Alutsista mempunyai peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pertahanan negara. Meskipun kita mengenal istilah ”the man behind the
gun”, yaitu menempatkan manusia/prajurit sebagai unsur utama dalam
pertempuran (perang), namun ke depan seiring dengan meningkatnya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain unsur manusia sebagai
unsur yang paling dominan dalam memenangkan pertempuran, maka teknologi
persenjataan militer yang kita miliki juga sangat mewarnai kemenangan
dalam suatu pertempuran.
Para pakar ilmu perang
dewasa ini menggolongkan peperangan dalam empat generasi (Generation
Warfare/GW), yaitu peperangan generasi pertama (1GW) yang sangat
mengandalkan kekuatan manusia, peperangan generasi kedua (2GW) adanya
penggunaan senapan dan meriam sebagai respon atas perkembangan teknologi
senjata, peperangan generasi ketiga (3GW) yang banyak mengandalkan
keunggulan teknologi senjata dan teknologi informatika, serta peperangan
generasi keempat (4GW), peperangan asimetris dan non-linier yang
menggunakan seluruh sarana prasarana dan sistem senjata, yang ditujukan
untuk menghancurkan kemauan bertempur musuh[1].
Dalam peperangan ini menunjukkan adanya eskalasi peningkatan penggunaan
kekuatan teknologi persenjataan dari generasi ke generasi. Pengadaan
teknologi persenjatan yang semakin modern dan canggih, menjadi salah
satu pertimbangan penting bagi suatu negara, agar dapat memenangkan
suatu peperangan. Teknologi persenjataan yang kita kenal dengan
Alutsista merupakan peralatan militer yang digunakan untuk pertempuran,
yaitu meliputi kendaraan tempur, senjata dan pesawat terbang beserta
peralatan pendukungnya.
Kondisi Alutsista yang
dimiliki oleh TNI Angkatan Darat saat ini, pada umumnya sebagian besar
adalah pengadaan lama, yang dibuat antara Tahun 1940 s.d 1986. Sebagian
besar Alutsista ini suku cadangnya tidak tersedia dan bahkan pabrik
pembuatnya sudah tidak memproduksi lagi.
Sedangkan Alutsista TNI Angkatan Darat yang termasuk kategori
pengadaan baru adalah Alutsista TNI Angkatan Darat yang dibuat antara
Tahun 1993 s.d 2007. Alutsista pengadaan baru ini secara umum
kondisinya baik dan siap operasional, antara lain yaitu Panser Panhard,
Panser VAB-NG, Tank Scorpion-90, Tank Stormer, Panser APR1 V1 dan
Panser APS2 V1 (untuk Satuan Kavaleri).
Pesawat Terbang Britten Norman dan Pesawat Terbang Bufallo (untuk
Satuan Penerbad). Meriam Kal 155 mm (untuk Satuan Armed), Meriam Kal 23
Zurr Giant Bow dan Rudal Grom (untuk Satuan Arhanud), Helikopter MI-35 P
dan Pesawat Terbang MI-17 V-5 (untuk Satuan Penerbad)[2].
Kebijakan Pembinaan Alutsista TNI Angkatan Darat.
Sasaran pembinaan Alutsista TNI Angkatan Darat diarahkan untuk
memelihara seluruh Alutsista pengadaan lama dan melaksanakan pengadaan
alutsista baru untuk rematerialisasi dan pengisian satuan baru. Untuk
pengadaan alutsista ini, dilaksanakan dengan mengutamakan produksi dalam
negeri bekerjasama dengan BUMNIS, yang dilaksanakan secara bertahap dan
berlanjut sesuai prioritas kebutuhan.
Modernisasi Alutsista melalui pengembangan secara bertahap yang
diarahkan pada peremajaan persenjataan, menjadi pusat perhatian
Pemerintah. Presiden RI dalam Rapat Kabinet Paripurna pada tanggal 4
Oktober 2010, menyampaikan rencana Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum
(Minimum Essential Force atau MEF) TNI 2010-2014[3], yang membahas
khusus tentang upaya percepatan modernisasi Alutsista yang dimiliki TNI,
baik TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut maupun TNI Angkatan Udara.
Kebijakan ini selanjutnya ditindaklanjuti dengan merealisasikan alokasi
anggaran tahun pertama pada Renstra II TNI 2010-2014 sebesar Rp. 50
Trilyun.
