Minggu, 23 Juni 2013

Propaganda Armada Perang Onze Vloot

Perang Dunia I membuat Belanda khawatir kehilangan Hindia Belanda. Sebuah perkumpulan menuntut pembaruan armada perang.

OLEH: FAJAR RIADI

SEBAGIAN orang Belanda khawatir kecamuk Perang Dunia I menjalar ke Hindia Belanda. Jika benar terjadi, tanah jajahan yang berharga itu bisa lepas dari genggaman. Maka, perkumpulan Onze Vloot menebar propaganda supaya Kerajaan Belanda membuat kebijakan memperkuat armada perang guna membentengi Hindia Belanda.

Sebagian pejabat Belanda merisaukan perkembangan militer Jepang yang agresif setelah menang perang melawan Rusia. Di sisi lain, armada perang Belanda, utamanya di Hindia Belanda, dalam kondisi lemah. Bahkan, pada 1913, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Alexander Willem Frederik Idenburg dengan jujur mengatakan armada Belanda di tanah jajahan “tidak lebih dari tumpukan barang karatan.”

Para politisi Belanda meminta kerajaan memperbarui armada perang, terutama angkatan laut. Tuntutan ini kencang disuarakan Onze Vloot, perkumpulan yang dilahirkan pada 1906. Anggotanya banyak mantan perwira Angkatan Laut. Onze Vloot melakukan propaganda di kalangan orang-orang Belanda tentang perang yang bisa meruntuhkan hegemoni negerinya atas tanah jajahan. Mula-mula anggota Onze Vloot dengan para politisi yang sepemikiran berkeliling Belanda menyebarkan propaganda. Kelompok ini kemudian mendirikan cabang di Balikpapan, Surabaya, Batavia, dan Minahasa.

Onze Vloot aktif menyebar berbagai pamflet untuk mempengaruhi opini massa. Pamflet pertama disebar pada 1913. Judulnya menebar ketakutan: ‘s Lands welvaart in gevaar! atau Kemakmuran negeri dalam bahaya! Penulisnya sekretaris Onze Vloot, WA van Aken. Isi pamfletnya berkisah tentang keagungan dan keperkasaan Belanda sebagai negeri kecil yang memiliki tanah jajahan luar biasa luas. Keagungan dan keperkasaan itu akan lenyap jika Hindia Belanda sampai lepas.

Pamflet lain yang cukup tenar berjudul Indie verloren, rampspoed geboren atau Hindia hilang, malapetaka datang. Pamflet ini menekankan pentingnya pengamanan bisnis Belanda di Hindia, juga memperingatkan bahwa rakyat Hindia adalah pasar menguntungkan. “Sekiranya jajahan lepas maka pesanan bagi industri Belanda di Hindia Belanda akan berhenti,” tulis Kees van Dijk dalam Hindia Belanda dan Perang Dunia I 1914-1918, menguraikan pamflet yang ditulis CGS Sandberg, geolog sekaligus anggota Onze Vloot.

Bagi Onze Vloot, jika Hindia Belanda jatuh ke penjajah lain, Belanda sulit memperoleh kembali sumber perekonomiannya. “Jangan sampai orang berpikir bahwa setelah Hindia Belanda diduduki negara lain, ikatan-ikatan ekonomi yang terjalin selama ini bisa diamankan,” tulis van Dijk membahas salah satu pamflet.

Tak cuma menyuarakan aspirasi anggotanya. Onze Vloot juga memobilisasi pejabat dan akademisi. Tak kurang dari mantan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Joanness van Heutsz ikut dalam barisan. Juga Kamar Dagang Belanda, Presiden Nederlandsche Bank, Bank Sentral Belanda, serta akademisi dari Universitas Wageningen. Pihak terakhir menyebut bahwa ketidakmampuan mempertahankan Hindia Belanda akan menghilangkan lahan pekerjaan alumni Akademi Pertanian, Hortikultura, dan Kehutanan yang banyak berkiprah di tanah jajahan.

Toh, tak semua orang Belanda sependapat dengan berbagai propaganda Onze Vloot. Pieter Jelles Troelstra, aktivis Belanda, mengatakan bahwa propaganda itu cuma akal-akalan kalangan borjuis untuk menangguk untung jika proyek-proyek penguatan armada perang diloloskan. “Troelstra mengartikan OV, monogram huruf Onze Vloot, sebagai Ons Voordeel, Keuntungan Kita,” tulis van Dijk.

Di Hindia, koran De Expres yang dikelola aktivis Indische Partij adalah pengkritik utama. De Expres menyebut Onze Vloot sebagai upaya memiskinkan pribumi. Seperti sindirannya yang terbit pada Mei 1914, “Kita harus punya armada perkasa, nyatakan lantang dalam semua bahasa, Hindia akan membayarnya.” Propaganda Onze Vloot sekali membuahkan hasil ketika Ratu Wilhelmina pada akhir 1913 mengumumkan menambah dreadnought, kapal perang canggih pada zamannya, meski hanya sebuah. Tuntutan memperbanyak dreadnought yang digulirkan Onze Vloot tak berhasil karena Rancangan Undang-Undang Angkatan Laut yang memuat penguatan armada perang batal diajukan ke parlemen. Lagipula, tulis van Dijk, “kapal-kapal perang besar hanya bisa dibuat di luar negeri dan perang menyebabkan mustahil bagi Belanda untuk membelinya.”

  ● Historia  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.