Selasa, 24 September 2013

Si Tupai Pohon yang Mematikan

Rusia punya BMP, AS punya M2A2 Bradley, dan Jerman, mendahului Amerika, punya Marder. Dari pihak Barat, Marder merupakan kendaraan tempur (ranpur) pertama (yang operasional) dari Negara NATO, mendahului kehadiran Bradley 15 tahun lebih awal dan memantapkan konsep gerak terpadu antara kavaleri dan infantri mekanis.


Bundeswehr memang memberikan nama yang kurang gahar, Marder (Marten, sejenis tupai pohon) kepada ranpur pertama dari negeri Barat ini. Namun, janganlah tertipu. Marder memiliki kapabilitas sebagai kendaraan tempur dan merupakan pionir dalam jenisnya. Sebelumnya, tidak ada yang mengenal konsep kendaraan pengangkut pasukan yang memiliki daya gempur memadai untuk terus mendampingi gerak maju kavaleri. Yang ada hanya kendaraan angkut pasukan (ranpas) yang dipersenjatai sekedarnya. Yang penting adalah mengantarkan infantri ke garis depan, atau menjemputnya kembali. Tidak ada ceritanya ranpas didapuk untuk dapat berhadap-hadapan dengan ranpur lawan.

Marder 1A3 yang digunakan oleh Jerman Barat selama bertahun-tahun kini dipensiunkan bertahap, dan perlahan-lahan dilungsurkan ke berbagai Negara yang berminat, termasuk Indonesia. Sesungguhnya bagaimanakah sejarah dan kapabilitas Marder 1A3, yang dua unit sudah tiba melalui jalur laut di pelabuhan Tanjung Priok 21 September 2013 kemarin?

 Berkat Panzergrenadier 

Pada 1956, unit pertama Panzergrenadier lahir di kota Munster, yang merupakan salah satu lokasi sekolah kavaleri AD Jerman. Unit yang secara resmi bernama Panzergrenadierlehrbataillon ini bertugas melatih prajurit dan menguji doktrin infantri mekanis Jerman. Modal pertama infantri mekanis ini adalah infantry carrier buatan AS, M39 sebanyak 30 unit. Jika dibandingkan dengan tank Jerman saat itu, M47/M48 (buatan AS), M39 masih bisa mengimbangi. Namun M39 dianggap punya kelemahan, karena desainnya yang sebenarnya meniru half-track Jerman menggunakan kompartemen prajurit yang terbuka, yang tentunya rawan terkena pecahan mortir atau jadi sasaran tembak lawan.


AD Jerman segera mengupayakan kendaraan baru sebagai tunggangan prajurit Panzergrenadier. Awalnya, mereka mencoba HS30 buatan pabrikan Hispano Suiza, Swiss. Sayangnya, kendaraan ini terkenal karena justru banyak didera persoalan teknis. Berbagai problem teknis kerap menghantui, plus dimensi kompartemen prajurit yang dianggap terlalu kecil dan sempit, sehingga rencana penggantian pun sudah digariskan sejak awal 1960an justru tak lama setelah HS30 diputuskan untuk diadopsi.

Faktor pendorong lainnya yang tak kalah penting adalah pengadopsian Leopard 1 sebagai MBT AD Jerman. Leopard yang jauh lebih lincah dibanding M47 warisan AS mengakibatkan HS30 susah mengimbangi. Para pemikir di pusat kavaleri Munster menggariskan beberapa prasyarat untuk sistem ranpur pengganti HS30 yang baru, yang dinamai Schützenpanzer/Spz Neue (tank pengangkut pasukan generasi baru). Beberapa persyaratan tersebut adalah kemampuan offroad yang baik, perlindungan yang menyeluruh, mampu mengimbangi gerak maju MBT, dan lincah. Daya gempur juga merupakan satu syarat wajib lainnya, dimana minimal Spz Neue bisa menggotong kanon 20mm yang saat itu merupakan standar NATO.