Salah satu kebijakan strategis yang saat
ini sedang berjalan adalah Pemerintah akan membangun kekuatan pokok
minimum TNI (MEF), baik melalui pengadaan dari luar negeri maupun
melalui Revitalisasi Industri Pertahanan. Sejumlah Badan Usaha Milik
Negara Industri Strategis (BUMNIS) dilibatkan dan ditingkatkan
produktivitasnya, seperti PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI), PT. Pindad,
PT. PAL dan PT. LEN. Pembangunan MEF ini akan menjadi program yang
berkelanjutan, menuju terwujudnya Postur Ideal TNI.
Adapun sasaran kegiatan pembinaan Alutsista TNI Angkatan Darat yang
dilaksanakan adalah : Pemeliharaan Alutsista, guna meningkatkan kesiapan
operasional satuan yang akan melaksanakan tugas operasi maupun untuk
mendukung pelaksanaan pendidikan dan latihan. Pengadaan Alutsista baru
untuk mengisi satuan yang baru dibentuk, mengisi kekurangan yang ada
maupun untuk mengganti Alutsista yang sudah tidak layak operasional.
Mempertahankan kekuatan Alutsista yang ada dengan melaksanakan
repowering maupun retrofitting Alutsista serta pengadaan suku cadang
guna meningkatkan kesiapan operasional.
Mencermati kondisi Alutsista saat ini, dihadapkan dengan sasaran
pembinaan Alutsista TNI Angkatan Darat, Kebijakan Pembinaan Alutsista
TNI Angkatan Darat ke depan adalah : Pertama pengadaan Alutsista
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan alokasi anggaran yang
tersedia baik pada PPPA TNI Angkatan Darat maupun dana Kredit Export
(KE). Hal ini berpedoman kepada rencana pembangunan kekuatan TNI
Angkatan Darat jangka panjang (Postur TNI Angkatan Darat)[4] dan jangka
sedang/menengah (Renstra TNI Angkatan Darat) [5]. Kedua prioritas
pengadaan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan satuan yang baru dibentuk
dan mengganti materiil yang sudah tidak layak operasi. Mengingat
terbatasnya anggaran yang tersedia, maka pengadaan diprioritaskan pada
materiil yang sangat dibutuhkan untuk operasional satuan dan memenuhi
kebutuhan minimal satuan sehingga masih memungkinkan untuk mendukung
tugas pokok satuan. Ketiga Terus melakukan usaha-usaha untuk
mempertahankan kondisi Alutsista yang ada, termasuk Alutsista pengadaan
lama, agar tetap dapat dimanfaatkan, antara lain melalui pemeliharaan
dan perbaikan.
Peran Industri Strategis Dalam Pengadaan Alutsista TNI Angkatan Darat.
Pengadaan Alutsista TNI Angkatan Darat melalui industri strategis
dalam negeri merupakan tindak lanjut dari kebijakan Pemerintah dalam
upaya meningkatkan kemandirian industri pertahanan. Industri strategis
dalam negeri sangat potensial untuk memenuhi kebutuhan Alutsista TNI
Angkatan Darat. Ditinjau dari sisi SDM maupun sarana dan prasarana yang
dimiliki, maupun hasil produksinya tidak kalah dengan produk luar
negeri. Untuk itu maka industri dalam negeri ini perlu diberdayakan agar
teknologi persenjataan yang kita miliki juga mampu bersaing dengan
negara-negara lain, serta mengurangi ketergantungan kita terhadap
alususta dari luar negeri.
Beberapa pengadaan
Alutsista TNI Angkatan Darat yang dipenuhi melalui kerjasama dengan
industri strategis dalam negeri diantaranya adalah pengadaan Pistol
(Pistol P1, Pistol P2, Pistol isyarat dan Pistol Mitraliur (PM 1),
Senapan (SS1 V1, SS1 V2, SS1 V3, SS1 V3 popor lipat, SS1 V5 Raider, SS2
V1, SS2 V2, SPR) dengan PT. Pindad. Dengan PT. Pindad, TNI Angkatan
Darat juga melakukan kerjasama dalam pengadaan Munisi Kaliber Kecil /MKK
(Mu Kal. 9 mm, Kal. 5,56 mm, Kal. 7,62 mm, Kal. 12,7 mm dan Mu
Isyarat) dan Kendaraan Tempur Panser (APS 6x6 dan rencananya APS 4x4).
