Sabtu, 27 Juli 2013

AAU Terapkan Sistem Pendidikan Berbasis Internet

(Foto Chirpstory.com)
Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun ini akan menerapkan sistem pendidikan berbasis elektronik (e-learning), yaitu learning management system (LMS) saat proses kegiatan belajar mengajar (KBM) karbol.

Gubernur AAU Marsekal Muda (Marsda) TNI Tabri Santoso mengatakan, penerapan LMS ini bukan tanpa alasan. Selain untuk mengikuti perkembangan teknologi, juga meningkatkan kualitas hasil didik, sekaligus mengenalkan teknologi, baik kepada para karbol maupun tenaga pendidikan.

“Pengusaan teknologi ini penting, sebab nantinya tugas-tugas mereka akan bersinggungan dengan teknologi, sehingga jangan sampai gagap teknologi,” kata Tabri Santoso usai upacara militer HUT AAU ke 48 di lapangan Dirgantara, AAU, Yogyakarta, Jumat (26/7/2013).

Selain itu, penerapan LMS tersebut juga akan memudahkan dalam proses pembelajaran dan pengawasan kepada karbol. Dengan LMS, tenaga pendidik saat menyampaikan materi maupun memberi tugas, tidak harus berada di kelas namun cukup melalui layanan interaktif LMS tersebut. “Meski begitu, untuk tatap muka di kelas tetap akan dilakukan,” ucapnya.

Menurut Tabri untuk mengakses program tersebut, berbagai fasilitas telah disediakan AAU, seperti jaringan Wifi dan semua karbol dari tingkat II, III dan IV mendapatkan laptop.

Sehingga tidak ada alasan, karbol tidak dapat mengakses layanan LMS itu. Apalagi diktat dan hal teknis pendidikan lainnya ada disini. “LMS ini juga untuk mendukung penilaian akreditasi AAU dari BAN PT. Kami mentargetkan dapat nilai A,” paparnya.

Tabri menambahkan langkah ini juga untuk menguatkan peran AAU dalam menyiapkan calon-calon kader perwira TNI AU, yang memiliki integritas, mampu beradaptasi dengan cepat. Kemudian siap mengantisipasi tantangan yang ada dan mahir dalam pengambilan keputusan guna menghadapi beraneka tantangan tugas sebagaimana yang diamanatkan KSAU.

  Sindo 

☆ Legenda 'Begundal' Karawang-Bekasi

Wartawan Tempo Ali Anwar pernah mewawancarai sosok misterius Kapten Lukas Kustario pada 1992.


Lukas Kustario
BOLA mata Brigadir Jenderal Purnawirawan Lukas Kustario yang bulat itu berkaca-kaca tatkala saya pada 1992 meminta dia menjelaskan posisi dirinya dalam peristiwa pembantaian terhadap 431 penduduk oleh tentara Belanda di Rawa Gede, Karawang, pada 9 Desember 1947.

Lelaki gempal yang saat tragedi tak berperikemanusiaan itu menjabat sebagai Komandan Kompi I Batalion I Divisi Siliwangi di Karawang, langsung menengadahkan wajahnya ke langit-langit rumahnya yang sederhana di Jalan Gadog I, Cipanas Cianjur, Jawa Barat.

Saya tahu, Lukas yang usianya sudah mencapai 72 tahun saat itu, mencoba membendung air matanya, supaya dianggap tetap tegar, tidak mau dianggap cengeng di mata anak muda.

Namun, lama kelamaan air matanya semakin banyak, sehingga kelopak matanya tak mampu lagi membendung. Air mata itupun tumpah. Saat wajahnya ditundukkan, dia lepaskan tangis itu, sesenggukan bagai bocah.

“Maaf, sudah lama saya tidak menangis,” kata Lukas sambil mengusap air mata menggunakan ujung lengan panjang kemejanya. “Saat peristiwa pembantaian, saya sedang tidak di Rawa Gede, tapi di kampung lain di sekitar Karawang. Saya baru tahu pembanyaian itu keesokan harinya,” ujar Lukas.

Lukas mengaku tidak tahu persis alasan Belanda membantai penduduk tak berdosa itu. Namun, dia yakin peristiwa amat dahsyat itu disebabkan oleh rasa frustrasi pasukan Belanda yang tidak mampu menangkap pasukan pejuang, temasuk dirinya dan KH Noer Alie. “Kadang saya menyesal, mereka menjadi korban pembantaian demi melindungi para pejuang, termasuk saya dan KH Noer Alie,” kata Lukas.

Kebetulan, kata Lukas, saat itu daerah sepanjang rel kereta api yang membentang dari Karawang, Rawa Gede, dan Rengasdengklok menjadi basis pertahanan pejuang. Setelah Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947, Kapten Lukas Kustario dan KH Noer Alie sama-sama menempatkan pasukannya di Karawang dan sekitarnya.
Namun, secara alami, mereka saling berbagi wilayah operasi gerilya.

Lukas memegang wilayah dari Rengasdengklok, Rawa Gede, Karawang, ke selatan hingga hutan Kamojing. Adapun KH Noer Alie (Pimpinan Umum Markas Pusat Hizbullah-Sabilillah Jakarta Raya) dari Karawang ke utara, membujur dari Rawa Gede, Rengasdengklok, Batujaya, hingga Pakis. “Semua pejuang berpakaian seperti rakyat. Tak ada yang berani menggunakan pakaian dan uniform TNI, karena Karawang-Bekasi sudah dikuasai Belanda sejak Agresi Militer Belanda I,” kata Lukas.

***

ANAK petama Lukas, Lusiati Kushendrini Purnomowati, ingat ia pernah mendengar cerita tentang kejelian dan kelicinan ayahnya itu dari neneknya, Darsih. Ketika itu, kata Lusi, beberapa pekan menjelang peristiwa Rawa Gede, Lukas tengah di rumahnya di Cikampek bersama istrinya, Sri Soesetien, mertuanya Soekirno dan Darsih.

Tiba-tiba di depan rumah sudah berdiri sepasukan tentara Belanda. “Hati-hati Belanda, itu,” kata Darsih membisiki Lukas. Lukas yang masih mengenakan celana kolor, kaos singlet, dan kepala dililit handuk, tenang saja. “Di mana Lukas?,” kata seorang tentara Belanda kepada Lukas.

Lukas pun menjawab santai, “Oo, nggak tahu, barang kali di sana.” Begitu Belanda menjauh, Lukas segera berganti pakaian. “Langsung berangkat,” katanya. Lukas bertemu keluarganya kembali menjelang hijrah ke Yogyakarta pada Februari 1948.

Anak buah Lukas, Letanan Dua (Purnawirawan) TNI Soepangat, mengungkapkan, Komandan Batalion I Mayor Sudarsono sengaja menempatkan pasukan Lukas di Karawang yang “panas,” karena cocok dengan karakter Lukas yang pemberani dan cekatan.

Saat bertempur, Lukas selalu berada di posisi depan anak buahnya. Di sampingnya ada dua orang anak buah. Satu orang memegang bren, satu orang lagi memegang peluru. Saat berhadapan dengan musuh, kata dia, Lukas melakukan penembakan menggunakan bren telah tersedia di sisinya “Yang kesohor Lukas, karena itu (Rawa Gede) daerah kekuasaannya,” kata Soepangat di Cipanas, Cianjur, Kamis dua lalu.

Saking sulitnya Belanda menangkap Lukas, pihak Republik Indonesia menjulukinya sebagai tentara “kelotokan,” sedangkan Belanda menjulukinya sebagai “begundal” Karawang-Bekasi.

Perjalanan karir Lukas di ketentaraan bermula dari Madiun pada masa Pendudukan Militer Jepang 1942-1945. Lelaki kelahiran Magetan, 20 Oktober 1920, itu menjabat chudancho (komandan seksi) heiho di Madiun.Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Lukas dan rekan-rekannya mendatangi markas tentara Jepang untuk meminta senjata.

