Rabu, 21 November 2012

Anggarannya Diblokir, Ini Penjelasan TNI AL

KEPALA Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Marsekal Pertama, Untung Suropati, menyatakan alat selam closed circuit merupakan kebutuhan mutlak. "Itu sangat penting. Bukan butuh lagi sifatnya, tapi mutlak," ujarnya saat dihubungi Tempo.

Ia menanggapi soal masuknya 135 unit alat selam khusus ke dalam salah satu item pos anggaran pemanfaatan dana optimalisasi Kementerian Pertahanan. Anggaran untuk alat selam sebesar Rp 168 miliar ini diambil dari total dana Rp 678 miliar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012, yang masih diblokir oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo karena perlu diklarifikasi.

Selain untuk membeli 135 set alat selam, dana itu untuk membeli peralatan militer, seperti paket enkripsi, komunikasi, dan monograf.

Untung mengungkapkan, alat selam closed circuit dan semi-closed circuit adalah alat selam khusus bagi Komando Pasukan Katak yang masih diimpor dari Amerika Serikat atau negara Eropa, seperti Jerman dan Prancis. "Ini berbeda dengan yang open circuit, yang lazim digunakan penyelam pada umumnya," ujarnya kemarin.

Menurut Untung, Indonesia sudah lama memiliki alat selam ini untuk pasukan katak, tapi perkembangan teknologi terbaru tetap harus diikuti. Alat selam ini digunakan untuk pasukan bawah air, misalnya saat menyerang lambung kapal. Alat ini bisa digunakan hingga 6 jam, lebih lama dibanding perangkat selam biasa yang tahan 45 menit-1 jam. Adapun beratnya hanya 8-9 kilogram atau jauh lebih ringan daripada alat selam reguler yang seberat 18 kilogram.

Selain itu, logam magnet dari alat selam ini tak terdeteksi radar. Alat ini pun bisa mengolah karbon dioksida (C02) menjadi oksigen (02), sehingga gelembung CO2 tidak muncul ke permukaan.


 Anggaran TNI AL Diblokir, DPR Nilai Tak Lazim 

Jakarta - Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Mahfudz Siddiq, menilai langkah Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, meminta Kementerian Keuangan membintangi anggaran di Kementerian Pertahanan tidak lazim. Apalagi anggaran tersebut sudah dibahas dan disepakati antara pemerintah dengan Komisi Pertahanan DPR.


"Ini tidak lazim dan tidak wajar," kata Mahfudz ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 19 November 2012.

Dalam dokumen yang diperoleh Tempo, Dipo Alam pada 24 Juli 2012 mengirim surat bernomor R.154/Seskab/VII/2012 kepada Menteri Pertahanan dengan klasifikasi rahasia. Dalam suratnya, Dipo memimta penjelasan rasionalisasi persetujuan pemanfaatan dana optimalisasi sebesar Rp 678 miliar.

Ada empat poin pertanyaan Dipo kepada Menteri Pertahanan. Pertama, mempertanyakan pengadaan peralatan apakah sudah sangat mendesak. Kedua, apakah rencana itu sudah melibatkan industri pertahanan dalam negeri dan BUMN. Ketiga, pengadaan alat utama sistem senjanta (alutsista) baru memperoleh dana sebesar Rp 17 triliun pada 2012 dan Rp 6 triliun pada 2013. Kebutuhannya mencapai Rp 54 triliun. Terakhir, Dipo menyarankan pembelian sebesar Rp 678 miliar itu sebaiknya digunakan untuk pengadaan alutsista.

Pada 6 Agustus 2012, Dipo mengirim surat bernomor R.172-1/Seskab/VIII/2012 kepada Menteri Keuangan tentang klarifikasi pemanfaatan hasil optimalisasi nonpendidikan APBN-P Tahun Anggaran 2012 Kementerian Pertahanan. Dipo meminta Menteri Keuangan memberikan klarifikasi mengenai satuan harga dan urgensi pengadaan alat-alat tersebut.

Adapun peralatan yang dianggarkan itu adalah pengadaan satu paket encrypsi senilai Rp 350 miliar, satu paket tactical communication senilai Rp 15 miliar, satu paket monobos DF senilai Rp 115 miliar, serta closed circuit dan peralatan pendukung senilai Rp 198 miliar. Anggaran ini diajukan oleh Kementerian Pertahanan dan sudah disetujui oleh Komisi Pertahanan DPR.

