Sabtu, 24 November 2012

☆ Letkol CPL PURN HMA SYAMSUDDIN - Lima Tahun Jadi Ajudan Qahhar Mudzakkar

Veteran Makasar pada suatu acara
Umurnya memang sudah menginjak 80 tahun,namun semangatnya tidak pernah luntur untuk terus memperjuangkan kehidupan yang layak bagi para veteran dan keluarga veteran perang kemerdekaan.

Dia adalah Letnan Kolonel Purn HMA Syamsuddin yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Legiun Veteran RI Sulselbar. Saat ditemui SINDO, suaranya masih terdengar lantang khas tentara dan pendengarannya masih bagus. Dia sangat lancar merunut satu-persatu kisah perjuangannya melawan pejajah hingga mengurus ratusan ribu veteran perang di wilayah Sulselbar. Pria kelahiran Bone 6 Juli 1926 ini sudah 10 tahun mengurus para veteran perang. Tapi dia lebih bersemangat menceritakan pengalamannya menjadi ajudan dan orang kepercayaan tokoh pejuang Sulsel, Qahhar Mudzakkar.

Selama lima tahun,(1945-1950) dia menjadi orang kepercayaan Qahhar selama perang kemerdekaan di Jawa. “Saya oleh pak Qahhar sudah dianggap seperti keluarga. Saya lima tahun tinggal dengan dia di rumahnya. Kalau dia tidak ada, semua urusan keluarganya saya yang tangani,” ujarnya saat SINDO menyambangi kediamannya di Jalan Manuruki Raya nomor 75 Makassar. Kecintaan dan penghargaanya kepada Qahhar banyak yang dia dedikasikan dalam gambar.

Di rumahnya, tepat di samping pintu masuk,dalam sebuah bingkai, beberapa foto tokoh pejuang terpajang. Paling atas, terdapat foto Qahhar dan dibawahnya ada foto Mayor Jenderal (Purn) Andi Mattalatta dan Jenderal TNI (Purn) M Yusuf. “Di Jawa dulu, hanya ada dua barisan pasukan berani mati yakni barisan berani mati Bung Tomo dan barisan berani mati Qahhar Mudzakkar. Yang berhasil menyerang PKI di Madiun pasukannya Pak Qahhar. Saat keluar tidak pernah pakai senjata,” ungkapnya.

Pria peraih 20 penghargaan tanda jasa kepahlawanan dari negara ini menyebut, saat pergolakan Madiun, pasukan Qahhar di bawah Divisi Hasanuddin pernah melucuti senjata pasukan Bung Tomo. “Karena semua pasukan mau terkenal dalam revolusi setelah proklamasi kemerdekaan,” ucapnya. Pria yang telah dikarunia delapan anak ini bertemu dengan Qahhar pada 1945. Saat itu, dia menyelinap ikut rombongan pekerja romusha yang dipulangkan ke Jawa. Sebelum ke Jawa, Syamsuddin dua kali ditangkap oleh pemerintah Belanda.

Pertama di Bone dan kedua di Makassar. Syamsuddin ke Jawa bermodal surat dari teman Qahhar, Suaib Pasang yang juga mantan Bupati Takalar. Syamsuddin berpisah dengan Qahhar tahun 1950 saat dia memutuskan kembali ke Makassar dan bergabung dengan Andi Mattalatta dan Jenderal Yusuf. Kembali ke kampung halamannya, setelah menjadi bagian dari pasukan Qahhar dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 ke Yogyakarta yang dikuasai Belanda saat itu. Setelah perang kemerdekaan usai, Syamsuddin dipercaya pada Divisi Peralatan Markas Besar TNI AD di Taman Roya, Jakarta.

Dia banyak bertanggungjawab atas pengadaan alat-alat sistem pertahanan ABRI. Setelah pensiun dari ABRI dia langsung bergabung dengan Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) Sulsel saat itu. Di Pepabri Sulsel, Syamsuddin delapan tahun menjadi Wakil Ketua dibawa Andi Mattalatta yang menjabat sebagai ketua. Pada dinding sebelah selatan dan barat ruang tamu rumahnya, puluhan foto-foto penting Syamsuddin terpajang. Terdapat foto saat dia menerima penghargaan dari Presiden Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gusdur),dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

● SUPYAN UMAR
Makassar

© Sindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.