Mereka dipanggil Presiden Soekarno ke Jakarta, untuk menjaga keamanan. Sekitar 120 tentara dari Madiun diberangkatkan menggunakan kereta api pada 26 September dan tiba di Jakarta pada 29 September.

Bentrokan antara pejuang dengan tentara Sekutu-Inggris tak terelakkan. Terjadilah pertempuran sporadis, terutama di Senen, Kramat, dan Klender. Sebagian besar pasukan Madiun ditarik ke Surabaya paska peristiwa 10 Nopember 1945.

Yang tersisa di Jakarta tinggal sekitar 20 orang, yakni Seksi I Lukas Kustaryo di bawah Komandan Kompi I Banu Mahdi. Selanjutnya Kompi I ditempatkan di bawah komando Resimen VI/Cikampek.

Pada 13 Desember 1945, kota dan kampung-kampung di Bekasi dibom dan dibakar tentara Sekutu-Inggris. Penyebabnya, 26 tentara Sekutu-Inggris yang pesawatnya melakukan pendaratan darurat di Rawa Gatel, Cakung, pada 23 Nopember, dibunuh oleh para pemuda Bekasi pada awal Desember.

Lukas yang marah atas tindakan biadab tentara Sekutu-Inggris tersebut, membawa pasukannya dibantu pemuda pejuang Bekasi untuk menyerbuan markas Sekutu-Inggris di Cililitan. “Kita bisa menekan moril pasukan Sekutu-Inggris dan Belanda, sehingga mereka tidak bisa keluar dari Cililitan, menimbulkan kekalutan mereka,” kata Lukas dalam wawancara saya pada 1992 itu.

Dari Bekasi, Lukas dan pasukannya ditugaskan ke Karawang. Di sana, Lukas menikah dengan Sri Soesetien, anak Kepala Stasiun Cikampek, Soekirno, pada 15 Oktober 1946. “Kedua orangtua bapak (Lukas), Djojodihardjo dan Prapti Ningsih, beragama nasrani. Saat menikah dengan ibu saya, beliau (Lukas) sudah muslim,” kata Lusiati.

Ketangguhan Lukas kembali diuji ketika pasukan Laskar Rakyat Jakarta Raya menyerang TRI di Tambun April 1947. Saat perundingan dengan Laskar Rakyat Jakarta Raya mengalami jalan buntu, Batalion I yang dipimpin Lukas bergerak ke Tambun. Lukas berhasil memukul mundur Laskar Rakyat Jakarta Raya.

Sebagian dari pemimpin Laskar Rakyat bergabung dengan tentara Belanda di Jakarta. Lukas merasa kecewa tatkala tentara di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Amir Sjarifuddin memerintahkan batalionnya bersama batalion Supriyatna dan batalion Sumantri, agar pindah ke Tasikmalaya.

Sebagai gantinya, ditempatkan Batalion Beruang Merah dari Tasikmalaya. Namun, pertahanan Beruang Merah di Tambun amat lemah, sehingga sangat mudah ditaklukkan Belanda saat Agresi Militer pada 21 Juli 1947. Pertahanan Republik pun beset hingga Karawang dan Cirebon.

Untuk mengembalikan pertahanan yang sudah dikuasai pasukan Belanda, Divisi Siliwangi melakukan konsolidasi. Lukas dan kawan-kawannya pun dikembalikan ke Karawang-Bekasi. Selain melakukan perang gerilya, mereka juga membentuk pemerintahan sipil, untuk menandingi pemerintahan bentukan Belanda.

Dampaknya, moral pasukan dan penduduk kembali bangkit. Watak agresif dan berani pula yang membuat Lukas kerap berhasil melumpuhkan lawan. Sebagai contoh, kata Soepangat, sebelum kembali ke Karawang-Bekasi pada Oktober-Nopember 1947, Batalion I melumpuhkan pasukan Belanda dalam perjalanan dari Tasikmalaya, Sumedang, Subang, Purwakarta, dan hingga Cikampek.

“Nah, yang bisa menghancurkan panser Belanda itu, ya, Kompi Lukas. Itu sebabnya, Belanda amat mengenalnya,” ujar Soepangat. Makanya, begitu Lukas ditempatkan di Karawang, komandan “begundal” ini membikin “gerah” tentara Belanda.

Buktinya, ujar Soepangat, Belanda banyak kehilangan senjata dan jiwa dalam aksi-aksi gerilya yang dipimpin Lukas. Perang gerilya yang diajarkannya adalah, “Sekali serang, dua kali tembak, tiga kali hilang,” katanya.

“Umpamanya saya pegang pistol, ketemu Belanda. Setelah kita tembak, kita ambil senjatanya, lantas kita menghilang. Itu tiap hari kejadiannya. Ini yang membuat nama Lukas kesohor,” Soepangat menambahkan.

Berbagai cara dilakukan Belanda untuk memburu Lukas, namun lelaki dengan tinggi badan 160 senti meter itu bermata dan berotak jeli bagai elang dan licin bagai belut. Dia selalu lolos dalam setiap penyergapan. Selain mampu mengecoh lawan, Lukas juga dikenal sebagai sosok yang mampu menjalin hubungan erat dengan semua komponen pro-Republik Indonesia.

Dalam menjalankan aksi gerilyanya, Lukas selalu berkoordinasi dengan rekan-rekannya, seperti Kapten Mursjid sebagai Komandan Kompi II bergerak di Gunung Sanggabuana, dan Kapten Kharis Suhud, Komandan Kompi III di Kedung Gede hingga Cibarusah.

Lukas mengakui perjuangannya yang cenderung mulus juga berkat hubungan yang erat antara dirinya dengan gerilyawan lain dari badan-badan perjuangan, jawara, bandit, rampok, hingga rakyat jelata. “Saya menyatukan (semua komponen), jangan sampai perang saudara. Sebagian besar tidak menolak, karena tujuannya melawan Belanda,” kata Lukas. “Pasukan KH Noer Alie membantu. Mereka kasih makan, penunjuk jalan. Kalau saya mau mundur ke mana, semua diatur Pak Kiai,” kata Lukas.

Pada saat Divisi Siliwangi hijrah dari Jawa Barat ke Yogyakarta dan Jawa Tengah sejak Februari 1948, Lukas yang naik pangkat menjadi mayor dan naik jabatan sebagai Komandan Batalion 4 Tajimalela, kembali menunjukkan kebolehannya.

Selain memberantas pemberonakan PKI di Madiun, Lukas juga kerap memukul pasukan Belanda. Ketika itu, pada Desember 1948, tentara Belanda dari Batalion 3-11 RI Brigade W/Divisi B yang bergerak dari Banyumas dak merebut Banjarnegara, namun dihentikan dan dipukul mundur oleh Lukas.

Sekembalinya di Jawa Barat pada 1949, Lukas yang cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) “memerangi” para kolaborator Belanda yang bergabung dalam Negara Pasundan dan Federal Jakarta.

Salah satu caranya, dia bersama KH Noer Alie menggelar apel akbar di Alun-alun Bekasi pada 17 Januari 1950. Hasilnya, Bekasi memisahkan diri dari Jakarta, untuk selanjutnya bergabung ke dalam NKRI. Langkah ini diikuti Tangerang dan Bogor.

Saat memperkuat pemerintahan sipil di Jakarta dn sekitarnya, pada Nopember 1950, Mayor Lukas ditugaskan ke Maluku untuk memberantas pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipimpin mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur, Dr. C.R.S. Soumokil.

Lukas kembali nyohor berkat kesuksesannya merebut benteng Victoria dan menduduki sebagian besar Ambon pada 3 Nopember. Lukas mengamuk bagai Rambo begitu mendengar Komandan Operasi Maluku Selatan, Letnan Kolonel Ign Slamet Rijadi gugur. “Bakar semuanya!” ujar Soepangat mengenang perintah Lukas. Kota Ambon menjadi api unggun raksasa dalam waktu singkat. RMS pun takluk.

