Sabtu, 26 Januari 2013

Menjadi Co-Pilot OV 10 Broncho

Di Tulis Oleh Joesoef Adipatah

Sebagai Kepala Staf Korem 121 Manokwari, saya pernah ditugaskan di Timika, Irian Jaya, berstatus sebagai Komandan Komando Mobil (DAN KOMOB) Korem 121, yang membawahi Kodim Fak-Fak, Kodim Manokwari dan Kodim Sorong.

Kodim yang terlibat dalam operasi adalah Kodim Fak-Fak yang wilayahnya meliputi Kawasan Timika–Tembagapura, dan Kodim Manokwari yang wilayahnya meliputi daerah pegunungan Tengah mulai dari Enarotali sampai Ilaga, perbatasan dengan kabupaten Jaya Wijaya.


Tugas pokok adalah penumpasan OPM dan pengamanan obyek vital, terutama kawasan pertambangan mulai dari Timika sampai dengan daerah pertambangan Tembagapura.. Pengamanan kawasan pertambangan Tembagapura terutama diarahkan untuk mencegah terjadinya gangguan kemanan terhadap kegiatan pertambangan dan pengamanan terhadap instalasi penting, asset dari Tembagapura misalnya pipa-pipa besar dan panjang yang mengalirkan bijih tembaga dari Tembagapura ke Timika. Khusus untuk pengamanan di Tembaga pura dan Timika, pasukan pengamanan menduduki pos-pos sepanjang jalan mulai dari Timika samapi dengan Tembagapura. Sedangkan pasukan yang diluar kawasan ini menduduki pos-pos yang tersebar di daerah pegunungan tengan seperti di Ilaga  Enarotali dan Sugapa.

Kodam Trikora Irian Jaya mendapat perkuatan Bawah Perintah 1 Squadron  pesawat OV-10 yang stand by di Timika. Sasaran udara dalam operasi penumpasan OPM memang jarang di temukan. Pada suatu hari Kas Dam Trikora Kolonel Kosasih meninjau pos di Ilaga beserta Ass Ops Kas Dam.. Kami di Timika mendapat perintah dari Kasdam Trikora agar melakukan serangan udara terhadap suatu lokasi dekat Ilaga, yang diperkirakan menjadi daerah konsentrasi musuh.


Perintah saya teruskan kepada satuan Angkatan Udara di Timika. Tindak lanjutnya AU mengerahkan dua pesawat tempur OV-10 Broncho yang dilengkapi dengan roket-roket. Penerbangan dipimpin oleh Kapten Penerbang Tamtomo.
 

Saya sebagai Dan KOMOB ikut dalam penerbangan ini. Setelah diadakan briefing, dibantu oleh seorang bintara AU saya mengenakan perlengkapan layaknya pilot. Saya naik pesawat yang dipiloti oleh Kapten Tamtomo Duduk dikursi belakang sebagai Co-Pilot. Kapten Tamtomo memberikan beberapa petunjuk kepada saya seperti tindakan menggunakan alat-alat, petunjuk mengenai keselamatan, keadaan darurat dan lain-lain termasuk memegang handel (flight stick) dan menggerak-gerakkannya.

Setelah Kapten Tamtomo memberikan komando, dua pesawat OV-10 take off dan terbang menuju sasaran.  Kami mendapat komando dari Ass Op yang berada di Ilaga.


Kami terbang kearah utara, melintasi puncak-puncak pegunungan Jaya Wijaya yang bersalju. Masuk kewilayah pegunungan tengah, di atas Ilaga. Kami benar-benar menikmati penerbangan ini. Melihat pemandangan puncak-puncak gunung yang indah.


Mulailah kami mendapat komando dari bawah, dari Ass Ops yang berada di Ilaga. Kami berputar-putar dulu sambil mendengar komando tentang petunjuk sasaran, mana yang harus ditembak.

Setelah mengetahui sasaran kami terbang menjauh, kemudian kembali dan menukik dan tembak. Setelah menembak pesawat naik lagi.


Karena menukiknya tadi cukup tajam maka naiknyapun hampir vertikal. Terbang menjauh lagi, kembali menukik lagi dan menembak lagi. Naik lagi. Demikian beberapa kali. Kata pilot, roket tak pernah ditembakkan, maka sekarang ditembakkan sepuas-puasnya. Wah rupanya sudah penasaran menembakkan roket pilot-pilot ini.


Tadi saya katakan nikmat betul naik OV-10, yang terbang biasa. Tetapi sekarang mau saya ceritakan bagaimana rasanya naik pesawat OV-10 yang lagi menembak.


Menerima perintah untuk menyerang memang menyenangkan, karena kita dapat menyerang dengan mudah menembak dengan lancar.

Tetapi setelah menembak dan kembali terbang vertikal keatas, waduh baru saya kaget setengah mati; berat badan saya menjadi berlipat ganda. Dada rasa sesak, dan tangan saya sendiri tak mampu saya angkat. Seperti mengangkat beban satu kwintal rasanya. Sayapun tak sabar untuk bertanya kepada pilot Tamtomo. Kenapa begini. Kapten Tamtomo pun tertawa “Ndak apa-apa mas, mas Joesoef rasa mual apa nggak?” Saya jawab tidak. “Baik, mas Joesoef pantas jadi pilot.” Katanya bercanda.

Setelah selesai penembakan baru dijelaskan bahwa itu adalah tarikan gravitasi yang sangat kuat karena kita terbang vertikal dan cepat. Istilahnya dalam penerbangan saya lupa (G Force pak).


Laporan ke KasDam serangan selesai dan kami kembali terbang biasa kembali ke Timika. Dalam perjalanan ini kami banyak ngobrol mengenai soal-soal penerbangan.

Setelah kami melintasi puncak-puncak jajaran gunung bersalju, kami hampir mendekati bandara Timika. Saat ini kapten Tamtomo mengatakan “Mas kita akan membuat pendadakan (surprise) masuk bandara Timika dengan tidak diketahui.” Lalu pesawat terbang rendah, suarapun tidak terlalu keras (silent). Setelah mendekati bandara, kami seperti keluar dari semak-semak, cepat dan suara menggelegar.

Demikian pengalaman saya menjadi co-pilot OV-10 Bronco dan menembak sasaran dengan roket.



Darmasadtri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.