Sejak awal sudah digariskan bahwa desain Spz akan diadopsi kedalam beberapa platform seperti angkut pasukan, tank destroyer (kanon/ rudal), mortar carrier, SPAAG (artileri AA swagerak), ambulans, dan varian komando. Untuk ukuran tahun 1960an, konsep ini sudah sangat maju, membuktikan kualitas pemikiran para perwira kavaleri Jerman. Sayangnya, kemampuan industri pertahanan Jerman lantas belum mampu mengimbangi, sehingga diputuskan yang dibangun hanyalah varian dasar untuk angkut pasukan dengan kanon sebagai senjata utamanya. Konsep ini ditindaklanjuti oleh sejumlah perusahaan yang membangun sejumlah purwarupa, yang akhirnya mengerucut menjadi dua konsorsium: Rheinstahl Group yang terdiri dari Rheinstahl/ Witten, Rheinstahl Hanomag-Hannover, dan Biro Desain Warnecke. Konsorsium lainnya dipimpin oleh Henschel AG dan MOWAG (Swiss). MOWAG kemudian mundur dan posisinya digantikan oleh Thyssen Industrie AG Henschel di Kassel. Setelah melalui fase pengujian, Rheinstahl dinyatakan sebagai pemenang. Pada 1971, Badan Pengadaan Teknologi Jerman akhirnya menyetujui pengadaan Spz dalam skala penuh, dengan angka pesanan sebesar 2.136 kendaraan. Produksi dibagi dua, 1.161 dibuat oleh Rheinstahl AG, dan 975 dibangun oleh MaK di Kiel (MaK kemudian menjadi pabrik Leopard 2). Kendaraan pertama diserahkan ke Bundeswehr pada 7 Mei 1971, dan diberi nama resmi Marder.

 Deskripsi Marder 1A3 

Hull ranpur Marder terbuat dari baja tunggal RHA, yang dilengkapi dengan sekat-sekat agar mampu bertahan dalam pertempuran nubika, ancaman terbesar dalam Perang Dingin. Layoutnya dibuat sedemikian rupa sehingga mesin ditempatkan di depan, disusul kru Marder, dan kemudian di bagian belakang, kompartemen/ kabin untuk pasukan infantri. Desain mesin didepan menambah proteksi, mengingat serangan frontal sebagian bisa ditahan oleh blok mesin. Kompartemen mesinnya dibuat kedap air dan kedap gas buang. Hal ini penting, mengingat pengemudi duduk langsung di samping kiri kompartemen mesin Sudut glacis Marder memiliki kemiringan yang cukup tajam, membantu meningkatkan kemungkinan peluru memantul saat menghantam Marder, atau setidaknya menambah ketebalan baja yang harus ditembus oleh peluru lawan.

Marder ditenagai oleh mesin diesel 4 langkah Daimler Benz MB833 Ea 500 dengan 2 turbocharger. Dipadukan dengan sistem transmisi Renk HSWL, Marder mampu menyemburkan daya sebesar 600hp pada torsi 2.200rpm. Dengan rasio tenaga: bobot di kisaran 1:20, Marder mampu bermanuver mengimbangi gerak Leopard 1, MBT yang harus didampinginya. Sistem penggerak Marder menggunakan rantai yang diputar oleh enam roadwheel dan tiga return roller. Roadwheelnya terbuat dari alumunium dilapis baja, dengan lingkar karet untuk mengurangi friksi dengan rantai. Sistem rantai Diehl yang digunakan Marder memiliki fitur tapak karet yang ramah terhadap jalanan aspal, yang bisa diganti dengan sepatu salju untuk traksi yang lebih baik.

Bergeser kebelakang, Marder dilengkapi kubah yang bentuknya unik. Kubahnya kecil, karena penembaknya duduk di dasar kubah yang letaknya didalam kabin pasukan, sehingga bagian yang tampak hanya dudukan untuk sistem kanon 20mm dan senapan mesin koaksial MG3 kaliber 7,62mm. Komandan duduk disebelah kanan, dengan penembak di sebelah kiri. Selain lebih aman buat krunya, dari tembakan lawan, penggunaan kubah kecil juga lebih tahan terkadap kontaminan Nubika. Sistem pasokan amunisi juga dapat diakses dari dalam, sehingga dalam keadaan peluru habis, tidak ada resiko saat pengisian ulang amunisi.


