Selasa, 27 November 2012

Serangan Umum Siang Hari

Membuka Mata Dunia Internasional


BEBERAPA Tahun Silam di Yogyakarta terjadi suatu peristiwa heroik yang tidak mungkin bisa dilupakan dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Berkat kegigihan, semangat, dan militansi yang tinggi; Yogyakarta yang diduduki Belanda berhasil direbut kembali oleh Indonesia. Untuk mengenang peristiwa tersebut, kami sajikan tulisan dibawah ini.

Letnan Kolonel Soeharto, penanggung jawab wilayah Yogyakarta sangat prihatin melihat keadaan pada tanggal 19 Desember 1948, dimana pihak Belanda berhasil merebut Ibukota Yogyakarta. Sejak saat itu sudah timbul tekad Letnan Kolonel Soeharto selaku Komandan Brigade 10/Komandan Wehrkreise III untuk sesegera mungkin melancarkan Serangan Umum sebagai serangan balas buat merebut kembali Ibukota Yogyakarta dari tangan Belanda.

Tanpa membuang-buang waktu, Letnan Kolonel Soeharto segera mengadakan konsolidasi. Hari itu juga, perintah-perintah dalam rangka konsolidasi itu diberikan yaitu menyusun dan menegakkan sub-sub wehrkreise dari wehrkreise III, dengan tugas mengkonsolidir semua kekuatan, melancarkan serangan gangguan terhadap Belanda di sektor masing-masing, sambil menunggu perintah Serangan Umum.

Batalyon Sardjono, yang dalam rangka persiapan menghadapi agresi militer Belanda ke II ditempatkan di Purworedjo bergerak kembali ke Yogyakarta dan menempati Sektor Selatan. Mayor Sardjono ditunjuk menjadi Komandan Sektor Selatan tersebut. Lebih kurang tiga hari kemudian Batalyon Sardjono sudah tiba di sektornya.

Malam hari dan hari berikutnya dikonsolidasikan Sektor Barat. Untuk itu Komandan wehrkreise III berada di Godean. Satuan-satuan yang mengundurkan diri ke Sektor Barat ini, segera disusun kembali. Mayor Ventje Sumual, sebagai yang tertua pangkatnya di sektor ini ditunjuk menjadi Komandan Sektor.

Selesai mengatur Sektor Barat, Letnan Kolonel Soeharto segera berangkat menuju Sektor Utara. Di sektor ini terdapat banyak pasukan. Ada CPT, Tentara Pelajar, Akademi Militer dibawah pimpinan Kolonel Djatikusumo, dan lain-lain. Karena Pak Djatikusumo lebih senior pangkatnya, maka ditunjuk wakilnya yakni Mayor Kusno menjadi Komandan Sektor Utara ini.

Kemudian Komandan wehrkreise III segera menuju ke Sektor Timur. Dalam rangka konsolidasi Sektor Timur ini, Batalyon Sudjono yang bermula berkedudukan di Sebelah Barat, telah diperintahkan untuk bergerak mengisi Sektor Timur. Mayor Sudjono ditunjuk menjadi Komandan Sektor.

Setelah selesai mengatur sektor-sektor/ sub-sub wehrkreise maka Serangan Umum segera dirancang. Serangan Umum pertama masuk kota Yogyakarta dilancarkan pada tanggal 29 malam 30 Desember 1948. Dengan demikian 10 hari sesudah tanggal 19 Desember TNI sudah berhasil melancarkan serangan balas yang pertama. Serangan Umum kedua dilancarkan seminggu kemudian sekaligus untuk mengantarkan Komandan Sektor kota yakni Letnan Marsudi dengan Amir Murtono. Mereka ini oleh Komandan wehrkreise diantarkan hingga ke dapur Keraton Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX, dan dititipkan kepada penguasanya yakni Hendro.

Dengan demikian sempurnalah penyusunan sektor-sektor / sub-sub wehrkreise Yogya. Sejak itu serangan-serangan atas Kota Yogya terus menerus dilakukan. Akan tetapi tampaknya gerakan-gerakan itu belum menjadi dukungan diplomatik yang kuat karena serangan-serangan itu dilakukan pada malam hari. Buktinya di Dewan Keamanan PBB Pihak Belanda selalu saja menolak resolusi yang diajukan. Pada akhir Desember 1948, Belanda menolak resolusi untuk mengadakan penghentian tembak menembak, mengembalikan pemimpin-pemimpin Indonesia ke Ibukota Yogyakarta, dengan alasan bahwa urusan Indonesia adalah urusan dalam Negeri Belanda. Demikian pula Resolusi Dewan Keamanan pada akhir Januari 1949 supaya Belanda melakukan penghentian tembak menembak, pengembalian Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta, membebaskan pemimpin-pemimpin Republik Indonesia, serta membuka perundingan kembali dengan Republuk Indonesia ditolak oleh Belanda dengan alasan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada. Yogyakarta sudah diduduki sepenuhnya dan Pemerintah Republik Indonesia sudah tidak berjalan lagi.