Setelah kembali ke Jakarta pada awal 1951, Lukas menjadi Komandan Batalion “K” Brigade 20. Kali ini dia ditugaskan untuk memberantas gerombolan liar yang kerap melakukan perampokan dan pembakaran rumah-rumah warga di Bekasi, Cileungsi, dan Cibarusah.

Tentu saja Lukas tidak kesulitan, karena para gerombolan yang terdiri dari para bekas pejuang dan perampok, adalah orang-orang yang dia kenal baik pada masa perang kemerdekaan. Hasilnya, seperti dikutip koran Pemandangan, 24 Februari 1951, “Sekitar dua seksi pasukan gerombolan berhasil dipengaruhi tentara.”

***

Ketika asyik di ketentaraan, Lukas diajak oleh mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel A.H. Nasution mendirikan organisasi politik Ikatan Pendukung Kemerdekaan (IP-KI). Organisasi yang didirikan para tentara pada 20 Mei 1954, itu meraih empat kursi di parlemen dalam pemilihan umum 1955.

Lukas pun menjadi anggota DPR dari Fraksi IP-KI, bersama-sama Letnan Kolonel Daeng, Mayor Katamsi, dan Kolonel Gatot Subroto. Sejak saat itulah Lukas menetap di Cipanas, Cianjur.

Gatot Subroto yang kemudian menjadi Wakil KSAD digantikan posisinya oleh Kolopaking, sedangkan Nasution terpilih untuk anggota Konstituante di Jawa Tengah. Belakangan, Nasution diminta kembali oleh Presiden Soekarno untuk menjabat KSAD.

Lukas dan tentara yang duduk di IP-KI, kecewa dengan sepak terjang Nasution. Karena, Nasution bukan hanya meninggalkan IP-KI, tetapi juga memusuhi sejumlah tentara pendiri IP-KI. “Rupanya, mendirikan IP-KI untuk menyelamatkan dirinya sendiri,” kata Lukas.

Itu sebabnya, Lukas mengaku kapok bila diajak mendirikan organisasi apapun oleh Nasution. “Saya langsung menolak ketika Nasution, mengajak bergabung di Petisi 50,” katanya.

Ketika tak lagi berpolitik, Lukas kembali mengabdi sebagai tentara. Kali ini, pada awal 1960-an, sebagai Komandan Seksi Teritorial di Markas Divisi Siliwangi. Pada masa Orde Baru, Lukas dan para jenderal Siliwangi yang kritis terhadap pemerintahan Soeharto, dipinggirkan.

Sementara sebagian rekannya bergelimang harta dan jabatan, di hari tuanya, Lukas yang berpangkat brigadir jenderal purnawirawan lebih banyak mencurahkan waktunya untuk menyambangi orang-orang yang pernah bersinggungan dengan dirinya sejak masa perang kemerdekaan, dan berbaur dengan warga sekitar Cipanas.

Untuk mengenang peristiwa Rawa Gede, hampir setiap tahun, Lukas bersama rekan-rekannya menjenguk serta menyantuni para keluarga korban pembantaian di Rawa Gede. “Kami juga membikin monumen di Rawa Gede, agar sejarahnya tidak dilupakan generasi muda,” ujar Lukas.

Tak aneh kalau pada era 1980-an hingga 1990-an, rumahnya selalu didatangi para veteran, mantan jawara, mantan rampok, aktivis pemuda, peneliti, hingga mahasiswa skripsi. “Bapak rajin ke Bekasi, Karawang, Cikampek. Termasuk ke Rawa Gede dan Batalion 202/Tajimalela di Bekasi,” kata putra kedua Lukas, Bambang Rilaksana Susetia.

Jenderal “kelotokan” dan “begundal” Karawang-Bekasi itu wafat di Cianjur dalam usia 77 tahun pada 8 Januari 1997. Ribuan orang dari berbagai kelompok dan kelas yang melayat, menangisinya. Warga Cianjur yang mengenalnya sebagai jenderal yang ramah dan bersahaja itu, mengikhlaskan jalan-jalan utama mereka macet total. Para pedagang, rela menutup tokonya seharian.

Saking mengagumi dan menghormati keteguhan Lukas, sampai-sampai mereka menyiapkan tiga liang lahat, yakni di Taman Makam Pahlawan Kali Bata Jakarta, Gunung Kasur Cianjur, dan Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa Cianjur di Cipanas.

Akhirnya, keluarga memutuskan memakamkannya di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bangsa yang terletak di belakang Istana Negara Cipanas. Sehari setelah mendengar kabar Pengadilan Den Haag, Belanda, memenangkan para janda korban pembantaian Rawa Gede, keluarga berziarah ke makam Lukas. “Pak, berhasil sudah perjuangan Bapak,” ujar Lusiati.

 ● Ali Anwar  

KAI Publishes Small KF-X Concept

KFX-E stealthy fighter concept based on its T-50 series (KAI)
Korea Aerospace Industries (KAI) has published a drawing of a moderately stealthy fighter concept based on its T-50 series of supersonic trainers and light-attack aircraft. The concept aircraft is far smaller and less ambitious than the all-new, twin-engine KF-X designs promoted by the Agency for Defense Development, the leading proponent of building an indigenous South Korea fighter.

Some South Korean industry officials doubt that the country has the technical resources to build the KF-X, especially if major civil aerospace programs go ahead at the same time; a 90-seat turboprop airliner is also proposed. But a KF-X derived from a current type would demand less engineering and may benefit from stronger pricing by avoiding competition with the Lockheed Martin F-35, although Saab is already in the market for advanced but moderately sized fighters with its Gripen E/F.

The T-50 and its FA-50 light fighter derivative are themselves based on the F-16 and were developed with help from Lockheed Martin, but the stealthy concept, called KF-X-E, departs from the F-16 planform used for the earlier aircraft. Some wing and fuselage edges are parallel, and the trailing edges of the main and tail planes are swept forward. The fuselage sides have chines. Nose volume of the KF-X-E appears to be small, limiting the size of the radar antenna, but the airframe seems to have more volume overall than the T-50, offering more space for internal fuel and thereby minimizing the need for external tanks and their radar reflections.

Retention of the single tail on the KF-X-E is emblematic of the limited ambition of the designers, who appear to have aimed at achieving a level of stealth above that of the Eurofighter Typhoon and Boeing F/A-18E/F Super Hornet but well below that of the Lockheed Martin F-22 and F-35. The latter two, like other stealth aircraft, have canted twin tail fins.

Similarly, the air inlets of the KF-X-E have boundary-layer diverters; recent stealth aircraft handle the boundary layer with aerodynamic shaping and no diverters. The KF-X-E may be too small for internal weapons stowage. No engine details are known, but South Korea may want to replace the T-50's General Electric F404, whose future application appears limited to the T-50 series, with another probably more powerful type. Candidates would include the GE F414 and Eurojet EJ200.

The winner of the separate F-X Phase 3 competition for 60 fighters—Lockheed Martin, Boeing or Eurofighter—is expected to support KF-X development. Each manufacturer has proposed a design. Lockheed Martin's could conceivably be similar to but a little larger than the KF-X-E by introducing stealth features into the design of the F-16. The result would still be a fighter well-differentiated from the F-35.

A key issue in developing the KF-X-E might be obtaining permission from Lockheed Martin, which presumably has intellectual property in the T-50 design or at least contractual rights to ensure that it does not become an F-16 competitor. Another obstacle is that the South Korean air force prefers twin-engine aircraft for the medium-fighter category that the KF-X would fill.

KAI did not respond to a request for further information about the KF-X-E.