Kapabilitas kanon 20mm ini, walaupun tidak sehebat kanon 30mm milik Timur, unggul dalam hal kecepatan tembak dan akurasi. Kecepatan tembaknya semakin bertambah ketika pada varian Marder 1A3 diperkenalkan sistem dual feed atau pasokan ganda. Untuk menghantam sasaran seperti ranpas lawan, truk, jip, atau mungkin malah infantri, rasa-rasanya kanon 20mm masih bertaji. Kanon dinaikkan sudut tembaknya dengan bantuan sistem hidrolik dengan sistem mekanik manual sebagai cadangan. Sistem optikal bidik untuk kanon 20mm maupun koaksial sudah didukung teleskop infra merah. Komandan memiliki optik bidik PERI-Z11A1, sementara juru tembak diberi bekal ganda, teleskop bidik PERI-Z16, PERI-Z59 dengan kemampuan deteksi termal dan perbesaran sasaran.

Dalam hal kemampuan angkut pasukan, Marder didesain untuk mengangkut sepuluh orang: 1 NCO (Non-Comissioned Officer) sebagai komandan kendaraan regu dan pasukan, 1 NCO sebagai komandan regu yang turun memimpin pasukan saat bertempur diluar kendaraan, 1 pengemudi, 1 penembak untuk sistem kanon, 2 penembak sistem senjata antitank (Panzerfaust-3) dan 4 prajurit infantri yang menyandang senapan. Satu prajurit dari jumlah 4 tersebut ada yang bertugas sebagai penembak kubah senapan mesin 7,62mm yang menghadap belakang, namun dihilangkan pada varian Marder 1A3 karena dianggap kurang efektif dan menyulitkan pasukan saat harus keluar. Pada saat Marder 1A5 yang dilengkapi rudal MILAN keluar, kekuatan pasukan dikurangi satu orang dengan asumsi bahwa MILAN bisa menggantikan fungsi penembak roket AT.


Marder 1A3 merupakan iterasi ketiga dari dinasti Marder, setelah sejumlah perubahan kecil pada tiap varian yang menghasilkan kode yang membingungkan seperti A1, A1(+), A1 A, A1 A2, dan 1A2. Sistem upgrade yang dilakukan parsial juga menimbulkan problematika tersendiri, membatasi kemampuan dari armada Marder itu sendiri. Marder 1A3 merupakan upaya upgrade menyeluruh pertama yang diterapkan pada seluruh armada Marder, dan dilakukan oleh perusahaan Thyssen Henschel dan KUKA Wehrtechnik. Sebanyak 2.100 Marder dari berbagai varian dikirim secara bertahap untuk meningkatkan kapabilitasnya menjadi Marder 1A3.

Pasalnya, tantangan dan ancaman dari ranpur Timur seperti BMP-2 dengan kanon 2A42 30mm merupakan ancaman yang tidak bisa dianggap remeh. Bagian kubah dan hull yang dianggap rawan, menerima peningkatan lapisan baja RHA (Rolled Homogeneous Armor) yang dipasang di sisi atas dan bawah lambung, di tiap sisi hull, di rampa belakang, di atap, dan tentu saja di kubah. Pelat baja tambahan tersebut dipasang dengan dudukan yang dilengkapi pegas, sehingga ada jarak antara pelat baja tambahan dengan kulit asli dari Marder. Saat ditembak dengan roket antitank, celah kosong ini berfungsi mendispersi atau menyebarkan efek ledakan, sehingga mengurangi daya penetrasi dari hululedak yang menerjang. Bobot Marder 1A3 mau tidak mau tentu bertambah, dengan angka pembengkakan seberat 5,5 ton yang harus ditebus demi proteksi tambahan tersebut. Untuk mengantisipasi bobot yang makin gambot, maka suspensi dan gear mendapatkan sentuhan tambahan. Thyssen Henschel mencarikan solusi berupa batang suspensi torsion bar yang lebih besar diameternya, serta mengubah rasio gigi transmisi untuk menjaga kemampuan akselerasi dan pengemudian Marder 1A3 tetap sama dengan varian-varian sebelumnya. Untuk membantu pengereman, maka sistem pengereman dua sirkuit, plus tekanan sistem remnya ditambah, plus kampas rem yang lebih tebal dan bebas asbes.

