fokker F-27 adalah kegiatan yang rutin dilakukan setiap hari.

 Fokker 27 Tidak Layak

Hal sebaliknya justru dilontarkan Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin. Menurutnya, mengatakan pesawat Fokker 27 tidak layak digunakan. Pesawat tersebut diproduksi pada 1975, dan digunakan TNI AU setahun setelahnya.

"Ya, pesawat itu memang sudah tidak layak guna. Pesawat F-27 sudah direncanakan diganti dan sedang dalam proses pengadaan dengan pesawat CN 295 buatan Spanyol," kata Tubagus, melalui pesan elektronik.

Tubagus mengatakan, pesawat pengganti direncanakan akan didatangkan pada Oktober mendatang.

 Titah Investigasi

Wakil Presiden Boediono, mewakili Presiden Susilo Boediono (SBY), yang tengah berada di Brasil, menyatakan rasa belasungkawa. Meski begitu. Boediono rupanya tidak mau sesumbar dalam menentukan soal layak atau tidak layaknya kondisi Fokker F-27.

"Presiden telah mendapatkan laporan dan telah memberikan petunjuk untuk segera melakukan investigasi terhadap kecelaakan tersebut," tegasnya.

Pasalnya, dari investigasi tersebut akan terkuak jelas penyebab jatuhnya pesawat Fokker F-27.

Hingga Kamis (21/6) malam, sebanyak sebelas orang dilaporkan tewas akibat kecelakaan pesawat Fokker F-27. Korban terdiri dari tujuh kru dan empat warga sipil.

Tujuh kru tersebut adalah Mayor Pnb Heri Setyawan (pilot), Letnan Satu Paulus (co-pilot), Letnan Dua Sahroni (co-pilot), Captain Tek Agus Supriadi, Serma Sihmulato, Serka Wahyudi dan Serta Purwo.

Sementara empat korban tewas dari warga sipil antara lain Ibu Martina berusia 50 tahun dan dua anak-anak yaitu Brian (6 tahun),Nafin (2 tahun) dan kemudian Onci Belorundun meninggal setelah kritis di Rumah Sakit.

Pada saat crash, enam kru tewas di tempat dan satu dalam keadaan kritis. Namun, pada pukul 18.30 WIB korban kritis atas nama Lettu Pnb Paulus meninggal dunia di Rumah Sakit TNI-AU Halim.
Penulis: Fidelis E. Satriastanti/ Ezra Sihite/ Markus J Sihaloho/ Ardi Mandiri


 Pesawat TNI AU Berulang Kali Jatuh

 Bukan yang pertama terjadi.

Sejumlah petugas dan warga menyaksikan bangkai  pesawat Fokker 27 yang jatuh di komplek perumahan Rajawali kawasan Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta.FOTO: ANTARA/Prasetyo Utomo
FOTO: ANTARA/Prasetyo Utomo
Lagi-lagi pesawat militer Indonesia mengalami kecelakaan. Kali ini giliran Fokker 27 milik TNI Angkatan Udara yang jatuh di kawasan Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur, Kamis siang (21/6).

Sebanyak sebelas orang tewas dalam kecelakaan itu termasuk para awak yang terdiri dari Mayor Penerbang Heri Setyawan, Lettu Penerbang Paulus, Letda Penerbang Sahroni, Kapten Teknik Agus Supriadi, Serma Sihmulato, Serka Wahyudi, dan Sertu Purwo.


TNI Angkatan Udara menegaskan masih menyelidiki penyebab kecelakaan itu sembari menegaskan bahwa pesawat angkut ringan bernomor ekor A2708 dari Skadron Udara 2 Lanud Halim Perdanakusumah itu seharusnya masih laik terbang.


"Pesawat yang jatuh telah menjalani perawatan sesuai jadwal dan pemeriksaan terakhir pada 1-15 Juni," kata Wakil Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Madya TNI Dede Rusamsi di kediaman resmi Wakil Presiden Boediono Jalan Diponegoro Jakarta, Kamis malam.


Rusamsi juga mengatakan pesawat itu sempat digunakan pada pagi harinya untuk latihan terbang sebelum terbang kembali pada pukul 13.10 WIB dan akhirnya jatuh pada pukul 14.45 WIB. Delapan rumah hancur tertimpa pesawat dan tiga penghuninya juga tewas.


Tetapi kecelakaan yang melibatkan pesawat buatan Belanda itu bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Pada April 2009 silam pesawat yang sama, juga milik TNI AU jatuh di Bandung dan menewaskan 24 orang. Saat itu faktor hujan lebat diperkirakan menjadi penyebab kecelakaan.