  Aviation Week  

Jumat, 26 Juli 2013

Atase Kedubes Kerajaan Thailand Peroleh Brevet Kavaleri Marinir

http://kkcdn-static.kaskus.co.id/images/4050330_20120221085715.jpg
Ilustrasi Brevet
KOMANDAN Resimen Kavaleri-2 Marinir Kolonel Marinir Herry Djuhaeri memimpin upacara penyematan dan penyerahan Brevet Kehormatan Kavaleri Marinir kepada Atase Pertahanan dan Atase Matra Kedubes Kerajaan Thailand yang dilaksanakan di Kesatrian Hartono, Bhumi Marinir Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2013).

Penyematan Brevet ini sebagai wujud terjalinnya kerja sama antara Korps Marinir dengan Atase Pertahanan dan Atase Matra Kedubes Kerajaan Thailand di Indonesia.

Kegiatan diawali dengan uji mengemudikan kendaraan tempur BMP 3F. Dengan dipandu oleh awak tank, Atase Pertahanan dan Atase Matra Kedubes Kerajaan Thailand secara bergantian melaksanakan latihan mengemudi tank mengelilingi ksatrian Marinir. Dilanjutkan dengan tour facility offroad melalui medan yang cukup menantang dan memacu adrenalin.

Acara ditutup dengan penyematan brevet dan penyerahan piagam oleh Danmenkav-2 Mar Kolonel Marinir Herry Djuhaeri kepada Senior Colonel Wichai Wichard (mantan Atase Thailand), Gp Capt Manat Chandaeng (Defence and Air Attache), Colonel Asdang Sajjapala (Army Attache), Gp Capt Weetoon Treeprom (Defence and Air Attache) Colonel Pongsak Mumkhahan (Army Attache), Captain Apichat Punyakittiwai (Naval Attache), dan Lt Col Pakorn Suttiluk (Assistant Army Attache).

Hadir dalam acara tersebut Koorspri Panglima TNI Kolonel Laut (S) Dr Ivan Yulivan, MM, Perwira dari Mabes TNI, dan para Pastaf serta Dansatlak Menkav-2 Mar.

  PelitaOnline  

Meski Puasa, Pasukan Tengkorak Diterjunkan

Meski Puasa, Pasukan Tengkorak DiterjunkanKarang Anyar • BULAN puasa tidak dianggap sebagai kendala bagi ratusan prajurit Batalyon Infanteri Lintas Udara (Yonif Linud) 305/Tengkorak - Kostrad.

Pasukan tetap melaksanakan latihan terjun payung dengan daerah penerjunan (drop zone) di Desa Karang Anyar, Kecamatan Klari, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, selama dua hari sejak kemarin dan hari ini, Jumat (26/7/2013).

“Justru hal ini merupakan kesempatan baik bagi prajurit untuk melatih dinamika di lapangan, karena situasi pertempuran dapat terjadi kapan saja,” tegas Komandan Yonif Linud 305/Tengkorak yang sekaligus bertindak sebagai Komandan Latihan, Mayor Inf Kristomei Sianturi, S.Sos, M.Si (Han).

Menurut peraih penghargaan sebagai penulis terbaik di Seskoad pada tahun lalu, latihan terjun ini merupakan agenda wajib yang harus dilakukan oleh setiap prajurit Tengkorak sebagai penyegaran kemampuan secara berkala.

Lebih lanjut alumni Akmil tahun 1997 itu menjelaskan, pelaksanaan terjun payung tersebut menggunakan pesawat Hercules Long Body jenis C-130 dengan ketinggian 1.000 feet dan kecepatan terbang sekitar 120 knot.

Untuk menegaskan komitmennya terhadap kegiatan tersebut, Komandan Batalyon pun ikut serta dalam penerjunan.

Bahkan untuk menambah moril dan semangat prajurit, tidak tanggung-tanggung Komandan Brigif Linud 17/Kujang I Kostrad Kolonel Inf Bobby Rinal Makmun ikut juga dalam latihan penerjunan itu.

Sesuatu yang langka dilakukan oleh seorang Pamen TNI AD pada level pangkat tersebut. Latihan terjun ini diikuti oleh 680 personel gabungan Yonif Linud 305 dengan Markas Brigif Linud 17/Kujang I Kostrad.

Sejauh ini, latihan terjun dapat dilaksanakan dengan aman dan lancar (zero accident). Walaupun pada saat Jam “P” penerjunan pasukan Yonif Linud 305 menghadapi rintangan berupa padatnya peterjun dihadapkan pada terbatasnya area Drop Zone dan kondisi angin yang cukup kencang,. 

Namun berkat skill dalam mengemudikan payung dan teknik dalam mendarat, penerjunan berlangsung sukses.

Bagi pasukan tempur yang memiliki keahlian khusus seperti pasukan lintas udara ini, keberhasilan latihan merupakan salah satu kunci bagi kemenangan dalam pertempuran.

Kesuksesan latihan ini kembali menjadi catatan yang membanggakan mengingat beberapa pekan lalu Yonif Linud 305 juga telah melaksanakan latihan bersama dengan US Army Paratroopers 82nd dalam Joint Exercise Garuda Shield-7/2013 dengan baik dan mendapatkan pujian dalam pelaksanaannya.

  PelitaOnline  

KRI Imam Bonjol-383 Terlibat Operasi Malaka Jaya

imam-bonjol-subJAKARTA – KRI Imam Bonjol – 383 salah satu unsur dibawah kendali operasi Gugus Tempur Laut Komando Armada RI Kawasan Barat (Guspurla Koarmabar) melakukan bekal ulang (Bekul) di Dermaga pelabuhan Krueng Geukueh Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, Jumat (26/7).

Kedatangan kapal perang tersebut disambut oleh Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Lhokseumawe Letkol Laut (P) Sumartono, S.E. dan Palaksa Lanal Lhokseumawe, beserta seluruh Perwira Staf Lanal Lhokseumawe.

KRI Imam Bonjol-383 yang dikomandani Letkol Laut (P) Tomi Erizal merupakan Kapal jenis Korvet kelas Parchim dibawah Satuan Kapal Eskorta (Satkor) Komando Armada Barat (Koarmabar) yang saat ini tergabung dalam kegiatan Operasi Malaka Jaya 2013 atau Malaka Strait Sea Patrol (MSSP).

Dalam operasi tersebut, KRI Imam Bonjol – 383 melaksanakan operasi penegakkan kedaulatan dan operasi keamanan laut di perairan yuridiksi nasional Indonesia dengan daerah operasi di perairan Selat Malaka dengan skala prioritas di kawasan perairan yang memiliki kerawanan tindak pelanggaran hukum di laut.

Gelar Operasi Malaka Jaya tersebut untuk pengamanan laut yuridiksi di perairan wilayah Barat khususnya sepanjang perairan selat Malaka dan meningkatkan kesiap-siagaan unsur-unsur gelar KRI dalam rangka mendukung tugas yang emban dari Komando Atas.

Selain itu, selama berada di sektor operasi, tetap mendukung dan melaksanakan bantuan SAR di laut apabila terjadi kecelakaan di perairan wilayah Barat sesuai dengan perintah dari Komando Atas.

Selama sandar di Dermaga pelabuhan Krueng Geukueh Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, KRI Imam Bonjol-383 melaksanakan kegiatan bekal ulang (Bekul) antara lain pengisian bahan bakar, pengisian air tawar dan pembekalan bahan basah guna mendukung kegiatan operasi selanjutnya.

(dispenarmabar/sir)

Teks Gbr-KRI Imam Bonjol – 383 saat akan merapat di Dermaga pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara untuk melaksanakan bekal ulang kegiatan Operasi Malaka Jaya 2013.

  Poskota  

Bentrokan Brimob-Sabhara Rusak Citra Polri

Ketua Komisi III DPR, Gede Pasek Suardika, menilai insiden yang terjadi antara Brimob dan Sabhara Polda Jateng sangatlah memalukan. DPR meminta diberikannya sanksi tegas kepada pihak yang telah memalukan institusi tersebut. "Memalukan. Polisi merusak citranya sendiri," kata Pasek ketika dihubungi, Kamis (25/7).

