Senin, 04 Maret 2013

Artikel Video Kekerasan Densus 88

Video Kekerasan Densus 88, Ini Tanggapan Kapolri 

Video Kekerasan Densus 88, Ini Tanggapan KapolriJakarta | Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo memastikan adanya pemeriksaan untuk anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror dan Brigade Mobil yang terekam melakukan kekerasan terhadap terduga teroris. Rekaman kekerasan ini telah diunggah di situs YouTube.

"Sekarang (anggota) Brimob sudah diperiksa. Kita tunggu (hasilnya) nanti di peradilan," kata Timur di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Ahad, 3 Maret 2013.


Kendati demikian, ia tak mau memerinci jumlah personel Densus 88 dan Brimob yang tengah diperiksa ihwal video kekerasan itu. "Kita tunggu, ya, hasilnya. Saya kira sudah diproses," ujarnya. Begitu juga dengan total personel kepolisian yang terlibat dalam kekerasan itu. "Nanti akan disampaikan melalui Divisi Humas (Polri)."

Mantan Kepala Kepolisian Resor Jakarta Barat ini juga tak mau menyebutkan sanksi yang bakal diberikan institusinya jika personel Densus dan Brimob terbukti melakukan kekerasan. "Nanti peradilan yang menentukan," ujar Timur.

Video kekerasan terhadap warga terduga teroris menyebar luas di dunia maya. Rekaman penganiayaan oleh personel polisi yang diduga dari Densus 88 dan Brimob itu diunggah ke YouTube oleh situs ArrahmahChannel pada Jumat lalu, 1 Maret 2013.


Video yang berdurasi sekitar 13.55 menit itu berisi penganiayaan oleh polisi. Di dalam video tergambar jelas puluhan polisi berpakaian seragam. Sebagian di antara mereka memakai seragam mirip Densus 88, serba hitam. Ada juga polisi berseragam Brigade Mobil. Mereka menenteng senjata laras panjang.


Pada menit awal, terlihat beberapa warga dengan tangan terikat, berbaring di tengah tanah lapang sambil bertelanjang dada. Menit berikutnya, terlihat seorang warga dengan tangan terborgol berjalan menuju tanah lapang seorang diri. Terdengar teriakan petugas kepada orang tersebut agar membuka celana.

 Ini Kata Komnas HAM 

Video Kekerasan Densus, Ini Kata Komnas HAMKomisi Nasional Hak Asasi Manusia berjanji akan mengusut tuntas dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan satuan Detasemen Khusus Antiteror terhadap sejumlah terduga teroris. Termasuk akan meminta pertanggungjawaban secara hukum jika aparat Densus 88 terbukti melanggar HAM berat.

"Kami akan bawa ke Pengadilan Adhoc (khusus) HAM. Kami sedang susun langkah-langkahnya," kata Komisioner Komnas HAM Seani Indriani saat dihubungi Tempo, Ahad, 3 Maret 2013.

Untuk langkah pertama, Komisi akan mengumpulkan bukti dengan bekal sejumlah video dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan tim Densus. Komnas hendak memverifikasi keaslian video itu. Termasuk kebenaran terjadinya pelanggaran HAM berat, korban, hingga lokasi kejadian. "Yang terpenting adalah hasil otopsi ulang terhadap korban meninggal," kata Seani.

Sebab, selama ini hasil otopsi terduga teroris yang meninggal selalu berasal dari polisi. Sedangkan polisi biasanya hanya menyatakan terduga teroris meninggal karena upaya petugas mempertahankan diri.

Seani meminta agar Polri bersedia terbuka memberikan informasi yang diperlukan Komnas HAM. Sebab, langkah yang ditempuh Komnas bukan untuk memperburuk citra Polri atau Densus, tapi memperbaiki kinerja.

Sebelumnya, video kekerasan terhadap warga yang terduga teroris tersebar luas di dunia maya. Rekaman penganiayaan oleh personel kepolisian, yang diduga Detasemen Khusus 88 Antiteror dan Brigade Mobil, itu diunduh ke YouTube oleh situs ArrahmahChannel pada Jumat lalu, 1 Maret 2013. Video yang berdurasi sekitar 13.55 menit itu berisi tindak penganiayaan oleh polisi.

Adapun Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin telah melaporkan adanya video itu kepada Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Menurut Din, video tersebut membuktikan telah terjadi pelanggaran HAM berat oleh personel kepolisian.(Lihat Video Kekerasan Densus 88 di YouTube)

 MPR: Densus 88 Sudah Terlalu Sewenang-wenang 

Wakil Ketua MPR RI Lukman Hakim Syaifuddin mengkritik cara kerja Densus 88 yang kerap merugikan citra Islam. Lukman meminta pemerintah mengevaluasi keberadaan Densus 88. "Sejak lama Densus 88 di Polri mengusik rasa keadilan kita," kata Lukman kepada Republika di Jakarta, Ahad (3/3).

Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini misalnya menyontohkan kerja Densus 888 memberantas teroris. Menurutnya, penembakan dan pembunuhan dalam memerangi terorisme adalah perbuatan melanggar Hak Asasi Manusia.

"Prosedur yang mereka tempuh dinilai sudah terlalu sewenang-wenang," ujar Lukman.

Di kalangan ormas Islam, keberadaan Densus 88 sudah meresahkan. Sepak-terjang mereka memberantas terorisme dinilai seringkali mengkait-kaitkan dengan agama Islam dan menjadi stigma terhadap umat Islam. Hal ini menurut Lukman sungguh merugikan dan mendeskreditkan keberadaan umat Islam.

"Perlu evaluasi yang menyeluruh terhadap keberadaan Densus 88," kata Lukman.

Lukman meminta Kapolri serius menindaklanjuti tuntutan sejumlah ormas Islam yang menghendaki pembubaran Densus 88. Dia menilai Brimob sesungguhnya sudah memadai dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

 Densus 88 Membuat Marah Umat Islam ? 

Urgensi keberadaan kelompok anti teror Detasemen Khusus (Densus 88) dinilai sudah tidak relevan lagi dengan kondisi di Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Ketua Lajnah Tanfiziyah Majelis Mujahidin Indonesia, Irfan S. Awwas.

Bahkan, Irfan membuat pernyataan yang cukup bombastis soal Densus 88. "Densus 88 membuat umat Islam merasakan adanya pelestarian diskriminasi," kata dia di Jakarta, Ahad (3/3).

Irfan menilai kecerobohan Densus 88 dalam menangani kasus pun telah mengambil banyak korban. Dia mengatakan kelompok anti teror Indonesia ini telah banyak melakukan salah tangkap.

"Ini membuat umat Islam marah," ujar Irfan. Untuk itu, ia sekali lagi menegaskan sangat setuju dan mendukung rencana pembubaran Densus 88.

Irfan menambahkan sebetulnya sudah sejak lama Majelis Mujahidin Indonesia menuntut pembubaran Densus 88. Sebelumnya, Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsudin bersama berbagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam juga meminta dibubarkannya Densus 88. "Dari sudut kami sepakat Densus 88 harus dievaluasi bila perlu dibubarkan. Diganti lembaga dengan menggunakan pendekatan baru bersama-sama untuk memberantas terorisme," paparnya.

  ● Tempo | Republika  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.