Kamis, 21 Juni 2012

Suka Duka awak KRI Nanggala 402

 Tangkal Rasa Takut dengan Minum Air Laut Dalam

KSRI Nanggala 402 (Foto Kaskus)
Berada di kedalaman laut, dikurung dalam kapal selam yang sempit selama puluhan hari bukanlah perkara mudah. Rasa jenuh, stres, hingga gangguan kejiwaan, menjadi ancaman nyata.

Belum lagi keganasan laut yang bisa menenggelamkan mereka sewaktu-waktu. Keceriaan terus tergambar dari raut para awak KRI Nanggala 402 begitu mendarat di dermaga Armatim beberapa hari lalu. Perasaan puas sekaligus bahagia tersungging dari senyum mereka. Ini karena mereka sukses mengemban misi membawa pulang KRI Nanggala 402 dari proses overhaul di Korea Selatan.

Tetapi bukan itu saja, bisa menghirup udara alam bebas adalah sesuatu yang luar biasa bagi mereka. Bayangkan saja, 21 hari lamanya mereka berada dalam kapal yang sempit. Menyelami lautan bebas hingga ratusan mil, belum lagi berkutat dengan rutinitas dan teman yang sama selama itu. Tentu ini menjadi hal yang membosankan bagi manusia normal. Namun,jiwa mereka telah terpatri dengan semboyan ‘Tabah Sampai Akhir’, seperti yang diajarkan para pelaut terdahulu.

Sehingga seberat apapun resiko yang dihadapi,pantang bagi mereka untuk mundur apalagi menyerah saat berjuang. Memang, para awak kapal selam bukanlah prajurit biasa. Mereka adalah manusia-manusia pilihan yang mampu bertahan dalam situasi dan kondusi sesulit apapun. Tetapi itulah faktanya, nasib para awak kapal selam bisa dibilang tidak seenak awak kapal atas laut biasa.

Ini karena segala aktifitas mereka terbatasi. Jangankan bergerak ke sana-kemari,merokok pun tidak bisa mereka lakukan setiap waktu. Ini karena mereka berada berada di dalam kapal yang tertutup, bersama mesin kapal yang sensitif dengan asap maupun api. Padahal,di kedalaman laut yang dingin rokok bisa menjadi penawarnya. Tetapi, para awak KRI Nanggala 402 memiliki cara khusus untuk mengobati keinginan merokok itu.

Saat kondisi air laut tenang misalnya, kapal dijalankan dengan setengah terapung. Tujuannya, bagian tengah kapal yang tinggi bisa berada di permukaan air laut, sehingga mereka bisa naik dan menghisap rokok. ”Kalau kapal sudah mengapung seperti ini, kita biasanya berebut naik untuk merokok. Tetapi karena waktunya terbatas, kita tidak bisa berlama-lama, sebab harus bergantian dengan awak yang lain.

Paling hanya dua batang setelah itu turun lagi,”tutur salah seorang awak KRI Nanggala Lettu Laut (P) Hadhito. Namun aktifitas merokok lanjut Hadhito akan berhenti total kalau kondisi gelombang air laut sedang tinggi. Sebab pada situasi itu kapal sulit mengapung, karena harus menjaga keseimbangan akibat hantaman gelombang. ”Kalau sudah seperti ini, kami biasanya hanya berdiri di dalam kapal sambil berpegangan agar tidak jatuh. Apalagi kalau pas ada badai atau berlayar di laut yang dalam,” katanya.

Hadhito menambahkan, meski sudah terlatih, perasaan was-was kadang masih tetap muncul saat berada di bawah laut. Kondisi ini biasanya muncul saat kapal berlayar di bawah laut yang dalam. Ini karena arus bawah laut cukup kencang, sehingga resiko bahaya juga cukup besar, seperti di laut China Selatan atau Laut Banda Maluku. ”Dua lokasi ini terbilang paling angker, sebab ombaknya tidak bisa diprediksi,” kata perwira yang juga putra Kasal Laksamana Soeparno ini.

Tetapi lanjut Hadhito, para awak kapal selam sudah punya penangkal untuk menghadapi kedalaman laut tersebut. Penangkal itu tak lain berupa tradisi meminum air laut kedalaman. Setiap mengarungi kedalaman baru misalnya, maka tradisi meminum segelas air laut wajib dilakukan. ”Kapal selam ini biasanya berlayar di kedalaman 30 meter. Nah bagi mereka yang belum pernah belayar di kedalaman itu, maka wajib minum air laut. Ritual serupa juga akan kami lakukan jika kapal turun lagi di kedalaman bawah 30 meter.

Saat kapal di kedalaman 50 meter misalnya, maka harus minum air laut lagi, begitu seterusnya, sampai kapal ini berlayar di batas kedalaman maksimum 200 meter,” ungkap Serma PTB M Nuril Huda. Tradisi minum air laut kedalaman kata Nuril tidak hanya berlaku bagi anggota saja, tetapi juga Komandan, Perwira pelaksana maupun juga kepala kamar mesin. ”Kalau sudah seperti ini kami tidak membedakan pangkat dan jabatan.

