Senin, 22 April 2013

☆ Panglima Perdamaian Dunia

Israel menyetujui Rais Abin sebagai panglima pasukan PBB. Padahal dia dari negara yang tidak mengakui negara Israel.

Aryono

SETELAH lama mengalami masa diaspora, bangsa Israel berusaha kembali ke tanah yang dijanjikan. Mereka mendambakan rumah bagi bangsa Yahudi sendiri. Dan Palestina menjadi pilihan mereka, sebagai tanah yang dijanjikan. Dari sini, perang pun dimulai. Perang Arab-Israel pertama pecah pada 1948.

Israel menang meski dikeroyok enam negara Arab. Peperangan berikutnya terjadi pada 1956, 1967, dan 1973. Keadaan genting di Timur Tengah mendorong pembentukan pasukan perdamaian PBB (UNEF).

Indonesia mengirimkan Kontingen Garuda yang tergabung dalam UNEF. Suatu kali Rais Abin, kala itu pengajar Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung, sedang bermain tenis dengan Himawan Sutanto, panglima Kodam Siliwangi. Mendadak datang tawaran untuk menjadi kepala staf UNEF II di Sinai, Mesir.

Pada Desember 1975, dia tiba di Kairo. Di tengah sergapan hawa dingin yang tengah melanda Mesir, dia segera menuju ke Ismailia, markas besar UNEF II, di tepian Sungai Nil. Dia diangkat menjadi kepala staf UNEF II pada Januari 1976. Dia menjadi perwira pertama Indonesia yang menjabat posisi penting tersebut.

Setahun kemudian, Rais Abin diangkat menjadi panglima UNEF II. Dukungan unik datang dari pihak Israel. “Suatu preseden yang unik bahwa kami menyetujui panglima pasukan PBB dari negara yang tidak mengakui Israel. Kami tidak keberatan, tetapi masih ada masalah politis,” ujar Shimon Peres, menteri pertahanan Israel, dalam biografi Rais Abin Mission Accomplished karya Dasman Djamaluddin.

Rais Abin selalu berpegang teguh pada asas diplomasi, terutama untuk mengatasi masalah Arab-Israel. Dia tak bosan bolak-balik dari Sinai (Mesir) ke Jerussalem (Israel). “Waktu itu saya seperti memiliki dua istri, bolak-balik Mesir-Israel, semata-mata supaya kedua belah pihak mau berdialog,” kata Rais Abin.

Anwar Sadat, presiden Mesir, akhirnya mengakui berdirinya negara Israel dan menghentikan perang.

Pasukan perdamaian yang dipimpin Rais Abin mendapat pujian dari Sekretaris Jenderal PBB Kurt Waldheim, menyebutnya sebagai pasukan perdamaian tersukses. Rais Abin menyelesaikan tugasnya sebagai panglima UNEF II pada 11 September 1979.

Wakil Sekretaris Jenderal PBB Brian Urquhart menawarinya tugas baru di Namibia, Afrika. Rais Abin menerima tawaran tersebut asalkan PBB memberitahu pemerintah Indonesia.

Namun permintaan PBB ditolak Menteri Pertahanan dan Keamanan M. Jusuf karena tenaga dan pikiran Rais Abin dibutuhkan di tanah air.

Rais Abin lahir di Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat, pada 15 Agustus 1926, menyandang pangkat terakhir sebagai letnan jenderal. Pada awal kemerdekaan dia bergabung dengan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Dia membangun biduk keluarga bersama mantan wartawati harian Pedoman, Dewi Asiah, dan dikaruniai tiga anak.

  ● Historia™  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.