Minggu, 02 September 2012

Leopard dan Transformasi Pertahanan

Andi Widjajanto ; Dosen Teknologi Senjata di Universitas Indonesia

Leopard
Kementerian Pertahanan menyatakan bahwa proses pengadaan tank Leopard 2A6 dari Jerman telah tuntas. Guna memastikan bahwa proses pengadaan tersebut telah tuntas, tulisan ini menawarkan tiga pertanyaan evaluatif untuk menilai kesiapan Indonesia melakukan transformasi pertahanan dengan menghadirkan tank Leopard dalam sistem persenjataan TNI.

Pertanyaan evaluatif pertama berkaitan dengan pembentukan doktrin perang tank. Saat ini TNI AD cenderung mengandalkan doktrin perang infanteri untuk menggelar operasi matra darat dan operasi gabungan. Pusat kekuatan (center of gravity) dari doktrin ini adalah kemanunggalan TNI dengan rakyat yang mendukung strategi pertahanan semesta yang ditopang oleh strategi pertahanan berlapis dan perang berlarut.

Kehadiran tank Leopard akan mengharuskan TNI AD mengembangkan cara bertempur yang menjadikan mobilitas dan daya hancur (fire power) sebagai pusat kekuatan militer. TNI AD harus membentuk suatu cara bertempur yang tidak lagi menjadikan tank hanya sebagai pendukung gerak pasukan infanteri, tetapi menjadikan unit tank sebagai kekuatan mekanik darat yang bisa melakukan operasi militer mandiri.

Proses diferensiasi yang membedakan pasukan infanteri dan unit mekanik ini menjadi syarat utama bagi pembentukan suatu doktrin perang tank modern. Proses ini nantinya tidaklah berujung pada pemisahan ketat antara gelar pasukan infanteri dan kavaleri mekanik, tetapi justru akan bermuara pada integrasi antar kekuatan darat.

Integrasi ini akan tercapai jika pasukan infanteri dan kavaleri berhasil mengembangkan strategi tempur khas mereka, lalu berupaya untuk membentuk doktrin operasi darat gabungan yang melebur diferensiasi kekuatan tersebut menjadi satu kekuatan darat yang andal.

Proses transformasi tersebut tidak berhenti pada pengembangan doktrin dan kekuatan tempur tank yang masih mengandalkan pendekatan komponen matra (platform-based approach). Saat ini, pendekatan komponen matra tersebut harus ditingkatkan menjadi pendekatan jejaring (network-centric).

Pendekatan ini mengharuskan TNI AD mengembangkan sistem komando kendali terpadu yang melibatkan teknologi informasi terkini dan memadukannya dengan sistem komando kendali di tingkat Mabes TNI. Jika struktur jejaring informasi ini terbentuk, TNI akan memiliki kekuatan pemukul mekanik terpadu yang mengintegrasikan unit tank dan artileri TNI AD, dengan kapal perang dan kapal selam TNI AL, serta pesawat tempur TNI AU.

 Stabilitas Perbatasan

PT 91M Twardy Malaysia
Pertanyaan evaluatif kedua berkaitan dengan stabilitas perbatasan. Apakah tank Leopard yang digelar di wilayah perbatasan negara dapat meningkatkan stabilitas perbatasan?

Jawaban afirmatif dari pertanyaan ini akan muncul jika Kementerian Pertahanan dapat menetapkan jumlah unit Leopard yang akan digelar di perbatasan Kalimantan untuk menghasilkan suatu rasio perimbangan postur kekuatan yang ideal Indonesia-Malaysia.

Saat ini, untuk Indonesia, perbatasan di Kalimantan berstatus rawan karena TNI AD tidak menggelar kekuatan penangkal yang dapat mengimbangi gelar 48 tank PT 91 M Twardy Malaysia. Kerawanan ini bisa dihilangkan dengan membentuk suatu rasio postur kekuatan yang berimbang di perbatasan. Perimbangan ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya agresi lawan sehingga akan memperkokoh stabilitas kawasan.

Konsep rasio postur kekuatan mengharuskan TNI AD menggelar tank dengan struktur tempur (order of battle) yang setara dengan tank PT 91 M Twardy, seperti MI Abrams (Amerika Serikat), Merkava (Israel), K1A1 (Korea Selatan), T90 Rusia, atau Leopard 2A5/6 (Jerman). Untuk menggelar suatu struktur tempur tank di perbatasan Kalimantan, tentunya dibutuhkan pengembangan infrastruktur transportasi, komunikasi, logistik, dan energi untuk mendukung mobilitas tank di perbatasan.

Penggelaran tank ini akan menghasilkan putaran luar (spin-off) saat pembangunan infrastruktur militer menjadi katalis bagi pengembangan infrastruktur sipil. Jika proses ini bisa dilakukan secara optimal, gelar tank tidak hanya menghadirkan suatu kekuatan penangkal militer, tetapi juga ketahanan ekonomi perbatasan yang lebih kokoh.

 Profesionalisme TNI AD

M1A1 Australia
Pertanyaan evaluatif ketiga adalah, apakah pengadaan tank Leopard akan berpengaruh pada profesionalitas TNI AD. Pengaruh pengadaan tank terhadap profesionalisme bisa diukur dengan dua cara.

Pertama, kehadiran tank Leopard akan memperkuat proses militerisasi militer dengan mengarahkan TNI AD mengembangkan orientasi pertahanan eksternal. Dalam mengembangkan doktrin perang tank dan struktur tempur tank, TNI AD akan cenderung menempatkan tank Leopard dalam suatu gelar pengamanan perbatasan yang meniadakan kemungkinan penggunaan tank Leopard dalam operasi militer untuk menangani konflik-konflik internal.

Kedua, proses pembelian tank Leopard dari Jerman ini mengharuskan Kementerian Pertahanan mengadopsi rezim transfer senjata Jerman yang terkait dengan Pengaturan Wassenaar (Wassenaar Arrangement on Export Controls for Conventional Arms and Dual-Use Goods and Technologies), Kode Etik Uni Eropa tentang Perdagangan Senjata (The European Union Code of Conduct on the Arms Trade), dan Sistem Pelaporan Senjata Konvensional PBB (UN Register of Conventional Arms).

Rezim transfer senjata di Eropa mengharuskan Jerman melakukan evaluasi yang menjamin bahwa gelar tank Leopard oleh Indonesia tidak berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM di masa depan. Rezim ini juga mengatur bahwa transfer senjata perlu dikendalikan sehingga pengadaan tank Leopard oleh Indonesia tidak mengancam stabilitas dan perdamaian di tataran regional dan internasional.

Selain itu, rezim ini juga memuat pentingnya prinsip transparasi dalam transfer senjata sehingga keterlibatan broker senjata dan praktik korupsi bisa dihilangkan.

Kehadiran tank Leopard 2A6 dalam sistem pertahanan Indonesia harus disertai proses transformasi pertahanan. Proses ini dilakukan untuk memastikan pembelian tank Leopard akan berimbas pada (1) pembentukan doktrin perang tank yang terintegrasi dengan doktrin operasi gabungan TNI; (2) peningkatan stabilitas perbatasan Indonesia ditandai dengan terciptanya rasio kekuatan perbatasan yang ideal; dan (3) peningkatan profesionalitas TNI AD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.