Siapa yang belum pernah masuk di kedalaman itu ya wajib minum air laut. Sebab ada sugesti dari kami, bahwa kalau sudah meminum air itu, maka kita akan menyatu dengan laut,” kata prajurit asal Lamongan ini. Pada ritual inilah, kadang banyak awak kapal yang tidak kuat karena rasa air yang begitu asin. Bahkan mereka yang tidak kuat bisa langsung diare. ”Walau begitu, tradisi ini tetap wajib diikuti,” tandasnya.
 Mandi Sebulan Sekali, Tidur Hanya Empat Jam Sehari

KRI Nenggala-402
(Foto Antara)
Bagi awak KRI Nanggala 402, berada di kedalaman air selama beberapa bulan punya cerita keseharian sendiri. Meski berada di dalam air, bukan berarti bisa mandi setiap hari.

Sebaliknya gerah dan gatal hampir menjadi rutinitisan mereka di dalam kapal selam. Bayangkan saja, sebulan sekali mereka baru dapat jatah mandi. Jangan kaget jika mendapati awak kapal selam berbau sedikit apek, begitu selesai berlayar. Ini karena mereka jarang diguyur air selama berlayar.

Untuk membersihkan badan,mereka biasanya hanya menggunakan tisu basah, atau hanya mengusapnya dengan handuk hangat begitu saja. Bahkan kalau kondisi darurat kadang mereka hanya ganti pakaian saja. Semua dilakukan bukan karena malas atau berlaku jorok, tetapi karena aktifivas yang begitu padat sepanjang berlayar.

Untuk sekedar mandi mereka kadang tidak sempat. ”Awak kapal ini terbatas, karena hanya 34 orang. Semua konsentrasi penuh dengan tugas masing-masing,” kata salah seorang awak KRI Nanggala 402 Pelda Suprapdi Beberapa alasan menurut Suprapdi adalah karena jumlah cadangan air di dalam kapal selam yang terbatas, sehingga pemakaiannya harus super hemat.

Ini karena kapasitas tampung air dalam kapal hanya 15.000 liter saja. Jumlah air tersebut dipakai untuk minum, mandi, bersuci, memasak, dan MCK selama hampir sebulan. ”Karena air terbatas, sehingga tidak bisa dipakai seenaknya. Paling hanya bisa dikurangi untuk cuci muka dan ambil air wudlu saja. Selebihnya untuk cadangan minum dan memasak,” katanya.

Kendati punya jatah mandi sekali, bukan berarti mereka bisa berlama-lama saat berada di kamar mandi. Ini karena jumlah kamar mandi yang terbatas, sementara awak yang mengantre begitu banyak. ”Kamar mandi hanya dua. Satu untuk komandan satu lagi untuk kita. Jadi harus gantian. Makanya selalu antre panjang kalau pas jadwal mandi. Nah,kalau yang punya kebiasaan bernyanyi saat mandi, di sini tidak bisa. Sebab di luar banyak yang menunggu,” katanya mengisahkan pengalamannya berada di kapal selam.

Tidak hanya urusan mandi saja kata Suprapdi yang harus bergantian, tidur pun demikian. Para awak KRI Nanggala tidak bisa tidur seenaknya karena harus bergiliran jaga. Untuk setiap awak misalnya, rata-rata hanya punya jatah tidur 4 jam dengan waktu yang tidak menentu. Semua dilakukan dengan sistem shift seperti tugas jaga.

Saat awak lain menjalankan tugas piket, misalnya, maka awak lainnya mendapat giliran tidur, begitu seterusnya hingga 36 awak mendapat jatah merata. ”Jadi kalau tidur tidak mesti malam hari. Kalau jatahnya pas siang ya siang itu harus tidur. Kalau tidak, maka jatahnya hangus,” imbuhnya.

Karena jatah yang minim pula kadang awak kapal selam susah tidur dengan nyaman. Apalagi kondisi tempat tidur juga sangat sempit, menempel di dinding kapal dan hanya berukuran 170 x 50 cm. Dengan ukuran ini, praktis mereka tidak bisa bergerak bebas saat tidur, misalnya mengubah arah kepala atau bahkan mlungker (menekuk kaki dan badan) saat kedinginan.

Bahkan saat bangun pun mereka tidak bisa langsung duduk seperti di tempat tidur normal. Ini karena tinggi tempat tidur yang tidak lebih dari 40 cm. Tak hanya itu saja, besarnya gelombang air laut seringkali juga membuat mereka mendadak terjaga saat tidur. Ini karena tubuh mudah tergoyang dan membentur dinding.

Kendati demikian, para awak kapal tidak lantas jenuh dan menyerah. Sebaliknya mereka tetap tegar dan semangat menjalankan tugas dengan profesional. ”Bertugas di tengah keterbatasan sudah menjadi resiko, sehingga harus tetap dinikmati. Dan kami bersyukur karena masih bisa melewatinya dengan baik,” katanya.