Politisi Partai Demokrat itu mengungkapkan bahwa kejadian tersebut memperlihatkan atasan tidak disegani dan tidak memiliki wibawa di hadapan anak buahnya. "Apalagi urusannya karena masalah sepele," imbuh dia. Seorang komandan, menurut dia, harus memantau pergerakan anak buahnya. "Masa dibiarkan begitu saja merusak korps sendiri," tandas dia.

Anggota Komisi III DPR, Aboebakar Alhabsyi, juga menyayangkan insiden tersebut. Menurut dia, Kapolda Jateng harus segera mengambil tindakan tegas, jangan sampai kejadian serupa terulang. "Seharusnya kejadian seperti ini tidak boleh terjadi. Masak aparat dalam satu kesatuan saling serang," kata Aboebakar.

Kapoksi Fraksi PKS ini mengatakan harus ada pengondisian yang maksimal supaya tidak terjadi aksi balasan. Di sisi lain, Kapolda juga harus melakukan penyidikan mengenai penyebab dari aksi tersebut. "Reward and punishment haruslah diberikan agar memberi efek jera pada pelaku tindakan indisipliner," tandas Aboebakar.

Salah Paham

Seperti diketahui, sekelompok anggota Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda Jateng terlibat bentrokan yang berbuntut perusakan kantor Direktorat Sabhara Polri di Mijen, Jawa Tengah, Rabu (24/7), sekitar pukul 22.30 WIB. Keributan diduga dipicu salah paham dengan isi kiriman pesan singkat.

Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie, kejadian perusakan dan pemukulan yang terjadi antara Satuan Brimob dan Sabhara terjadi karena adanya kesalahpahaman. "Kejadian terjadi pada 20.30 WIB. Anggota Satuan Brimob mendatangi kantor Direktorat Sabhara dengan motor, berusaha menanyakan kiriman BBM (pesan singkat) yang mereka terima, bernuansa tidak menyenangkan, terhadap anggota Satuan Brimob. Saat bertanya, terjadi silang pendapat, sehingga terjadi pemukulan, namun sudah diatasi Kapolda Jawa Tengah," kata Ronny.

Dalam kasus tersebut, delapan orang mengalami luka-luka, empat dari Brimob dan empat dari Sabhara. Dia memerinci para korban dari pihak Sabhara ialah Bripda Irham (21) dengan luka sobek 3 cm di kaki kiri, Bripda Aditya (19) dengan luka 2 cm di kaki kanan, Bripda Anugrah Dwi (20) dengan luka sobek sepanjang 10 cm pada tangan kanan, dan Bripda Fajar Gunanto (20) dengan luka memar pada wajah akibat pukulan benda tumpul.

Adapun korban dari Satbrimobda ialah Bripda L Lukita dengan memar pada paha kanan, Bripda Setia Aji dengan luka kaki kiri, Bripda M Nur Solihin dengan memar pada bahu kanan, dan Bripda Pundi Lingga Pratama dengan luka lecet pada kaki kanan.

Dia menjelaskan anggota Brimob dan Sabhara yang terlibat kericuhan baru selesai pendidikan Bripda (Brigadir Polisi Dua) selama enam bulan. "Mereka bripda yang baru bertugas di Polda Jawa Tengah." Para anggota Brimob yang datang ke kantor Direktorat Sabhara itu awalnya menanyakan keberadaan Bripda Fahri.

"Anggota Brimob yang datang itu menanyakan Bripda Fahri sesuai pengirim BBM. Penerimanya belum diketahui, tapi 30 anggota yang datang. Ini masalah guyonan, tidak ada kaitan dengan masalah Satuan Brimob dengan Sabhara. Ini permasalahan yang sifatnya pribadi. Sumber pertama pribadi, dari Fahri pada kawannya satu letting, bukan karena beda fungsi tidak saling mengenal," tukas Ronny.

Menanggapi adanya kasus tersebut, Ronny mengatakan perlu dilatih sikap sabar di antara mereka. "Mungkin saja mereka baru melaksanakan tugas, guyonan tersebut ditanggapi dengan emosional," kata Ronny.

Dia menjelaskan pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) di polda-polda, telah diberikan untuk pengasuhan yang berikan latihan sikap mental. "Kedisiplinan juga melatih sikap mental yang bersahabat, sosial, pada kawan dan masyarakat. Pelatihan itu tidak pernah berhenti selama dia bertugas di kepolisian," tukas Ronny.

Ditanya apakah komandan dari dua satuan tersebut akan diperiksa, Ronny mengatakan untuk sementara fokus pada anggota. Yang diperiksa 30 anggota Satuan Brimob yang mendatangi Direktorat Sabhara tersebut dan anggota Sabhara yang terlibat pertengkaran.

Hingga saat ini, Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polda Jateng masih memeriksa 30 anggota Satbrimob tersebut, dan beberapa anggota Sabhara yang terlibat pertikaian dengan status sebagai saksi dan terperiksa untuk kasus pelanggaran disiplin.

  Koran Jakarta  

Australia and Indonesia Sign Memorandum of Sale for Five C-130H Hercules

RAAF C-130 Hercules (Foto thebaseleg)
Today in Perth, Indonesian Defence Minister Purnomo and I witnessed the signing of a Memorandum of Sale between Australia and Indonesia for five C 130H aircraft and associated equipment.

During my visit to Jakarta in April this year, I confirmed that the Australian Government was willing to sell five C-130H aircraft, along with a simulator and spare parts, to Indonesia at a discounted rate.

This offer was in addition to the four C-130H aircraft that Australia is currently in the process of transferring to Indonesia following discussions between our respective leaders in November 2011.

The sale of a further five C-130H transport aircraft will further enhance Indonesia’s capacity to respond to natural disasters and humanitarian crisis.

The Memorandum of Sale was signed by Australia’s Chief of the Defence Force, General Hurley, and Indonesia’s Head of Defence Facilities Agency, Rear Admiral Lubis.

The Memorandum sets out the arrangements for the sale of the five aircraft, simulator and spare parts to Indonesia.

Australia is pleased to continue to assist the development of Indonesia’s airlift capability, which will support humanitarian assistance and disaster relief operations.

The sale of these additional aircraft and associated equipment reflects the strength of the bilateral relationship between Australia and Indonesia, and the close ties between the Australian and Indonesian Defence forces.

  Aus DoD  

Bandara Polonia Dikembalikan ke TNI AU

https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRG1LfKdV5rmEYhAtUQ8o6WdDp1oBm_Sl5lAuQrb4-NDJsH3eMqMgJakarta • Bandar Udara Polonia, Medan dikembalikan kepada TNI Angkatan Udara untuk pengembangan kekuatan Pangkalan TNI Angkatan Udara. Pengembalian aset ini menyusul pemindahan bandar udara dari Polonia ke Kualanamu yang secara resmi dioperasikan.

"Dalam upaya pengembangan kemampuan alat utama sistem senjata maupun personelnya dimasa depan, TNI AU akan menggunakan asetnya di Bandar Udara Polonia Medan yang semula dioperasionalkan oleh PT Angkasa Pura II (Persero)," demikian siaran pers Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau), Marsma TNI S.B Supriyadi yang diterima Suara Karya di Jakarta, Kamis (25/7).

Sesuai dengan postur kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force/ MEF), kata Supriyadi, TNI AU akan melaksanakan penggelaran pesawat dan personel di Medan. Diantaranya, pembentukan satu wing Paskhas yang semula setingkat kompi menjadi Batalyon, satu Pusdiklat, dan satu satuan Bravo.

Selain itu, pengembangan kekuatan TNI AU melalui pemanfaatan aset bekas Bandar Udara Polonia, kata Kadispenau, untuk meningkatkan tugas pengamanan udara khususnya di Selat Malaka. "Karena itu akan ditambah satu Skadron Udara Intai Taktis dengan jenis pesawat CN-235 MPA," jelas Kadispenau.