Selain Fokker 27, pesawat-pesawat milik TNI dalam lebih dari tiga tahun terakhir memang sudah sering mengalami kecelakaan, khususnya pesawat-pesawat latih berusia uzur milik Angkatan Udara. Fokker 27 yang jatuh di Halim diperkirakan diproduksi tahun 1977.


Pada Januari silam misalnya, pesawat latih TNI AU juga jatuh di Dusun Jetis, Magelang, Jawa Timur. Pesawat dari jenis Charlie bernomor penerbangan LD 3417 itu diperkirakan dibuat pada tahun 1976. Kapten Penerbangan Ali Mustofa tewas dalam insiden itu.


Sementara pada periode 2010 hingga 2011, terhitung tiga kali pesawat milik TNI AU yang mengalami kecelakaan yang rata-rata meminta korban jiwa. Pada April 2011 misalnya Sertu Ninang dan Sersan Karbol Habibun Rahman tewas dalam kecelakaan yang melibatkan pesawat latih jenis Glider G-611 di Sleman, Yogyakarta.


Yang paling dramatis terjdi di Denpasar, Bali pada Juni 2010 yang melibatkan pesawat latih jenis KT-1B Wong Bee. Dipiloti oleh Letnan Kolonel Penerbang Ramot CP Sinaga, pesawat bikinan Korea Selatan itu ditumpangi oleh Pangdam Udayana IX Mayjen TNI Rahmat Budianto.


Budianto, menurut keterangan Dinas Penerbangan Angkatan Udara, lolos karena menggunakan kursi pelontar sebelum pesawat yang dibeli pada tahun 2003 itu hancur terbakar.


Selain pesawat latih berukuran kecil, pada tahun 2009 sebuah kecelakaan tragis yang menelan korban hingga hampir 100 orang terjadi di Magetan, Jawa Timur. Kecelakaan yang melibatkan pesawat jenis C-130 Hercules Alpha 1325 itu terjadi dalam perjalanan dari Halim Perdanakusumah menuju Madiun, Makassar, Kendari, Patimura, dan Biak.


Menanggapi kecelakaan maut itu, Juwono Sudarsono, yang saat itu menjabat menteri pertahanan menyebut anggaran sebagai alasan buruknya perawatan dan pemeliharaan pesawat-pesawat uzur tersebut.


"Alokasi anggaran pertahanan rata-rata per tahun masih di bawah satu persen Produk Domestik Bruto (PDB), dan atau bawah negara-negara Asia Tenggara yang memiliki anggaran pertahanan di atas dua persen PDB," kata Sudarsono kepada Antara.


"Alangkah baiknya jika memang dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan pemerintah secara berani melakukan perbaikan di bidang militer," saran dia ketika itu.


Kini anggaran TNI sudah mengalami peningkatan berkali-kali lipat sejak masa Sudarsono. Purnomo Yusgiantoro yang kini menjabat sebagai menteri pertahanan dalam satu kesempatan di Januari lalu mengaku anggaran TNI dalam lima tahun terakhir meningkat drastis sehingga pada 2012 alokasi anggran Kemhan mencapai Rp 72, 5 triliun.


"Lima tahun ini kenaikan anggaran kita luar biasa. Artinya pemerintah sudah memberikan dukungan untuk membangun reformasi TNI jilid II," tegas Purnomo 18 Januari silam.



Sayangnya kenaikan anggaran itu belum diimbangi dengan berkurangnya kecelakaan pesawat-pesawat milik TNI AU di Tanah Air. Tragedi Fokker 27 yang baru terjadi seperti kembali menggoreskan pertanyaan mendasar untuk negeri ini, "Jadi, salahnya di mana?"
Penulis: Antara/ Liberty Jemadu

 TNI Janjikan Tiga Bulan Ungkap Kecelakaan Fokker F-27

 "Paling lama penyelidikan akan memakan waktu tiga bulan." 

Desmunyoto P. Gunadi / Jurnal Nasional
Wakil Kepala Staf TNI AU Marsekal Madya Dede Rusamsi mengatakan bahwa pihaknya akan menyelidiki sendiri penyebab jatuhnya pesawat Fokker 27 A2708 di Komplek Rajawali Jalan Branjangan Halim Perdanakusuma.

"Paling lama penyelidikan akan memakan waktu tiga bulan," ujarnya.