Dari segi ofensif peningkatan ke standar Marder 1A3 justru mengurangi pintu palka atas, dari yang tadinya enam menjadi tiga. Pengurangan ini diperlukan untuk dapat memasang pelat yang lebih tebal dan melindungi dari kemungkinan serangan dari atas, berupa hujan artileri atau bomblet. Pengurangan yang sama juga terjadi pada lubang tembak di kiri dan kanan hull, yang akhirnya tertutupi oleh lapisan baja tambahan. Tak peduli seberapa bagusnya lubang tembak, pada akhirnya menembak dari dalam kabin ranpur seperti Marder justru menimbulkan tantangan tersendiri terkait sulitnya membidik dan banyaknya gas buangan dari hasil penembakan. Tetapi perubahan tersebut juga membawa keuntungan. Rongga antara lapisan baja tambahan dan kulit kendaraan kini dapat diisi dengan perbekalan milik pasukan, membantu kabin tetap lapang dan memudahkan mobilisasi pasukan dari dalam. Pintu palka pengemudi diperbesar untuk memudahkan akses dan letaknya digeser, sementara periskopnya kini dilapisi baja yang lebih tebal.

Bicara soal Marder, mungkin ada yang bertanya, apakah tidak terlambat untuk mengoperasikannya? Sebagai sebuah ranpur, Marder memiliki fleksibilitas tinggi dan paket upgrade yang cukup banyak. Sebagai contoh, ada varian M12 yang dilengkapi dengan kubah Rheinmetall E4 dengan kanon Mauser 30mm yang sempat diikutkan dalam kontes ranpur untuk Swiss. Ada lagi demonstrator Marder 2000 untuk AD Jerman, walaupun tidak terwujud karena AD Jerman memilih Puma. Dari sisi pengembangan internal, Rheinmetall menawarkan Marder dengan varian kanon Mauser 35mm dan kanon Hitfact 105 atau 120mm apabila tertarik untuk mengupgradenya menjadi tank.


Dengan kedatangannya ke Indonesia, Marder 1A3 sudah dipastikan akan menjadi bagian dari kekuatan TNI-AD. Pertanyaan berikutnya adalah, untuk Kavaleri atau untuk Infantri. Maklum, sosoknya yang berpenggerak rantai menjadikannya punya sosok gahar yang sering digolongkan sebagai tank. Kemungkinan terbaik, dan masih dalam pembahasan yang intens, Marder 1A3 akan ditempatkan prioritasnya sebagai tank komando dalam struktur batalion Korps Kavaleri, walau tak menutup kemungkinan bahwa infantri juga akan dialokasikan sejumlah Marder.

Spesifikasi Marder 1A3
Kru : 3+6
Bobot tempur : 33,7 ton
Mesin : 1x MB833 Ea-500 4 tak, V6 22,4l
Power/weight ratio : 21,3hp/ ton (20hp/ton pada Marder 1A3)
Ground pressure : 0,80kg/cm3
Panjang : 6,79m
Lebar : 3,24m
Tinggi : 2,95m (termasuk kubah); 1,95m (kabin)
Ground clearance : 0,44m
Lebar tapak rantai : 0,45m
Panjang rantai : 3,9m (di permukaan)
Kecepatan max. : 75km/jam
Jarak tempuh : 520km
Lintas parit : 2,5m
Lintas genangan : 1,5m
Sistem senjata : 1xkanon Rheinmetall Rh202 20x139mm, kapasitas 2.500 butir peluru; 1x senapan mesin koaksial 7,62x51mm MG3, 6x76mm Wegmann smoke discharger.

  ● ARC  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.