Bagi Suprapdi sukses menjalankan tugas yang diperintahkan atasan adalah sesuatu yang luar biasa. ”Kalau semua itu sudah tercapai, maka semua penderitaan selama bertugas menjadi sirna,” tandasnya.
 Bercanda dan Nonton VCD Jadi Obat Jenuh

(Foto Kaskus)
Meski harus ekstra disiplin, prajurit KRI Nanggala 402 juga manusia biasa. Rasa jenuh dan stres kadang masih saja muncul, kendati mereka telah terlatih disiplin dalam tugas.

Untuk mengobati rasa itu, para prajurit memiliki “obat” yang manjur, yakni bercanda dengan sesama prajurit atau nonton film. Karena di dalam kapal selam tak ada hiburan seperti di darat. Berada di kedalaman laut bukan berarti bermuka masam.

Wajah para prajurit para awak KRI Nanggala 402 tetap sumringah. Semua tampak gembira dengan senyum yang terus mengembang. Sesekali mereka bahkan terlihat bercanda konyol dengan sesama awak lainnya saat mendarat di Dermaga Armatim beberapa waktu lalu. Tugas super padat dengan fasilitas serba terbatas selama berlayar mengharuskan mereka untuk sering-sering melakukan relaksasi. Dengan begitu,mereka terhindar dari rasa jenuh dan stres.

Ancaman stres mudah muncul karena mereka “terkurung” dalam ruangan yang sempit selama berminggu-minggu, tanpa udara bebas. Belum lagi tugas berat selama berlayar yang membutuhkan konsentrasi tinggi, seperti mengamati peta elektronik, sonar, hingga memantau musuh di kedalaman laut. Memang, para awak KRI Nanggala 402 telah mengikuti tes fisik, kesehatan serta tes psikologi sebelum dinyatakan lolos dan layak mengawaki kapal selam.

Bahkan mereka juga telah mengikuti training selama sembilan bulan untuk mengukur ketangguhan fisik dan psikis. Namun,semua itu belum cukup, mengingat besarnya tingkat stres di sana. Karena itu, hiburan menjadi satu-satunya obat untuk relaksasi. Tapi jangan dibayangkan ada banyak fasilitas hiburan di dalam kapal. Sebab kapal dengan berat 1,395 ton tersebut hampir penuh dengan mesin. Praktis ruangan pun menjadi terbatas. Berdasarkan data teknis, KRI Nanggala hanya memiliki lima ruang utama. Di antaranya ruang tinggal, pusat informasi tempur, ruang kontrol teknis, ruang mesin, serta ruang torpedo yang sekaligus menjadi ruang makan.

Sebaliknya, tidak ada kafe atau ruang karaoke seperti lazimnya kapal perang atas laut. Jangankan menggelar pesta bakar ikan untuk menghangatkan badan, makan pun mereka harus bercampur dengan senjata torpedo. Di ruangan sekitar 4 x 5 meter inilah para awak KRI Nanggala 402 biasa menghabiskan waktu senggang untuk sekadar bercanda, main kartu atau juga nonton film dari VCD/DVD. “Masih mending TV mas, acaranya macam-macam dan bisa diganti. Tetapi di sini sinyal tidak bisa masuk. Jadi mau-tidak mau hiburannya ya nonton VCD/DVD, sampai kami hafal isinya.

Bagi yang tidak suka nonton biasanya ya, bermain kartu,” tutur salah seorang awak KRI Nanggala 402 Lettu Laut (P) Hadhito. Situasi inilah yang membuat awak KRI Nanggala 402 tetap bisa rileks di tengah tugas padat dan ancaman stres. Bahkan kebersamaan juga terjalin kuat di antara sesama awak. “Tantangan di dalam KRI Nanggala 402 ini membuat kekeluargaan kami terjalin baik. Bahkan dengan komandan kita bisa bercanda bebas. Pokoknya menyenangkan,” kata perwira yang juga putra Kasal Laksamana Soeparno ini.

Sementara Pelda Suprapdi, juru mudi KRI Nanggala 402 asal Magelang, punya rumus sendiri. Menurut dia, ketika capek dia memilih duduk termenung di samping tempat tidur sendirian hingga berjam-jam. “Saya juga heran kok ya betah berdiam lama. Dibilang jenuh ya tidak wong buktinya enjoy saja. Nah hampir semua awak kapal ini juga betah seperti itu,” katanya. Suprapdi mengatakan rasa jenuh itu tidak hanya muncul saat lelah bertugas saja. Sebaliknya begitu ingat dengan keluarga rasa jenuh kadang mendadak muncul. “Nah biasnaya kalau seperti ini, kami diam mengamati foto keluarga. Sebab mau bagaimana lagi, wong nelpon atau SMS juga tidak bisa,” katanya. Tetapi itulah kehebatan awak KRI Nanggala 402. Tugas berat dengan kondisi serba terbatas tidak lantas membuat mereka menyerah. Bagi mereka, tugas mengamankan kesatuan NKRI adalah sesuatu yang mulia.
IHYA’ ULUMUDDIN, Surabaya
Sindo

1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.