Rabu, 02 Januari 2013

AS Mendekat ke Asia, Pedagang Senjata Tuai Berkah

Kontrak jual-beli mesin perang AS di Asia tahun lalu US$ 13,7 miliar

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWBxM8Y6UO4raInW1Uvzz7vpNTj4u58wHJXmHHt_dP6XAmrh7rJT-TEv-RQ6ijTpFuuwh58XquemoG_HcGxmKLPyL_mEN2VuHUVfVZTO9wLu1iGJ9K4QEpNhrkio528aoOzPRB96NmEmc/s1600/ah6409.jpg
Helikopter Apache
Mesin-mesin perang buatan Amerika Serikat - seperti jet tempur dan sistem anti rudal - diperkirakan laris manis di Asia pada tahun-tahun mendatang. Tingginya permintaan mesin perang Amerika itu memanfaatkan ketegangan dan persaingan di negara-negara Asia - terutama negara-negara di sekitar China dan Korea Utara.

Bagi kalangan pedagang senjata, seperti dilansir kantor berita Reuters, pergeseran strategi keamanan AS - yang belakangan ini mendekat ke Asia - turut menguntungkan mereka. Washington belakangan ini makin gencar mengingat kerjasama baru maupun memperluas kemitraan pertahanan dengan negara-negara sahabat di kawasan itu.

Apalagi, Asia sedang dilanda dua ketegangan besar, yang melibatkan sejumlah negara. Salah satunya ketegangan program nuklir Korea Utara dan yang lain adalah sengketa teritorial antara China dengan negara-negara pesisir di Laut China Selatan. Kebetulan pula negara-negara Asia itu tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil sehingga punya cukup anggaran untuk memperkuat pertahanan masing-masing.

Pergeseran strategi AS ini "akan menghasilkan bertambahnya peluang bagi industri kami dalam membantu memperlengkapi para [negara] sahabat," kata Fred Downey, wakil presiden urusan keamanan nasional dari Aerospace Industries Association (AIA). Ini merupakan kelompok dagang yang melingkupi para pembuat senjata asal AS.

Besarnya permintaan senjata asal AS diperkirakan berlangsung selama beberapa tahun, demikian menurut penilaian AIA dalam tinjauan dan prakiraan yang dipublikasikan pada Desember 2012.

AIA yakin bahwa kekhawatiran para negara tetangga akan meningkatnya belanja militer China bakal memicu pula penjualan mesin perang AS di Asia Tenggara dan Selatan. Ini untuk mengimbangi turunnya permintaan senjata dari Eropa, yang sedang berhemat karena mengalami krisis keuangan.

Badan Kerjasama Keamanan dari Departemen Pertahanan AS (Pentagon), mengungkapkan bahwa kesepakatan penjualan mesin perang dengan negara-negara yang berada di kawasan operasi Komando Militer AS di Pasifik pada tahun fiskal 2012 mencapai US$ 13,7 miliar. Jumlah ini naik 5,4 persen dari tahun sebelumnya. Kesepakatan-kesepakatan itu menggambarkan pasokan di masa depan.

Pada 2012, ada sekitar 65 pemberitahuan kepada Kongres AS atas penjualan mesin perang yang diatur oleh Washington ke luar negeri. Nilainya bisa lebih dari US$ 63 miliar. Selain itu, Departemen Luar Negeri AS menerima lebih dari 85.000 permintaan atas mesin perang berlisensi dari sejumlah negara pada 2012. Itu merupakan rekor baru.

Menurut data dari Congressional Research Service, pada 2011, AS mendapat kontrak penjualan senjata senilai US$ 66,3 miliar, atau 78 persen dari kontrak di penjuru dunia. Pada 2011, sebagian besar kontrak berasal dari Arab Saudi, yaitu senilai US$ 33,4 miliar, diikuti oleh India senilai US$ 6,9 miliar.

Rupert Hammond-Chambers, konsultan untuk para pembuat senjata AS melalui BowerGroupAsia, memperkirakan anggaran pertahanan negara-negara Asia Tenggara akan bertambah cukup banyak. Ini merupakan antisipasi akan langkah-langkah China dalam konflik teritorial di Laut China Selatan dan Laut China Timur.

1 komentar:

  1. Memang kondisinya dibuat demikian agar pemilik MNC ( Multi National Corp) dibidang peralatan militer dapat hidup.
    Karena tujuannya adalah penguasaan Sumber Daya Mineral. Kesandung dg kekuatan China di bidang ekonomi dan militer caranya ya dengan mengadu bekas temannya dulu dengan China agar mampu rebutan SDA dengan China. Kalau menang he....he....he ...... Mereka minta upah atau bagian dari SDA yang dimenangkan.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.