Sabtu, 20 Oktober 2012

Jatuhnya Hawk dan Tindakan Pemukulan

Pesawat Hawk 200 TNI AU jatuh di Riau
(foto kompas)
BERITA hangat minggu ini adalah berita tentang jatuhnya pesawat terbang tempur Hawk di Pekanbaru. Beruntung, sang Pilot dapat menyelamatkan diri dengan menggunakan kursilontar (ejection seat). Kali ini yang menjadi sangat berbeda adalah bukan tentang jatuhnya pesawat yang mencuat jadi berita utama, melainkan justru pemukulan yang menjadi top issue.

Menyimak berita yang beredar, sangat dapat dimengerti kemarahan banyak pihak yang muncul sebagai reaksi dari peristiwa tersebut. Kemarahan ini menjadi sangat besar skalanya karena melibatkan seorang personel Angkatan Udara berseragam dinas yang terlihat “menganiaya” seorang berpakaian sipil yang berprofesi sebagai wartawan. Solidaritas korps tentu saja menambah runyam masalah bagi Angkatan Udara dengan derasnya peredaran berita tersebut. Terlepas dari itu semua, peristiwa ini patut disesalkan sampai terjadi. Sangat dapat dipahami bila kemudian banyak tuntutan yang dialamatkan kepada pimpinan TNI Angkatan Udara berkait peristiwa yang memalukan tersebut.

Menarik sekali untuk membahas tentang hal ini. Tindakan pemukulan apa pun alasannya dalam konteks kejadian tersebut sekali lagi patut sangat disesalkan. Namun, apa pun yang menjadi penyebab harus dipahami bahwa peristiwa pemukulan, sekali lagi apa pun alasannya, pasti terjadi sebagai akibat dari satu proses interaksi dari dua pihak yang bertemu.  Siapa yang bersalah dan siapa yang memulai kelak akan dapat diketahui dengan jernih. Khusus tentang peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk yang terjadi tidak berapa lama setelah take off. Tidak banyak diketahui bahwa ketika sebuah pesawat tempur jatuh sesaat setelah take off, bahaya yang sangat besar akan sangat mengancam daerah sekitar jatuhnya pesawat tersebut.

Pesawat tempur adalah pesawat yang relatif kecil dari segi ukuran dibanding dengan pesawat terbang penumpang, dan hanya akan berisi sebuah atau dua buah mesin, tangki bahan bakar yang besar, serta persenjataan yang berupa “bahan” yang mudah meledak seperti bom, roket, peluru dan lainnya, serta kokpit yang hanya berisi satu atau dua pilot. Itu sebabnya, begitu pesawat jatuh, terutama sesaat setelah take off, kemungkinan pesawat akan meledak sangat besar sekali. Itu pula sebabnya tindakan pengamanan saat pesawat terbang tempur jatuh harus segera ditangani dengan cepat oleh satu regu pengamanan yang menguasai teknik pesawat, sistem senjata, dan prosedur pengamanan amunisi.

Pesawat yang tengah mengalami musibah itu tengah latihan sehingga belum tentu membawa banyak bahan yang mudah meledak seperti bom, roket, peluru, dan amunisi atau hanya membawa senjata yang berupa “dummy” tidaklah berpengaruh terhadap tindakan penyelamatan dan atau pengamanan dari prosedur penanganan kecelakaan pesawat tempur yang terjadi terutama di daerah populasi penduduk. Itu sebabnya penanganan terhadap pesawat Hawk terjadi seperti itu. Lebih jauh lagi, bagaimana menyikapi pengambilan gambar dari pesawat tempur yang tengah mengalami kecelakaan.

Apa sebenarnya yang menyebabkan pengambilan gambar kemudian menjadi sesuatu yang kesannya “dilarang”? Tidak mudah memang untuk dapat menjelaskannya dengan baik. Salah satu yang bisa dijelaskan di sini bahwa sebenarnya tidak atau bukan sekadar kerahasiaan belaka. Semua peralatan senjata yang dimiliki satu negara, ada saat-saat yang khusus diperuntukkan bagi keperluan publikasi atau pameran, dan ada pula saatnya tidak atau merupakan momen yang tidak lazim dibuka untuk umum dalam wujud materi publikasi.  Salah satunya adalah di waktu sebuah pesawat tempur mengalami kecelakaan.

Di kalangan dunia intelijen, pengumpulan data tertutup dari sistem senjata yang dimiliki oleh suatu angkatan perang kerap dilakukan. Kegiatan yang sangat kritikal adalah saat satu sistem senjata tengah berada dalam ruang dan waktu yang tidak disiapkan untuk dipamerkan. Saat pesawat terbang tempur mengalami kecelakaan dalam penerbangan latihan adalah merupakan salah satu dari momen yang dimaksud.

Kembali kepada peristiwa di Pekanbaru, informasi yang seperti ini seyogianya sudah harus dapat dikomunikasikan dengan baik oleh pihak angkatan perang kepada media massa dan masyarakat luas. Ini akan menjadi salah satu cara yang dapat dipastikan tidak akan mendorong kejadian yang sama-sama tidak kita inginkan tersebut. Apa pun yang menjadi pangkal penyebabnya, kejadian telah telanjur terjadi di Pekanbaru. Ke depan kiranya semua pihak terkait dengan tindakan penyelamatan terhadap kecelakaan pesawat terbang, terutama pesawat terbang tempur yang merupakan bagian dari sistem persenjataan, dapat sama-sama memahaminya. Memahami dalam konteks dapat mengerti apa yang kiranya boleh dan tidak boleh dilakukan dalam momen yang sangat kritikal pada kecelakaan pesawat terbang tempur, terutama di daerah permukiman penduduk.

Angkatan Udara harus lebih profesional dalam menjalankan prosedur tetapnya, demikian pula media massa dapat memahami tentang apa yang harus dilakukan, dan masyarakat luas hendaknya dapat pula memperoleh informasi yang cukup mengenai hal tersebut. Hanya dengan hubungan yang saling mengerti, saling menghormati, dan saling membantu, kita dapat mencegah terulangnya kembali peristiwa Pekanbaru yang sama-sama tidak kita inginkan.●

CHAPPY HAKIM
Chairman CSE Aviation
© Chappy Hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.