Absasih pemanfaatan aset Polonia ditandai dengan penandatanganan tentang pinjam pakai aset antara PT. Angkasa Pura (Persero) dengan pihak TNI AU di Bandara Polonia Medan. TNI AU diwakili oleh Asisten Logistik Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Aslog KSAU) Marsda TNI Ida Bagus Anom. Sedangkan, PT. Angkasa Pura II diwakili oleh Tri S Sungkono selaku Direktur Utama.

Kadispenau menjelaskan penandatanganan ini dilakukan dalam rangka penyelenggaraan, pengelolaan, pengusahaan, pengembangan, dan pengoperasian Bandar Udara Polonia Medan untuk penerbangan sipil. Karena selama ini PT. Angkasa Pura (Persero) telah menggunakan sebagian aset tanah Pangkalan TNI AU Soewondo Medan untuk penyelenggaraan Bandar Udara.

Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, maka dilakukan penandatanganan berita acara serah terima aset dimana TNI AU diwakili oleh Kadisfaskonau Marsma TNI Mukhtar Lutfi dan pihak PT Angkasa Pura (Persero) diwakili oleh Laurensius Manurung.

Pihak Angkasa Pura menyerahkan pinjam pakai kepada TNI AU atas aset/aktiva tetap berupa tanah di ujung runway, bangunan lapangan, bangunan gedung, alat bantu navigasi, alat-alat pengangkutan, alat-alat kantor, instalasi dan jaringan, peralatan terminal dan gedung, peralatan perbengkelan, dan aktiva tetap lainnya.

  Suara Karya  

Kisah dari tempat persembunyian teroris di Tulungagung

Tulungagung - Sebagian besar warga Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, masih tak percaya dua tamu yang sehari-hari mengajar mengaji di kampung mereka adalah anggota jaringan teroris Poso yang diburu polisi.

Setelah dua terduga teroris bernama Riza dan Dayah tertembak mati di sebuah warung kopi dalam operasi Detasemen Khusus Anti-Teror (Densus) 88 Polri di Tulungagung, nama Desa Penjor jadi sering disebut.

Tidak terlalu sulit untuk mencapai perkampungan yang sempat beberapa lama disinggahi dua anggota teroris jaringan Poso ini.

Meski terpencil di lereng Gunung Wilis, perkampungan itu tidak sulit dijangkau. Jalan sepanjang menuju ke sana sudah beraspal.

Dengan sepeda motor berkecepatan normal, desa itu bisa ditempuh dalam waktu satu jam lebih dari pusat Kota Tulungagung.

Saat memasuki desa di sebelah barat laut Kota Tulungagung, aroma pegunungan langsung terasa. Hawa dingin menyeruak di antara sepoi angin yang berhembus, terasa ke dasar pori-pori kulit.

Desa itu asri, hijau, dan tenang. Dan mayoritas warganya ramah, membuat pendatang nyaman mengunjungi berkunjung.

Mungkin kultur warga pegunungan masyarakat Penjor dan sekitarnya yang membuat Riza memilih desa itu untuk bersembunyi dan mengabdikan diri sebagai pendakwah.

Tiga bulan lebih pemuda yang mengaku berasal dari daerah Gunungkidul, Yogyakarta, itu singgah di Penjor.

Mengaku jebolan salah satu pesantren di Kediri, Riza yang datang dengan niat melakukan praktik lapangan sebagai pendakwah Islam langsung diterima dengan tangan terbuka oleh komunitas Islam di Desa Penjor dan Gambiran.

Menurut penuturan Sekretaris Desa Penjor, Pranoto, keberadaan Riza cepat diterima oleh masyarakat setempat, khususnya komunitas Islam yang mayoritas anggota Muhammadiyah.

"Perilakunya baik dan di sini mengaku hanya berniat semacam PKL (praktik kerja lapangan) sebagai pendakwah atau guru ngaji, sehingga dengan cepat mendapat simpati warga," tuturnya.

Riza berhubungan baik dengan warga lokal selama tinggal tiga bulan lebih tinggal di Penjor. Ia kadang ikut kegiatan mengaji di Desa Gambiran.

Sapari (55), tokoh agama setempat dan ustad Masjid Al Jihad di Dusun Krajan, Penjor, berperan penting dalam membantu Riza beradaptasi dengan warga kampung.

"Mungkin karena terlalu baik, Pak Sapari tidak punya prasangka apa-apa mengenai motif maupun latar belakang tamunya. Beliau juga alpa melaporkan keberadaan orang asing tersebut ke desa," imbuhnya.

Kedekatan Riza dengan warga membuat sebagian warga bersedih saat dia pamit pulang untuk melanjutkan studi S-2, sepekan sebelum ia ditembak Densus 88 Antiteror di Jalan Pahlawan, Tulungagung.

Beberapa warga yang menjadi jemaah Masjid Al Jihad dan santri pengajian Al Quran di Madrasah Aisyiyah, melepas kepergian pemuda yang dikenal sebagai sosok cerdas, sabar, berpendidikan, dan agamis itu dengan kesedihan.

Riza sudah seperti anggota keluarga bagi warga di lingkungan Masjid Al Jihad maupun Madrasah Aisyiyah.

Tidak jarang Riza diundang untuk makan sahur dan berbuka puasa di rumah penduduk, termasuk keluarga Sapari.

Kecurigaan

Menurut Suparti, salah satu adik kandung Sapari, kecurigaan mulai muncul saat Riza yang telah pamit pulang untuk melanjutkan pendidikan di Bandung tiba-tiba datang lagi bersama seorang teman yang diperkenalkan dengan nama Dayah.

Orang-orang desa curiga melihat penampilan Dayah seperti pemuda urakan: berbadan kekar, rambut gimbal panjang, dan pakaian sedikit "selengekan".

"Wajahnya sangar, jadi banyak warga yang was-was, tapi tidak pernah ada yang berani bertanya," tutur Suparti.

Adik Sapari yang lain, Siwoharini, juga melihat perilaku janggal Dayah selama tiga hari dua malam menginap di desa mereka.

"Orang ini selalu membawa tas ransel kemanapun pergi. Bahkan saat shalat di masjid, tarawih, maupun sahur. Tas itu selalu dibawa dan ditaruh disampingnya seolah berisi barang yang sangat penting," tutur Siwoharini, yang dibenarkan oleh beberapa warga lain.

Meski merasa aneh, Siwoharini dan warga setempat tidak berani bertanya.

Sikap Dayah dan Riza yang selalu sopan dan bersahaja membuat warga segan untuk menanyakan hal-hal yang dianggap bukan urusan mereka.

Rasa penasaran warga terjawab setelah dua pemuda tersebut tewas tertembak dalam satu operasi penggerebekan tim Densus 88 Anti-Teror.

"Kami mendapat kabar jika mereka adalah anggota teroris yang membawa bom dalam tas ransel. Mungkin itu sebabnya tas itu selalu dibawa pemuda yang gimbal, kemanapun dia pergi dan beraktivitas," timpal suami Suparti.

Kesedihan Keluarga Sapari

Penggerebekan disertai penembakan terhadap dua terduga teroris yang kemudian diketahui sebagai Riza dan Dayah membuat warga Penjor dan Gambiran terhenyak.

Kekagetan mereka berlanjut setelah polisi menyebut dua warga Penjor dan Gambiran ikut terseret masalah, ditangkap oleh tim Densus 88 dengan tuduhan menjadi pemandu lokal komplotan teroris.

Tetangga dan keluarga merasa terpukul mendengar kabar bahwa polisi menangkap Supari, Kaur Kesra Desa Penjor, dan Mugi Hartanto (35), guru honorer yang mengajar agama Islam di SD 3 Geger, Kecamatan Sendang.

"Kami sangat terpukul mendengar kabar itu. Suami saya orang lugu, dia tidak tahu apa-apa soal terorisme maupun gerakannya," kata Sri Indartini (40), istri Sapari.

Sri mengaku baru tahu suami terseret masalah ketika polisi mendatangi rumahnya beberapa jam setelah penangkapan.

