Senin, 03 Februari 2014

AS Pantau Warga Indonesia yang Ikut Konflik di Suriah

 AS khawatir mereka bisa berubah radikal dan sebar radikalisme ke RI  

Pasukan pemberontak anti rezim Assad di Suriah
Pemerintah Amerika Serikat mengaku terus memantau Warga Negara Indonesia, yang berangkat ke Suriah untuk ikut terlibat di negeri konflik tersebut. AS khawatir, saat berada di Suriah, para WNI tersebut bisa berubah menjadi radikal dan menyebar paham radikalisme ke Indonesia.

Demikian ungkap Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O Blake Jr., hari ini. Blake menyebut isu di Suriah itu kini menjadi salah satu prioritas kerjasama Pemerintah AS dan Indonesia.

Dia tidak mengungkapkan lebih lanjut soal bagaimana AS memantau para WNI yang terlibat dalam perang saudara di Suriah. Begitu pula dia tidak mengungkapkan berapa banyak WNI yang terlibat di medan konflik antara pasukan rezim Bashar al-Assad dengan kubu pemberontak.

Kendati demikian, Blake mengakui cukup banyak hal siginifikan dalam hal penanganan aksi teror yang dicapai oleh Pemerintah RI dalam kurun waktu hampir 12 tahun lalu, sejak kasus pengeboman Bali terjadi di tahun 2002 silam.

Kekhawatiran itu sesuai dengan laporan yang dipublikasikan oleh Institut Analisa Kebijakan Konflik (IPA) pada pekan lalu menyebut warga Indonesia yang kini berjuang di Suriah dapat menghidupkan kembali kelompok militan untuk menebar teror di Indonesia.

Sebuah data yang dilansir dalam laporan setebal 13 halaman itu menyebut jumlah Warga Negara Indonesia yang kini berada di Suriah sekitar 50 orang. Data ini diperoleh IPA dari Kementerian Luar Negeri pada Desember 2013.

"Namun, jumlah ini bisa terus bertambah. Tim pemberi bantuan kemanusiaan ikut terlihat memfasilitasi masuknya para pejuang itu ke Suriah," ungkap pengamat tindak teror, Sidney Jones, yang memimpin institut tersebut.

Menurut IPA keterlibatan warga Indonesia dalam peperangan di Suriah dapat berdampak secara domestik.

Bagi mereka yang kembali dari Suriah, dikhawatirkan dapat menanamkan kehidupan dan kepemimpinan baru dalam gerakan teror yang kini mulai melemah. Mereka, bahkan dapat kembali menghubungkan Indonesia kepada gerakan jihad global yang sebagian besar telah runtuh sejak pemimpin gembong teroris, Noordin M. Top tewas di tangan polisi anti teror densus 88.(sj)

  Vivanews 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.