Maka oleh Komandan Wehrkreise III diputuskan untuk mengadakan Serangan Umum ke Ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta pada siang hari dengan tujuan :


a. Politis memberikan dukungan yang kuat kepada usaha diplomatik Republik Indonesia di Dewan Keamanan PBB / Dunia internasional.
b. Psikologis supaya rakyat dan daereh-daerah lain yang masih berjuang, merasa bahwa ibukotanya masih dipertahankan, dengan demikian morilnya akan bertambah tinggi.
c. Menimbulkan kerugian / mematahkan moril pasukan-pasukan Belanda.

Merencanakan Serangan Umum Itu tidak sulit, karena sudah berkali-kali dilaksanakan, hanya harus pada siang hari. Yang menjadi pemikiran adalah kemungkinan balas dendam pihak Belanda terhadap rakyat. Hal itu diberitahukan kepada Sultan, dan Sultan Yogya merestui.


Maka Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Wehrkreise III memutuskan, melancarkan Serangan Umum itu pada tanggal 1 Maret 1949. Sekalipun hanya untuk dua atau tiga jam, namun Ibukota Yogyakarta harus diduduki pada siang hari.

Pasukan telah siap. Mulai sore itu pasukan-pasukan TNI telah menyusup. Serangan akan dilakukan dari jurusan utara, barat, dan selatan. Sedangkan dari timur mempunyai tugas mengikat pasukan-pasukan Belanda yang ada di Maguwo, agar tidak dapat memberi bantuan ke kota. Komandan wehrkreise sendiri telah masuk kota mulai sore hari dengan satu Pos Komando kecil dari sebelah barat. Lebih kurang pukul 00.00 Wib memeriksa pasukan-pasukan yang sudah ditentukan, ditempatnya masing-masing di Patuk, Ngupasan, dan lain-lain. Seluruh pasukan merasa tenteram hatinya, mengetahui bahwa Serangan Umum yang akan dilancarkan esok harinya itu dipimpin langsung oleh Komandan Wehrkreise III. Semuanya pasti berjalan beres dan lancar, pikir mereka.

Pagi-pagi benar pasukan-pasukan maju ke garis tembakan yang telah ditentukan, sedangkan aba-aba Komando Serangan Umum ”diberikan oleh Belanda sendiri”, ialah tanda sirine sebagai tanda habisnya jam malam sebagai tanda dimulainya Serangan Umum.

Begitu sirine berbunyi, begitu mulai tembakan. Pasukan-pasukan Belanda dalam waktu sekejap telah ”terikat” di dalam kedudukan-kedudukannya. Mereka memberikan perlawanan hanyalah dari dalam kedudukan-kedudukannya ataupun dari perkubuan-perkubuan yang dilindungi oleh karung-karung pasir. Di luarnya itu, di seluruh Ibukota Yogyakarta, TNI lah yang berkuasa.

Syukur alhamdulillah, Serangan Umum berjalan dengan baik sebagaimana direncanakan Komandan wehrkreise Letnan kolonel Soeharto. Hingga pukul 10.00 siang, TNI masih bisa menguasai kota Yogyakarta.

Bukan main bangga rakyat Kota Yogyakarta berjumpa kembali dengan prajurit-prajurit TNI yang dicintainya. Bangga bercampur terharu, bercampur kagum.

Serangan Umum ini, yang dilancarkan secara serempak dan serentak ditujukan kepada konsentrasi-konsentrasi pertahanan Belanda di Ibukota Yogyakarta seperti Benteng Vredenburg, tangsi Kota Baru, Kantor Pos, Hotel Merdeka dan lain-lain; merupakan titik balik dalam pergelaran Perang Kemerdekaan II yang berlangsung dari Desember 1948 hingga Desember 1949.

Ke dalam, peristiwa itu telah menyembuhkan keadaan moril perjuangan kita yang terpukul oleh gerakan-gerakan ofensif militer Belanda di bulan-bulan Desember 1948 hingga Februari 1949. sejak itu semangat perjuangan kita menjadi pulih kembali seperti di tahun–tahun 1945, sehingga mampu membekukan ofensif Belanda di seluruh pelosok dan penjuru tanah air, memaku pihak Belanda pada pos-posnya.

Ke luar, Serangan Umum 1 Maret itu dengan serta merta meruntuhkan hasil-hasil perang propaganda Belanda selama ini yang menggambarkan bahwa Pemerintah Republik Indonesia berikut TNI nya telah hancur oleh doorstoot Belanda yang dimulai pada tanggal 19 Desember 1948. (Sumber: Buku ”Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI Angkatan Darat, Harian Pelita (28/2).
© Majalah PALAGAN edisi 43 2010 ©

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.