Sementara itu, dengan PT. DI melakukan kerjasama dalam pengadaan
Pesawat Terbang (Bell-412, Bolcow-105 dan Cassa-212). Sedangkan dengan
PT. LEN dan PT. Dahana, TNI Angkatan Darat melaksanakan kerjasama dalam
pengadaan alat komunikasi dan bahan peledak[6]. Dalam pengadaan
alutsista dari luar negeri, TNI Angkatan Darat selalu menuntut
disediakannya fasilitas berupa TOT (Transfer of Technology) dengan
industri dalam negeri, sehingga kita mampu melaksanakan perbaikan
sendiri dan secara bertahap kita mampu untuk memproduksinya di dalam
negeri. Disamping itu, dalam beberapa pengadaan alutsista, kita menuntut
dilaksanakannya produksi didalam negeri atau penggunaan local content
dengan prosentase yang lebih tinggi. Kebijakan semacam ini merupakan
suatu upaya untuk lebih mempercepat kemandirian industri dalam negeri.
Pelaksanaan pemenuhan Alutsista melalui proses pengadaan dalam negeri
dan pengadaan luar negeri sampai saat ini telah berhasil meningkatkan
kemampuan Alutsista di satuan jajaran TNI Angkatan Darat, namun masih
belum memenuhi kebutuhan standar minimal, bila dikaitkan dengan sasaran
yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan kekuatan seperti yang
tercantum dalam Renstra TNI Angkatan Darat 2010-2014. Dalam Kebijakan
Pembangunan Postur Pertahanan Militer, maka prioritas dan fokus
pengembangan postur pertahanan militer diarahkan pada terwujudnya MEF
TNI AD. Pengertian MEF disini adalah suatu standar kekuatan pokok dan
minimum TNI AD yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta
mendasar bagi terlaksananya secara efektif tugas pokok dan fungsi TNI AD
dalam menghadapi ancaman aktual[7].
Dengan
demikian, maka peran industri dalam pengadaan Alutsista TNI Angkatan
Darat menjadi sangat strategis untuk mencapai standar minimal yang
ideal, yang harus dimiliki oleh TNI Angkatan Darat, sesuai Postur TNI.
Hal ini juga sebagai penjabaran dari Visi dan Misi TNI, sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/11/II/2010 tanggal
25 Februari 2010, tentang Revisi Kebijakan Strategis TNI Tahun
2010-2014, dimana visi TNI adalah terwujudnya TNI sebagai komponen utama
pertahanan negara yang tangguh, dengan misi, yaitu menjaga kedaulatan
dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta
keselamatan bangsa, mewujudkan pembangunan kekuatan, kemampuan dan
gelar kekuatan menuju MEF secara bertahap[8].
Upaya Percepatan Modernisasi Alutsista TNI Angkatan Darat.
Modernisasi Alutsista TNI Angkatan Darat dilakukan melalui kegiatan
pengembangan Alutsista secara bertahap yang diarahkan pada pembaharuan
dengan Alutsista pengadaan baru. Alutsista pengadaan lama yang tidak
efektif untuk membangun daya tangkal, perlu segera dihapuskan dari
daftar inventaris, guna menghemat anggaran pemeliharaan. Untuk
mewujudkan modernisasi Alutsista TNI Angkatan Darat dibutuhkan adanya
kebijakan, strategi dan upaya percepatan yang dilakukan secara serasi,
selaras dan berkesinambungan dalam pencapaian modernisasi Alutsista TNI
Angkatan Darat.
Modernisasi ini untuk mewujudkan
pembangunan postur TNI AD yang meliputi kekuatan, kemampuan dan gelar,
menuju MEF secara bertahap. Dalam mewujudkan kemampuan, gelar dan
kekuatan menuju MEF, TNI Angkatan Darat mengacu pada MEF TNI dimana
dalam penyusunan perencanaan pembangunan kekuatan untuk mencapai tingkat
kekuatan tertentu (capability based planning) termasuk pentahapannya,
harus sesuai dengan program pembangunan Kekuatan Pokok Minimum yang
telah dicanangkan Pemerintah dan diharapkan terealisasi pada tahun 2024.
Upaya mewujudkan MEF ini terbagi dalam tiga tahap perencanaan
strategis (renstra) yaitu Renstra I (2010-2014), Renstra II (2015-2019),
dan Renstra III (2020-2024).
Selanjutnya, dalam
upaya menuju postur MEF, pengelolaan Alutsista TNI dilakukan dengan
penghapusan, mempertahankan alutsista yang dimiliki, dan pengadaan.
