Kamis, 29 November 2012

Menyeimbangkan Sumatera

Pagar pertahanan RI di wilayah barat yang bersinggungan dengan 4 negara (Malaysia, Singapura, Thailand dan India) sudah pasti Sumatera, meski batas teritorinya laut. Secara geografi Sumatera lebih panjang dari semenanjung Malaysia dan Singapura, jumlah penduduknya pun setara dengan jirannya, kulturnya pun setali tiga uang. Dari sudut pandang militer negeri seberang utara selat Malaka itu Singapura dan Malaysia menyimpan kekuatan militer utama untuk pertahanan negaranya. Singapura jika melakukan serangan udara ke Sumatera, akan banyak obyek vital yang mampu dilumatnya meski belum berarti dia akan memenangkan pertempuran

Berandai-andai tentang skema pertahanan pulau maka Sumatera yang bertetangga satu erte dengan dua rumah sebelah seyogyanyalah perlu didandani dengan polesan sejumlah alutsista baru berkualifikasi gebuk dulu. Memang Sumatera bukanlah jantung Indonesia, dia hanya salah satu organ NKRI. Tetapi untuk memberikan rasa segan pada rumah sebelah agar tidak bermain api dengan tetangganya, sekaligus sebagai pemecah perhatian lawan jika terjadi konflik militer, maka sebagai pulau yang terdepan kekuatan alutsista layak diperkuat.

Debarkasi pasukan dalam latihan brigade TNI AD di Baturaja

Menyeimbangkan pulau terdepan ini perspektifnya adalah memberikan kekuatan yang paling tidak mendekati kekuatan negeri seberang selat Malaka. Itu sebabnya penempatan 1 skuadron jet tempur F16 di Pekanbaru untuk menemani 1 skuadron Hawk 100/200 merupakan langkah tepat karena mampu memberikan kekuatan tambahan meski belum sama sekali “mendekati” kekuatan lawan. Tetapi juga harus diingat lawan yang dihadapi berada pada geografi utamanya alias pusat komando militer, tentu mereka harus lebih kuat.

Malaysia menempatkan skuadron tempur utamanya di Semenanjung seperti F18 Hornet, Mig 29 dan Sukhoi.  Demikian juga dengan Singapura karena negerinya memang cuma punya pulau itu tok. Meski Singapura punya banyak jet tempur mutakhir, tidak semuanya ada di negeri pulau itu.  Sebagian ditransmigrasikan ke AS, Thailand, Australia dan Taiwan karena negeri Temasek ini punya handikap yang cukup menyesakkan, kurangnya ruang udara untuk berlatih di wilayah sendiri.

Secara kuantitatif dan kualitatif menempatkan 2 skuadron jet tempur Hawk dan F16 di Sumatra belum memberikan kesan gahar tetapi dalam gelar kekuatan skuadron udara untuk kegiatan patroli udara dinilai cukup memadai. Namun ke depan tetap perlu ada penambahan minimal 1 skuadron udara intersep pemukul yang fungsinya juga untuk memayungi Jakarta dari serangan udara yang muncul dari horizon barat laut. Dilhat dari ruang jelajah yang proporsional mencakup seluruh Sumatera dan Laut Cina Selatan, maka menempatkan 1 skuadron Sukhoi Su30 (atau Su35) di Belitung adalah kebijakan jernih yang sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.  Maksudnya Jakarta tercover, Sumatera sampai Sabang dipayungi, ALKI satu termonitor, Natuna pun ada dalam jangkauan.  Posisi penempatan skuadron Sukhoi ini diyakini memberikan efek getar dan gentar bagi negara tetangga.

Seandainya ini yang digelar, dijamin gentar tuh

Sumatera yang memiliki 3 Kodam dirasa cukup untuk mengamankan teritori darat yang memanjang itu. Tetapi tentu yang perlu dicermati adalah koordinasi 3 Kodam ketika menghadapi kondisi darurat perang dan harus berjuang duluan misalnya ketika konfrontasi dengan Malaysia. Musuh terbesar Sumatera jika terjadi konflik dengan 2 jiran itu adalah serangan udara. Sementara serangan pantai untuk ofensif pasukan tetangga diyakini tidak terjadi karena 2 jiran itu tak memiliki kemampuan serangan laut ke pantai seperti yang dimiliki Marinir Indonesia.

