Rabu, 29 Mei 2013

Ketika Wanita TNI Raih Medali

Nina dan Michiko ke 6-7 dari kiri 
Libanon, 3 Agustus 2010, dan beberapa hari berikutnya menjadi hari-hari terberat bagi Kapten Sanra Michiko Moningkey. Sebagai perwira penerangan di United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL), dia harus membantah pemberitaan yang mencemooh seolah dua prajurit TNI kabur saat terjadi kontak senjata antara tentara Libanon dan Israel.

“Media lokal di Libanon menyebutkan pasukan kita kabur dari medan tugas, padahal memang prosedur dari PBB seperti itu,” kata Michiko di sela-sela pameran foto pasukan perdamaian di Epicentrum, Jakarta, Rabu lalu. Pameran yang dibuka Menteri Pertahanan Poernomo Yusgiantoro itu digelar dalam rangka UN Day, yang diperingati setiap 29 Mei.

Pasukan di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa, kata Michiko, tidak boleh terlibat kontak senjata. Bila kedua belah pihak tak bisa ditengahi dan terjadi kontak senjata, ya prosedurnya harus lepas libat. Cuma dua prajurit TNI terpisah dari induk pasukan, dan ditolong warga yang membawa kendaraan menuju titik kumpul pasukan PBB.

Insiden bermula saat terjadi penebangan pohon di garis batas (blue line) antara Libanon dan Israel. Kebetulan pohon itu tumbang ke wilayah Israel dan mengganggu kamera-kamera Israel. Ketika pasukan Israel ingin memotong pohon itu, pasukan Libanon menginginkan dilakukan koordinasi terlebih dulu dengan pasukan PBB.

“Tapi, dalam pembicaraan itu, kelihatannya tidak ada titik temu sehingga sempat terjadi insiden kontak senjata,” katanya.

Michiko merupakan satu dari lima wanita TNI yang terlibat dalam pasukan perdamaian PBB di Libanon pada 2009-2010. Keterlibatan wanita dalam pasukan PBB dimulai sejak 2008, dan jumlahnya terus bertambah setiap tahun.

Tak mudah untuk wanita TNI dapat bergabung dalam misi perdamaian PBB. Selain harus melewati serangkaian seleksi, seperti tes kesehatan, fisik, komputer, bahasa Inggris, dan mengendarai mobil dengan setir di kiri, dia harus bersedia dan bersiap menerima setiap rintangan apa pun yang akan dihadapi.

Michiko
Sersan Satu Nina Tri Hastuti termasuk yang diberi tugas pada gelombang pertama, yakni November 2008 hingga November 2009, misalnya. Anggota Polisi Militer TNI Angkatan Udara itu selama di Libanon harus melakukan aneka tugas yang tak beda dengan tentara pria. Sebagai polisi militer, dia melakukan investigasi kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, patroli di perbatasan, hingga memantau di atas menara baik siang maupun malam hari.

“Tinggi menara belasan meter, dan waktu itu musim dingin. Pokoknya wah, deh,” ujar Nina.

Selain bertindak sebagai anggota pasukan penjaga perdamaian PBB, wanita TNI yang bertugas di negara-negara konflik ikut serta dalam kompetisi olahraga yang diadakan secara rutin oleh UNIFIL, khususnya bulu tangkis dan tenis meja. Prestasinya cukup membanggakan. Nina, misalnya, meraih dua medali emas untuk cabang bulu tangkis.

Begitu juga dengan Michiko. Dia meraih empat medali emas untuk tunggal dan ganda campuran kompetisi tenis meja yang digelar batalion Cina dan batalion Indonesia serta perunggu dari cabang bulu tangkis ganda campuran setingkat UNIFIL di markas besar Naqoura.

“Padahal latihannya cuma sebulan saat salju dan angin dingin menusuk tulang. Di final, aku mengalahkan Cina,” tutur Michiko sambil menunjuk pin juara yang tersemat di dada kanannya.[Sudrajat/Harian detik]

  ● Garuda Militer  

1 komentar:

  1. Utk wanita militer Indonesia (WMI) kalau bisa Pak Panglima TNI hrs menambah jumlah porsi yg diterima, agar kelebihan jumlah penduduk wanita bisa berkurang dan sdh terbukti menunjukkan kemampuan tugas ke Libanon juga berhasil. TNI jangan mempunyai anggapan WMI tdk sanggup......Slamat...

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.