Matanya berkaca-kaca saat diminta bercerita tentang suaminya yang kini ditahan polisi entah dimana.

"Suami saya bukan teroris. Kami sama sekali tidak tahu kalau ternyata mas Dayah dan mas Rizal itu teroris," katanya.

"Waktu itu (Senin pagi, 22/7) Bapak hanya pamit mengantar mereka ke terminal bus, karena mas Riza ingin pindah dari Penjor, dan melanjutkan kuliah S-2 di Bandung," kata Sri sembari memeluk anaknya yang masih kecil.

Kesedihan juga tampak pada kedua dua adik kandung Sapari.

Mereka meminta polisi bersikap dan bertindak obyektif dalam menganalisis dugaan keterlibatan Sapari dan Mugi Hartanto dalam kejadian itu.

Menurut mereka, Sapari dan Mugi hanya warga desa biasa yang bahkan tidak pernah memiliki pemikiran Islam yang kaku, apalagi keras.

Sapari, yang sehari-hari bertani dan berkebun, tidak pernah mengajarkan jihad meski masjid mereka diberi nama Al Jihad.

"Soal itu (nama Al Jihad) ceritanya panjang, tapi yang pasti tidak berkaitan dengan masalah ini (terorisme) karena masjid tersebut dibangun sudah lama," terang Sekretaris Desa Penjor, Pranoto.

Pranoto, yang sempat mengecek langsung ke lokasi penggerebekan, mengatakan bahwa Sapari waktu itu hanya berniat mengantar tamunya pulang.

Demikian juga dengan Mugi Hartanto. Guru honorer dari Desa Gambiran, tak jauh dari Penjor, itu hanya dimintai bantuan untuk mengantar kedua tamu tersebut ke terminal Tulungagung.

Kebetulan pada saat itu Mugi akan mengurus surat-surat kendaraan bermotor.

"Mereka minta diantar ke terminal, pada pagi hari sekitar pukul 07.30 WIB. Pak Sapari hanya Ingin membantu, karena jarak Penjor ke halte bus di Tulunggung cukup jauh," ujarnya.

  ● Antara  

Strategi Dogfight

Q : Betulkah perang modern berdasarkan konsep pengambilan keputusan dalam duel udara yang dikembangkan oleh Kolonel John Boyd dari USAF?

Satria Dirgantara, Medan

Latihan Dogfight Sukhoi dengan Hornet
Saya menduga yang Anda maksudkan adalah konsep OODA Loop, sebuah konsep pengambilan keputusan hasil analisis Kolonel John Boyd seorang penerbang tempur Angkatan Udara Amerika Serikat. Perjalanan terciptanya teori ini diawali pada saat ia menjadi penerbang F-86 Sabre dan harus mengembangkan taktik menghadapi pesawat MiG-15 Korea Utara dalam Perang Korea.

Konsep yang dikenal dengan OODA Loop atau Lingkaran Observe-Orient-Decision-Action (Amati-Orientasi-Putuskan-Kerjakan). Hal ini mengacu pada keuntungan strategis seorang pengambil keputusan jika bisa menempatkan dirinya pada posisi lebih unggul dari lawannya. Dimulai dengan mendapatkan informasi terbaik melalui kemampuan mengamati situasi pertempuran dengan baik, selanjutnya bisa melakukan analisis terbaik serta kemudian mengambil keputuskan terbaik dan akhirnya bertindak sesuai keunggulan itu, dan proses ini berulang terus hingga lawan lumpuh atau kalah cepat dari kita.

Konsep OODA Loop kemudian dikembangkan tidak saja bagi pertempuran udara namun juga pada level operasional pertempuran darat, laut dan udara serta pada level strategis., Kolonel John Boyd. Teori yang mendasari OODA Loop adalah bahwa proses pengambilan keputusan di dalam pikiran kita terjadi sesuai dengan siklus berpikir melalui berulangnya kegiatan observasi, orientasi, keputusan, dan tindakan yang terjadi dalam menanggapi berbagai situasi.

Premis dasar adalah bahwa kecepatan pengambilan keputusan kita harus lebih cepat dari lawan sehingga kita bisa lebih lincah dan waspada terhadap situasi terakhir. Dengan informasi yang lengkap, analisis yang akurat, keputusan yang jelas dan tindakan yang terukur menghasilkan. Meskipun atmosfer pertempuran sangat panas namun kita memiliki emosi dan perasaan yang tenang dan pikiran dingin untuk mengambil keputusan dan bertindak secara gamblang dan meyakinkan.

Diagram di atas menggambarkan bagaimana OODA Loop bekerja dalam situasi kehidupan nyata. Masukan dari lingkungan yang didapat dari berbagai sumber informasi, digabung hasil interaksi dengan lingkungan akan mengungkap kenyataan yang dibutuhkan. Kemudian melakukan analisis atau orientasi pada situasi yang terjadi melalui proses internal individu dan perkiraan hasil pengalaman dan pelatihan.

Kemudian tahap berikutnya proses pengambilan keputusan di mana dibandingkan apakah informasi situasi dengan diolah dalam proses berpikir individu bisa mengarah pada pengambilan keputusan. Akhirnya, keputusan terbaik diaktualisasikan dalam tindakan nyata operasional. Proses berulang terus menggunakan informasi perubahan tindakan lawan yang harus didahului atau diantisipasi langkah tindakan kita. Hal penting untuk diingat bahwa proses OODA Loop menggunakan konsep umpan balik yang menjadi komponen integral dari semua tahap pemikiran dengan informasi yang terus mengalir bolak-balik antara individu dan situasi. Inilah mengapa sistem informasi dengan dasar teknologi komunikasi informasi menjadi kebutuhan mutlak dalam perang modern.

Jelas konsep berpikir OODA Loop membutuhkan kebugaran mental dan fisik yang prima. Umumnya untuk kebugaran fisik lebih dibutuhkan dalam situasi pertempuran yang sebenarnya. Sedangkan kebugaran mental dibutuhkan agar selama bertempur pembuat keputusan harus mampu selalu merebut keunggulan situasi, melalui keunggulan informasi dan keunggulan analisa untuk mampu mengambil keputusan dan bertindak dengan cepat disetiap fase konflik.

Meskipun konsep OODA Loop awalnya diperkenalkan pada militer namun ternyata sangat efektif saat diterapkan di dunia usaha juga. Alasannya adalah konsep pengambilan keputusan OODA Loop dapat digunakan untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan.

Dalam dunia bisnis sibuk, tidak ada waktu untuk kehilangan peluang dan kesempatan, terutama ketika keputusan bisnis yang cepat harus diambil segera. Konsep pengambilan keputusan OODA Loop terbukti juga memberikan dasar yang baik untuk kecepatan pengambilan keputusan bisnis. Para eksekutif bisnis modern mengadopsi konsep OODA Loop karena dengan ini mereka bisa menjaga tidak saja kemampuan kompetitif terhadap pesaing-pesaingnya, juga kemampuan kompetitif mengetahui keinginan para pelanggan atau customer-nya.

Inilah jawaban kenapa teknologi komunikasi dan sistem informasi modern sangat dibutuhkan dunia bisnis modern. Dan tentunya juga jawaban kenapa spionase bisnis dan cyber warfare juga marak didunia bisnis modern. Baik untuk memenangkan pertempuran militer atau pertempuran bisnis kebutuhan akan Informasi adalah kunci dari pengambilan keputusan yang akurat untuk mengalahkan pesaing dan merebut kemenangan.

(Kol. Pnb. Agung "Sharky" Sasongkojati)

  ● Angkasa  

Pindad Selesai Rakit Tarantula

Tanpa banyak gembar-gembor, PT. Pindad telah mengerjakan salah hajatan besar milik Kementrian Pertahanan, khususnya Kavaleri TNI-AD. Sejak awal juli, perusahaan senjata asal Bandung ini telah selesai merakit panser Tarantula yang didatangkan langsung dari Korea Selatan.