Akibat surat Dipo Alam, Kementerian Keuangan lalu memberi tanda bintang pada anggaran ini. Dalam rapat gabungan bersama Menteri Pertahanan, Panglima TNI dan Direktur Anggaran III pada 5 September 2012, kesimpulan rapat menyatakan surat Kementerian Keuangan bernomor S-2113/AG/2012 tanggal 10 Agustus untuk membintangi anggaran Kementerian Pertahanan cacat hukum. Kesimpulan kedua menyatakan, Dewan meminta klarifikasi yang diperlukan Kementerian Keuangan kepada Kementerian Pertahanan diselesaikan sebelum 12 September 2012.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menuturkan, yang bisa memberi tanda bintang pada anggaran negara adalah Kementerian Keuangan dan DPR. Namun, menjadi sangat aneh jika Sekretaris Kabinet meminta Kementerian Keuangan untuk membintangi anggaran. "Tidak ada di tupoksi," kata Mahfudz.

Mahfudz menjelaskan, dia tidak mengetahui apakah sudah ada klarifikasi antara dua kementerian itu sesuai hasil rapat pada 5 September. "Itu kan internal mereka," kata dia. Tetapi dia menegaskan, langkah Dipo Alam bisa merugikan kementerian terkait karena program tidak jalan. Apalagi, pemanfaatan danaoptimalisasi ini sudah menjadi rincian dalam Undang-Undang APBN Perubahan 2012.

Saat dimintai konfirmasi kemarin, Dipo Alam lewat pesan pendek hanya mengatakan, "Saya ada di Phnom Penh. Nanti saja jika sudah di Jakarta."

 Anggaran TNI AL Diblokir, DPR Minta Pemerintah Jujur 

Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Priyo Budi Santoso, meminta Sekretaris Kabinet Dipo Alam bersikap fair terhadap anggaran negara. Priyo menjelaskan, Dewan hanya mengelola tidak lebih dari 10 persen anggaran negara. Sedangkan sisanya dikelola oleh eksekutif.


"Seharusnya yang dibuka anggaran sebesar 90 persen itu," kata Priyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 19 November 2012.

Priyo menjelaskan, sejauh yang dia ketahui, anggaran yang dibahas komisi di DPR bersama pemerintah sangat kecil jika dibandingkan yang dikelola pemerintah. Namun, Dewan memiliki fungsi anggaran yang merupakan kewenangan DPR untuk menyoroti anggaran pemerintahan. Dia mengaku heran, kenapa Dipo Alam hanya menyoroti penganggaran di DPR. "Mestinya kalau mau fair, soroti juga yang di pemerintah," kata dia.

Dalam dokumen yang diperoleh Tempo, Dipo Alam pada 24 Juli 2012 mengirim surat bernomor R.154/Seskab/VII/2012 kepada Menteri Pertahanan dengan klasifikasi rahasia. Dalam suratnya, Dipo memimta penjelasan rasionalisasi persetujuan pemanfaatan dana optimalisasi sebesar Rp 678 miliar.

Pada 6 Agustus 2012, Dipo mengirim surat bernomor R.172-1/Seskab/VIII/2012 kepada Menteri Keuangan tentang klarifikasi pemanfaatan hasil optimalisasi nonpendidikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2012 Kementerian Pertahanan.

Dipo meminta Menteri Keuangan memberikan klarifikasi mengenai satuan harga dan urgensi pengadaan alat-alat tersebut. Atas permintaan Dipo, Kementerian Keuangan lalu membintangi pemanfaatan dana optimalisasi Kementerian Pertahanan.

Padahal, dalam surat Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso bernomor AG/05687/DPR RI/VI/2012 pada 12 Juni 2012 kepada Menteri Keuangan perihal persetujuan anggaran yang sudah dibahas di Komisi Pertahanan. Dalam suratnya Priyo menyebutkan permintaan Pimpinan Komisi Pertahanan agar Pimpinan DPR menyampaikan persetujuan anggaran.

Persetujuan DPR tersebut sebesar Rp 678 miliar itu meliputi pengadaan 1 paket encrypsy sebesar Rp 350 miliar, pengadaan 1 paket tactical communication sebesar Rp 15 miliar, pengadaan 1 paket monobs DF sebesar Rp 115 miliar, dan pengadaan 135 set alat selam closed circuit dan semi closed circuit beserta peralatan pendukungnya, serta sparepart kritis sebesar Rp 198 miliar.

Priyo menyatakan, pengiriman surat kepada Menteri Keuangan itu atas dasar hasil rapat di Komisi Pertahanan. Politikus Partai Golkar ini menyatakan, kesepakatan teknis mengenai besaran anggaran diputuskan di Komisi Pertahanan. Terkait dengan cepatnya waktu persetujuan pimpinan yang hanya berselang satu hari, Priyo menjelaskan, "Harusnya senang karena anggaran disetujui dengan cepat."


© Tempo, Suara Asia 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.