Meski begitu, Dede menegaskan bahwa pesawat Fokker F-27 terbang dalam kondisi fit dan layak. "Walau sudah masuh dalam Skuadron Dua Lanud Halim sejak 9 Februari 1977, Fokker 27 buatan pabrik Fokker Netherland tersebut dalam kondisi layak terbang," paparnya.

"Awak pesawat juga berada dalam kondisi fit dan siap terbang. Kondisi pesawat juga layak terbang, dengan sisa kondisi perawatan 23 hari," tambah Dede.

Lebih lanjut, Dede menjelaskan pesawat buatan Belanda dengan usia pesawat selama 14.396 jam tersebut telah melakukan landing pesawat selama 15.040 kali.

"Sisa hari perawatan 23 hari, dengan perawatan yang akan datang pada 14 Juli 2012, sementara pemeliharaan sebelumnya 1 dan 15 Juni lalu," tambahnya.

Sementara itu, usia engine pertama adalah 14.553 jam, time since new, 9.115 jam 50 menit, sejak operasional 356 jam 55 menit dan engine kedua 14.558 jam, time since new 9.367 jam 55 menit, dengan time operasional 575 jam 45 menit.

Lebih detil pesawat Fokker 27 yang memiliki mesin jenis EA Rolls Royce Dart MK 536-7R, dengan rentang sayap 18 meter, panjang badan 15.154 meter, tinggi 6.31 meter, berat maksimum 7.450 kilogram ini mampu mengangkut 40 penumpang, serta kuat menjelajah selama enam jam.

"Untuk awak pesawat, Mayor Penerbangan Heri Setyawan telah memiliki 3.552 jam terbang, co-pilot Lettu Pnb Paulus selama 188 jam dan co-pilot Letda Pnb Sahroni 87 jam," tandasnya.

Sementara itu, pasca kecelakaan tersebut, Kementerian Pertahanan berjanji segera mengganti pesawat Fokker F-27 dengan CN 295.

Menteri Petahanan, Purnomo Sugiantoro mengatakan bahwa pihaknya telah menandatangani kontrak pembelian 10 pesawat CN 295 yang akan digunakan untuk penerbangan militer Indonesia.

"Sudah dikerjakan dan pesawat direncanakan akan tiba tahun ini yang selanjutnya dikerjakan di sini bekerjasama dengan pihak TNI," kata Purnomo.

Seperti diketahui, pesawat buatan pabrik Fokker Netherland yang diketahui take off dari Lanud Halim Perdanakusuma pukul 13.10 WIB untuk melaksanakan latihan profesiensi tersebut terjatuh pada pukul 14.45 WIB. Kejadian itu mengakibatkan sebanyak 11 orang tewas. Yaitu tujuh kru dan empat warga sipil.
Penulis: Ronna Nirmala/ Ardi Mandiri
foto

 TNI Bantah Pesawat Fokker Jatuh karena Mesin Mati

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Madya Azman Yunus mengatakan pihaknya belum bisa mengetahui apa yang menyebabkan pesawat Fokker F-27 TNI AU terjatuh. Ia mengatakan sebab kecelakaan akan diselidiki tim keselamatan penerbangan.

“Sebab kecelakaan belum tahu. Sekarang masih penyelidikan,” kata Azman saat dihubungi pada Kamis, 21 Juni 2012 malam.

Pesawat jenis Fokker pada Kamis siang kemarin jatuh dari udara sekitar pukul 15.45 WIB. Pesawat menimpa delapan rumah warga di RT11/RW10 Kompleks Rajawali, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Pesawat tersebut lepas landas pada 13.10 WIB.

Menurut Azman pesawat tersebut diterbangkan dalam rangka latihan rutin touch and go, latihan untuk mengasah kemampuan lepas landas dan mendarat. Pesawat lepas landas dari pangkalan udara, kemudian dalam waktu tak seberapa lama mendarat lagi di tempat yang sama.

Sebelum jatuh, pesawat sudah melakukan latihan touch and go satu kali pada Kamis pagi. “Tidak ada masalah,” kata Azman. Kemudian ketika melakukan latihan yang kedua, pesawat tersebut jatuh.

Azman membantah kabar yang menyebut bahwa mesin kanan pesawat Fokker yang ditumpangi tujuh tentara tersebut mati saat menanjak. Ia mengatakan, penyebab kecelakaan belum bisa disimpulkan. “Nanti tim keselamatan yang cari penyebab kecelakaan,” katanya.
[ANANDA BADUDU]
Beritasatu / Tempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.