Total ada 22 unit panser Tarantula yang dibeli pemerintah Indonesia. 11 diantaranya didatangkan dalam bentuk terurai, untuk kemudian dirakit oleh PT.Pindad. Saat ARC berkunjung beberapa waktu lalu, memang bagian hull atau body panser terlihat terpisah dengan bagian turret. Tak perlu waktu lama, Pindad pun menyelesaikan tugas yang diamanatkan.

Panser Tarantula merupakan kendaraan tempur buatan Doosan DST. Ranpur ini memiliki bobot sekitar 18 ton, serta dengan senjata utama berupa meriam 90mm. Tarantula juga didesain mempunyai kemampuan amfibi. Salah satu keunggulan Ranpur ini antara lain radius beloknya yang sangat kecil.


Kontrak pengadaan panser ini telah dimulai sejak tahun 2009 lalu. Namun, proyek ini sempat agak terkatung-katung karena ada beberapa permintaan spesifikasi khusus dari pihak Indonesia.

Meski pekerjaan telah usai, belum diketahui kapan akan dilakukan serah terima. Selain itu, hingga kini pun belum diketahui kesatuan mana yang akan mendapatkan Panser ini, meski konon diperuntukan satuan kavaleri. Beberapa perwira kavaleri yang ditanya pun masih angkat bahu.

  ● ARC  

Kamis, 25 Juli 2013

Bandara Polonia Jadi Markas Pesawat Intai TNI AU

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGe_jLLqhYl0J7rBk-mvPYj-1htVz2RkWb9MLpwQROfKjhC3EliQ0D6aeUehDkdeYaPi8vTZn-RRPRbYFTYyF6FM4clCvthJiPsj98qnc5g-QaAoAuuHcosZsv8XHHJ4WL7YbgQKneyD-d/s400/art_2007118_123910.jpgSeluruh kesibukan penerbangan di Medan kini dialihkan dari Bandara Polonia ke Bandara Kuala Namu. Ke depan, lahan Bandara Polonia rencananya beralih fungsi menjadi pangkalan skuadron pesawat pengintai.

Bocoran ini disampaikan langsung Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Pangkosek Hanudnas) III Medan, Marsekal Pertama TNI Sungkono di Bandara Kuala Namu, Kamis (25/7).

"Tidak akan ada perubahan fungsi, tetap menjadi pangkalan udara. Akan ada tambahan alutsista. Di sana akan ada skuadron pesawat intai," kata Sungkono kepada wartawan.

Sungkono juga memaparkan, mulai 25 Juli 2013 seluruh areal bekas Bandara Polonia Medan itu akan disebut Pangkalan Udara (Lanud) Soewondo. Di sana rencananya akan ada tiga atau empat skuadron pesawat pengintai. "Lahannya kan cukup luas, bisa tiga atau empat skuadron," jelasnya.

Sungkono memaparkan, salah satu pertimbangan menempatkan skuadron pesawat pengintai di Lanud Suwondo adalah posisinya yang dinilai sangat strategis.

Ketika ditanya keberadaan perumahan, termasuk water park, di sekeliling Lanud itu, Sungkono menyatakan hal itu tidak akan mengganggu. "Itu tidak masalah," katanya.

Pesawat-pesawat yang terbang dari Lanud Soewondo tetap akan dikoordinasikan dan dikontrol dari Bandara Kuala Namu. "Sama seperti di tempat-tempat lain," ucapnya.

Pria dengan satu bintang di pundak ini menyatakan rencana penempatan skuadron pesawat pengintai di Lanud Soewondo itu, diperkirakan terealisasi tahun depan. Seiring proses itu, mereka sudah merampungkan dokumen serah terima aset dari Angkasa Pura II ke TNI AU. "Sudah lengkap dokumennya," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan mengaku mengetahui rencana TNI AU atas lahan Bandara Polonia yang sudah ditutup dari aktivitas penerbangan komersil. Tapi, dia juga mengaku merahasiakannya.

"Menjadi milik TNI AU. Selanjutnya terserah TNI AU mau dijadikan apa, karena itu bukan wilayah saya. Saya tahu akan mereka jadikan apa, tapi saya tidak akan bilang," ucap Dahlan sebelum menyambut kedatangan pesawat penumpang terakhir yang mendarat di Bandara Polonia, Medan, Rabu (24/7) tengah malam.

   Merdeka  

Latihan Kerjasama Taktis KRI Ahmad Yani – 351 dan KRI dr. Suharso – 990 di perairan Ambon

Kondusifnya stabilitas keamanan negara bukan berarti waktu bertopang dagu bagi prajurit, namun berpedoman pada “Jika ingin damai kita harus siap berperang” menjadi acuan pembinaan yang dilaksanakan agar stamina, profesionaliltas, mentalitas dan moralitas tetap terpelihara guna mengantisipasi berbagai kemungkinan dan tugas yang akan diemban.

Pelaksanaan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan bagi prajurit KRI Ahmad Yani – 351 sama seperti tahun – tahun sebelumnya yaitu dilaksanakan diluar pangkalan dan jauh dari keluarga tercinta, namun hal tersebut tidak menjadi penghambat untuk tetap semangat dalam melaksanakan tugas yang sedang diemban yaitu “Operasi Taring Hiu 2013”.

Kekhusukhan puasa bertambah dengan dilaksanakannya kegiatan taraweh bersama di kapal saat berlayar dan kauseri agama yang dilaksanakan secara periodik. Saat sandar di Ambon dukungan yang diberikan Lantamal IX sangat baik bagi KRI berkaitan Dukungan 4 R (replenishment, recreation, refueling, repair) yang didukung berbagai fasilitas dan kondisi lingkungan yang sangat nyaman bagi unsur – unsur di daerah operasi. Undangan malam akrab, shalat taraweh dan buka bersama Komandan Lantamal IX, Laksamana Pertama TNI Asep Burhanudin kepada unsur – unsur yang sandar di Ambon menunjukkan besarnya perhatian terhadap KRI sebagai garda terdepan TNI Angkatan Laut yang sedang melaksanakan tugas.


Kesiapan teknis dan moril pasukan sangat mendukung performa kapal perang, setelah melaksanakan pemantapan kondisi teknis di Ambon, KRI Ahmad Yani – 351 dan KRI DR. Suharso – 990 melaksanakan Passex sebelum menempati sektor patroli dan misinya masing – masing. Semangat berlatih harus selalu dikobarkan di masa damai sehingga profesionalitas prajurit selalu terasah.

Latihan dimulai koordinasi penyusunan OCS Plan yang dilaksanakan oleh perwira kedua kapal sehingga dalam pelaksanaan di lapangan serial – serial yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kerugian personel maupun material. Kegiatan manuver lapangan dilaksanakan dimulai saat communication ceck, leaving harbour, Rasap (RAS approach), flag hoist, flashex dan saat break away dilanjutkan tactical manuver (Tacman). Walaupun di tengah – tengah hembusan angin dan cuaca mendung seluruh kegiatan berjalan lancar, kedua Komandan KRI tersebut, Letkol Laut (P) Yayan Sofiyan, S.T., (Komandan KRI Ahmad Yani – 351) dan Letkol Laut (P) Putu Darjatna (Komandan KRI Dr. Suharso – 990) menyatakan kekagumannya atas pencapaian hasil latihan yang dilaksanakan.

Selain kegiatan manuver lapangan di laut, kegiatan harbour phase kedua kapal dari jajaran Koarmatim juga melaksanakan berbagai aktivitas bersama yang berorientasi untuk mempertahankan ketangkasan prajurit di antaranya adalah olah raga bersama dengan menggelar pertandingan persahabatan kedua kesebelasan sepak bola yang dimenangkan oleh Tim kesebelasan sepak bola KRI Ahmad Yani – 351 di bawah asuhan pelatih Koptu SAA Yeristo Totoda dan manager kesebelasan Kapten Laut (P) Lutfi.

   Koarmatim