Pembangunan MEF TNI tersebut juga diikuti dengan peningkatan SDM TNI,
peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung operasionalisasi
Alutsista beserta pengawakannya, serta pengerahan unsur-unsur
operasional yang lebih efektif. Hal ini dimaksudkan untuk
mengoptimalkan penggunaan anggaran pertahanan sebaik mungkin[9].
Dengan demikian untuk mewujudkan kekuatan TNI Angkatan Darat yang
tangguh dan handal, salah satu aspek yang perlu dipenuhi adalah
melakukan memodernisasi Alutsista TNI Angkatan Darat secara bertahap dan
berkelanjutan, sejalan dengan rencana pembangunan Postur Pertahanan dan
Postur TNI, serta Postur TNI Angkatan Darat 20 tahun mendatang. Hal
ini disebabkan karena kebutuhan Alutsista TNI Angkatan Darat yang modern
akan sangat menentukan dalam mendukung sistem pertahanan negara yang
kuat.
Oleh karenanya, dalam modernisasi Alutsista
TNI Angkatan Darat perlu dihitung secara cermat kebutuhan Alutsista yang
diperlukan dan besaran anggaran yang dibutuhkan. Berkaitan dengan
masalah dukungan anggaran, untuk pengadaan Alutsista dalam rangka
percepatan menuju MEF 2010-2014, TNI AD mendapatkan rencana alokasi
anggaran baik yang dari KE, PDN maupun dari ON TOP dengan rincian
sebagai berikut :
- Kredit Ekspor : TA 2011 dari jumlah USD 5,5 jt untuk Kemhan/TNI alokasi untuk TNI AD sebesar USD 1,168 jt.
- PDN : TNI AD mendapatkan alokasi anggaran dari pinjaman
dalam negeri sebesar 200 M setiap tahun mulai dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2014.
- ON TOP : Dalam rangka percepatan menuju MEF 2010 - 2014 Pemerintah telah mengalokasikan anggaran
Kepada Kemhan/TNI sebesar Rp 50 T. Dari alokasi tersebut TNI AD
mendapatkan alokasi sebesar Rp 11.5 T yang dibagi dalam empat tahun
dengan rincian ; Tahun 2011 sebesar Rp 2.5 T dimana Rp 600 M masuk dalam
APBN dan Rp 1,9 T dalam APBNP, Tahun 2012 Rp 2.75 T, Tahun 2013 Rp 3.0 T
dan Tahun 2014 Rp 3.25 T dimana selain untuk alutsista, anggaran
tersebut juga setiap tahunnya dialokasikan sebesar 15 % untuk
pembangunan fasilitas.
Untuk memberikan gambaran
yang lebih mendalam dalam masalah anggaran ini, selanjutnya dapat
dilihat perbandingan alokasi anggaran yang diterima TNI Angkatan Darat
dari total sebesar Rp. 21,506 Trilyun pada Tahun Anggaran 2011 dan
sebesar Rp. 30,297 Trilyun Tahun Anggaran 2012.
Jenis Belanja
TA. 2011
TA. 2012
Belanja Pegawai
Rp. 16,357 Trilyun
Rp. 24,847 Trilyun
Belanja Barang
Rp. 2,613 Trilyun
Rp. 2,891 Trilyun
Belanja Modal
Rp. 858 Trilyun
Rp. 2,557 Milyar
PHLN/KE
Rp. 1,678 Trilyun
-
Jumlah
Rp. 21,506 Trilyun
Rp. 30,297 Trilyun
Disini jelas bahwa sebagian besar anggaran yang diterima oleh TNI Angkatan Darat digunakan untuk belanja pegawai.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi TNI Angkatan Darat ke depan.
Terbatasnya anggaran yang dialokasikan dalam APBN untuk pengadaan
maupun pemeliharaan Alutsista yang ada sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan sesuai TOP/DSPP dan rencana pembangunan kekuatan TNI Angkatan
Darat yang telah ditetapkan dalam Renstra maupun Postur TNI Angkatan
Darat[10].
Terbatasnya kemampuan BUMNIS/BUMNIP
yang dimiliki Indonesia untuk memenuhi kebutuhan Alutsista TNI Angkatan
Darat dengan harga yang relatif murah dan kualitas yang baik, sehingga
untuk pengadaan Alutsista TNI Angkatan Darat masih ada ketergantungan
dari pengadaan luar negeri yang harganya relatif mahal, membutuhkan
waktu pengadaan yang relatif lama dan rawan terhadap embargo.