Oleh karena itu mobilisasi pasukan di pulau itu harus di dukung alutsista bernilai pre emptive tinggi misalnya ketika menghadapi serangan udara jet tempur Sukhoi Malaysia. Sumatera harus diperkuat dengan satuan rudal darat ke udara jarak menengah, tidak lagi mengandalkan rudal jarak pendek seperti yang dimiliki saat ini. Demikian juga dengan penempatan satuan rudal darat ke darat di lokasi paling dekat dengan negeri seberang. Evaluasi latihan setingkat brigade yang dilakukan beberapa waktu yang lalu di Baturaja Sumsel dengan mendatangkan ratusan alutsista berat dari Jawa memberikan kesan beratnya situasi tempur dan waktu yang diperlukan ketika menyeberangkan ratusan alutsista dari Jawa ke Lampung.

Itulah sebabnya menurut hemat kita Sumatera harus mempunya kekuatan pukul organik yang lebih menggigit sebelum datang bala bantuan dari pulau lain utamanya Jawa. Pekanbaru, Dumai, Batam dan Medan minimal harus memiliki satuan rudal darat ke udara jarak menengah untuk mengawal obyek vital di wilayah itu. Untuk menambah kekuatan pre emptive tentu sangat dimungkinkan melakukan penempatan rudal darat ke darat di Bengkalis, Karimun, Batam dan Bintan. Menempatkan satuan rudal darat ke darat ini bukan sesuatu yang nisbi loh. Kita saat ini dalam tahapan menuju kepememilikan teknologi rudal jarak jangkau 300 km. Lha kalau sudah punya teknologinya masak rudalnya ditempatkan di Jawa. So pasti ruang kesatriannya ada di wilayah border semacam Sumatera dan Kalimantan.

Dalam kondisi damai seperti saat ini, menyeimbangkan kekuatan militer di Sumatera merupakan langkah terukur bernilai sunnah muakkad karena ini juga bagian dari strategi untuk memecah konsentrasi lawan agar berhati-hati dengan Sumatera. Gelar kekuatan darat dengan kekuatan rudal arhanud jarak sedang, angkatan laut dengan satuan kapal cepat rudal yang disebar di selat Malaka dan sebaran skuadron tempur Hawk, F16 dan Sukhoi merupakan strategi pertahanan lapis yang perlu disandangkan di bumi Andalas.

Setidaknya dalam pola pertahanan berlapis, memperkuat Sumatera dengan sejumlah alutsista gebuk dulu akan memberikan kekuatan penyeimbang sekaligus rasa segan bagi pihak lawan untuk berhitung ulang ketika mau memulai konfrontasi.  Menumpuk alutsista di Jawa memberikan kesan seakan-akan hanya Jawa yang hendak dipertahankan. Oleh sebab itu gelar kekuatan milter strategi pertahanan berlapis dengan menyeimbangkan kekuatan alutsista di perbatasan dengan jantung Indonesia perlu dikembangkan. 

Menempatkan sejumlah alutsista pukul duluan di Sumatera merupakan bagian dari strategi reaksi cepat itu sendiri karena alutsistanya sudah ada. Tidak nunggu dulu, dipukul bonyok baru datang bantuan pasukan pemukul dari Jawa, saake tenan rek.  Jernihnya, kita tidak ingin bermusuhan dan memulai konfrontasi dengan negara tetangga tetapi sekaligus tidak ingin dianggap remeh apalagi dilecehkan dengan mereka. Kehadiran sejumlah alutsista gebuk dulu di sepanjang perbatasan Sumatera dengan negara jiran adalah dalam rangka itu, anda sopan kami segan, anda injak kami pijak !

© Analisis Alutsista

1 komentar:

  1. Bahkan Sumatera juga bisa dijadikan basis kekuatan militer, yang selain mampu menahan serangan, juga mesti mampu menyerang...setelah kekuatan musuh yang menyerang mampu dipatahkan , komando pasukan PPRC wilayah Sumatera mesti mampu melakukan serangan balik secara terbatas, sambil menunggu gelombang serbuan pamungkas dari kekuatan di Jawa... untuk itu alutsista yang berfungsi untuk mobilisasi masif sangat diperlukan..minimal untuk setiap Kowilhan harus mampu menggerakan satu divisi penuh yang siap tempur ke seluruh wilayah yang dinaunginya....

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.