Rabu, 06 Maret 2013

UU Kamnas dan Romantisme Orde Baru

Gencarnya rencana pemerintah menerapkan UU Keamanan Nasional (Kamnas) mau tidak mau menggiring kita kepada romantisme Orde Baru. Betapa tidak, UU Kamnas yang setali tiga uang dengan UU Subversif dikhawatirkan menjadi momok bagi sebagian kalangan karena sejarah kelamnya pada masa itu. Dengan dalih mewujudkan stabilitas dalam rangka menopang pembangunan nasional, Soeharto melakukan berbagai manuver politik untuk memberangus seluruh ancaman yang mengarah kepada negara, termasuk yang berasal dari musuh politiknya. Dalam perkembangannya, UU Subversif yang pada awalnya diamanatkan untuk menjaga keamanan bangsa dan negara kemudian cenderung menimbulkan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan), memicu pelanggaran HAM dan mematikan sendi demokrasi di seantero nusantara. Tak ayal, ketika kran demokrasi dibuka, keinginan menghapus UU tersebut masuk dalam agenda awal Orde Reformasi.

Mengingat hitamnya lembaran sejarah tersebutlah, ide munculnya UU Kamnas ini ditentang dengan tegas oleh berbagai pihak, terutama orang-orang yang peduli dengan penegakan HAM dan demokrasi di Negara ini. Terlebih, ada beberapa pasal dalam RUU tersebut yang 'ngaret' dan definisinya tidak jelas alias multitafsir. Situasi inilah yang kemudian diindikasikan sebagai upaya penegakan kembali supremasi TNI yang dapat memicu aksi represif pemerintah kepada siapa saja yang didefinisikan sebagai musuh negara, persis seperti metode Orde Baru. Selain itu, beberapa RUU Kamnas juga dinilai tumpang tindih dengan beberapa aturan lain seperti UU Intelijen, UU TNI dan UU Teroris sehingga dianggap kontraproduktif.

Namun demikian, jika kita mau sedikit mengingat, ada romantisme positif yang bisa kita gali dari pemberlakuan UU Subversif pada masa pemerintahan presiden ke-2 Indonesia tersebut. Tidak bisa dipungkiri, kondisi politik dan keamanaan dirasa cukup stabil dan kondusif pada waktu itu, sebuah kondisi yang mutlak diperlukan bagi pembangunan bangsa. Gejolak politik dan kepentingan-kepentingan yang mengancam negara dapat diredusir sedemikian rupa sehingga masyarakat merasa aman untuk melakukan segala aktifitas berbangsa dan bernegara. Hasilnya, pembangunan dan perekonomian Indonesia tumbuh pesat, bahkan mampu menjadi salah satu Macan Asia, sesuatu yang oleh sebagaian besar masyarakat dambakan saat ini.

Kondisi tersebut cukup berbeda dengan apa yang kita lihat saat ini, demokrasi yang cenderung tidak bisa dikontrol membuka ruang bagi berbagai kepentingan untuk masuk dengan mudahnya. Bangsa ini kembali menjadi tempat berperangnya ideologi yang ingin mencengkramkan kakinya di nusantara, mulai ide komunisme, radikalisme agama, liberalisme dan kapitalisme yang memakmurkan segelintir orang namun meyengsarakan masyarakat banyak. Di Asia Tenggara, kita lambat laun mulai tertinggal oleh tetangga-tetangga, baik dalam hal ekonomi, politik maupun sosial. Hal itu terjadi karena kondisi stabil dan kondusif itu sulit sekali kita jangkau. Kita terlalu sibuk dengan urusan-urusan yang seharusnya mampu ditangani dengan mudah, sehingga tidak menghalangi potensi kita menjadi sebuah negara besar.

Melihat sejarah yang ada, merebaknya wacana pemberlakuan UU Kamnas harus disikapi dengan bijak. Di satu sisi, kelamnya sejarah pemberlakukan UU ini tidak boleh diulang kembali. Namun demikian, kondisi aman dan tentram dalam rangka membangun Indonesia menjadi negara besar adalah kebutuhan masyarakat luas, bukan segolongan orang saja. Sikap menolak secara mutlak UU Kamnas hanya dengan alasan ketakutan akan matinya HAM dan demokrasi di negara ini justru harus dipertanyakan. Rakyat butuh aman namun dengan tidak menghilangkan demokrasi dan nilai-nilai HAM yang juga merupakan hak dan kebutuhan individu masyarakat. Apabila memang dianggap berpotensi mengebiri demokrasi kita, perlu adanya pengawasan, baik dari DPR maupun masyarakat.

Perubahan pasal-pasal yang 'ngaret' dan multitafsir harus dilakukan. Definisi mengenai ancaman sendiri harus diperjelas agar pada akhirnya tidak menimbulkan potensi munculnya pemerintahan diktator. Selain itu, pendukung UU tersebut juga harus disiapkan, permasalahan di lapangan seperti koordinasi antar lini antara lembaga pemerintah dan pengawasan dari masyarakat harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga UU tersebut tepat guna.

Perlu diingat, toh negara 'mbahnya' demokrasi yaitu Amerika Serikat saja memiliki Internal Security Act yang serupa dengan UU Kamnas. Singapura dan Malaysia, Negara tetangga kita yang mulai naik daun di mata dunia juga tak ketinggalan menggunakannya dan hasilnya juga bisa kita lihat sendiri. Jika mereka bisa, mengapa kita tidak??

Puguh Novianto
-puguhnovianto@yahoo.com-


  ● Merdeka  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.