Program KE pelaksanaannya mencapai lebih dari 38 bulan, sehingga akan
berjalan lambat bila dikaitkan dengan target waktu, sesuai MEF Tahun
2010-2014[11] dan Keputusan Otorisasi Menteri (KOM) untuk anggaran yang
diterima melalui APBN-P diterbitkan setiap bulan September-Oktober,
padahal pelaksanaan kegiatan butuh waktu cukup lama, sehingga akan
terjadi keterlambatan. Sementara itu, disisi lain dari segi anggaran
kita tidak lagi mengenal Anggaran Pembangunan Lanjutan (APL).
Beberapa upaya dan langkah yang bisa dilakukan oleh TNI Angkatan
Darat dalam mengatasi permasalahan tersebut antara lain : Merevisi
kebutuhan Alutsista selama 20 tahun kedepan secara cermat sesuai dengan
kemampuan anggaran nyata, dikaitkan dengan evaluasi pengadaan materiil
yang dapat terealisir selama kurun waktu itu, sehingga secara bertahap
pengadaan Alutsista dimasa mendatang dapat sesuai dengan sasaran yang
telah ditetapkan dalam tiga tahapan Renstra dan Postur TNI Angkatan
Darat[12]. Mendorong kemampuan industri strategis dalam negeri, yang
mampu memproduksi peralatan militer guna memenuhi kebutuhan Alutsista
TNI, sehingga secara bertahap dapat mengurangi ketergantungan Alutsista
produksi luar negeri serta memanfaatkan suku cadang yang dapat
diproduksi di dalam negeri untuk mendukung kegiatan pemeliharaan. Dan
Pengadaan Alutsista tidak hanya dilaksanakan melalui Program KE tetapi
didukung dari pendanaan lain melalui Program PDN (Pinjaman Dalam Negeri)
dan ON TOP dalam rangka percepatan pengadaan, sedangkan untuk
mempercepat pengadaan melalui KE dilaksanakan melalui G to G (Government
to Government).
Penutup
Kesimpulan. Modernisasi Alutsista TNI Angkatan Darat sedang berjalan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan MEF, dalam pelaksanaannya berdasarkan
skala prioritas dan kebutuhan mendesak karena terbatasnya dukungan
anggaran.
Saran. Peran pemerintah sebagai Policy
Planners dan Investor perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan
pemberdayaan industri nasional yang berbasis kompentensi yang melibatkan
BUMN & Industri swasta lainnya. Kebijakan domestic priority untuk
pemenuhan kebutuhan Alutsista telah dilaksanakan oleh pemerintah dengan
tujuan untuk memberdayakan BUMN, disisi lain hal tersebut menimbulkan
lambatnya inovasi dan efisiensi dari sistem industri nasional. Perlunya
penyelesaian segera hambatan legal, institutional, R&D serta
finansial dalam pengembangan industri pertahanan.
[1] Periksa : J.S. Prabowo, 2009 dalam bukunya yang berjudul “Perang Darat”, hal.13-16.
[2] Periksa : Ibid2
[3] Periksa : Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force) TNI pada Direktif Panglima TNI tanggal 18 Mei 2009.
[4] Periksa : Postur TNI AD Tahun 2005-2024 pada Keputusan Kasad Nomor Kep/36/X/2006 tanggal 30 Oktober 2006.
[5]
Periksa : Revisi Pembangunan MEF Tahun 2010-2024 yang terbagi dalam
tiga Renstra, yaitu Renstra I 2010-2014, Renstra II 2015-2019 dan
Renstra III 2020-2024 pada Peraturan Kasad Nomor Perkasad/32/VIII/2010
Tanggal 20 Agustus 2010.
[6] Periksa : Ibid2
[7] Periksa : Kebijakan Umum Pertahanan Negara 2010-2014 pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2010.hal.6-7
[8] Periksa : Artikel Panglima TNI, Laksamana TNI Agus Suhartono, SE yang berjudul “Mewujudkan TNI Yang Tangguh” Tahun 2010.
[9] Periksa : Ibid9.
[10] Periksa : Ibid5.
[11]
Periksa : Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force)
TNI AD Tahun 2010-2019 pada Peraturan Kasad Nomor Perkasad/39/VIII/2009
tanggal 24 Agustus 2009.
[12] Periksa : Ibid5.