Minggu, 07 April 2013

Bangun Pos UPF Dihalangi, Timor Leste Protes Indonesia

Pemerintah Timor Leste mengirim nota protes kepada Pemerintah Indonesia gara-gara pembangunan pos satuan pengamanan Timor Leste (UPF-Unido Patruofomento Fronteira) unsur policia Nasional de Timor Leste di lahan sengketa dihalangi TNI Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas).

Komandan Kodim 1618 Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Letnan Kolonel Eusebio Hornai Rebelo kepada Kompas.com, Jumat (5/4/2013), mengatakan, nota protes itu diterimanya dari Kementerian Luar Negeri dan Kerja Sama Timor Leste.

"Kemarin saya perintahkan anggota TNI di pos untuk meminta pihak Timor Leste jangan dulu melanjutkan pembangunan pos UPF, karena perlu adanya kesepahaman dan penyelesaian tentang status tanah itu. Mungkin karena dasar penyampaian itulah yang kemudian membuat Pemerintah Timor Leste mengirimkan nota protes," kata Rebelo.

Nota protes itu, lanjut Rebelo, menyatakan bahwa masyarakat di perbatasan, khususnya Desa Inbate, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten TTU, bersama TNI perbatasan di pos Satgas Pamtas menghambat pembangunan pos UPF. Namun menurut Rebelo, dalam surat itu tidak dibahas secara jelas status tanah itu.

"Surat itu juga meminta kepada Dankolakops, Dandim, dan Danrem untuk memberi pemahaman kepada anggota TNI yang bertugas di pos. Saya sudah buatkan laporan ke pusat untuk menjelaskan hal itu, sehingga kalau terjadi apa-apa, kita tidak disalahkan," tandasnya.

"Saya juga sudah tindak lanjuti nota protes itu dengan mengirim laporan dari lapangan, termasuk meminta masukan dari masyarakat tentang status lahan yang rencananya akan dibangun pos itu," beber Rebelo.

Selanjutnya, kata dia, laporan pihaknya sudah menjadi kewenangan pusat. Nanti Danrem akan melapor ke panglima dan akan diteruskan ke Mabes TNI. Seterusnya akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri.

"Kementerian Luar Negeri yang akan menjawab protes Pemerintah Timor Leste. Sementara kita di sini hanya bisa membantu memberi solusi dengan coba merancang satu pertemuan adat antara masyarakat Timor Leste dan masyarakat kita," sambung Rebelo.

Rebelo juga menyayangkan sikap pemerintah pusat di Jakarta yang menyelesaikan masalah sengketa lahan antara kedua negara tanpa melibatkan para tokoh adat.

"Seharusnya penyelesaian masalah dilakukan di daerah TTU karena masalah ini ada di TTU dengan mengundang semua pihak, baik itu dari pemerintah maupun tokoh adat kedua negara sehingga bisa ada titik temu," saran Rebelo.

Dia juga berencana untuk bertemu dan berbicara dengan Perdana Menteri Timor Leste Kayrala Xanana Gusmao yang akan berkunjung ke wilayah Oekusi dan kebetulan melintasi wilayah TTU pada tanggal 7 April 2013 nanti.

  Kompas  

1 komentar:

  1. Pemerintah pusat hrs menghargai adat setempat, dlm merundingkan masalah tanah di perbatasan utk pos TL dan bila suku adat tdk berkenan ya hrs dihargai.Krn malaysia ada disana(minyak) ada kepentingan, dg kejadian disabah akan mengurangi intrik2 dr malaysia dan kalau kita ada saudara TL yg berwarga negara RI ingin menyalurkan ke TL pemerintah hrs membantu.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.