Sabtu, 22 Februari 2014

DPR Setujui Perjanjian Internasional Penanggulangan Terorisme Nuklir

Komisi I DPR menyetujui perjanjian International Convention for the Suppression of Act of Nuclear Terrorism. DPR meluluskan permintaan pemerintah untuk meratifikasi perjanjian tersebut.

Jakarta
Komisi I DPR setuju meratifikasi perjanjian International Convention for the Suppression of Act of Nuclear Terrorism atau Konvensi internasional tentang Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir.

Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, fraksi-fraksi di DPR umumnya sepakat mengusung RUU tersebut ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

"Rencananya, Selasa depan ( 25/2) kita usulkan dibawa dalam sidang paripurna untuk persetujuan tingkat II atau disahkan menjadi UU. Dengan demikian, Indonesia resmi bergabung dengan negara lain yang lebih dahulu meratifikasi perjanjian ini," ujar Agus Gumiwang di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (19/2).

Menurut Agus, ratifikasi ini merupakan komitmen negara untuk melindungi rakyat terhadap bahaya nuklir, radioaktif, dan uranium dari serangan kelompok teroris bersenjatakan nuklir. Ini juga komitmen Indonesia mewujudkan perdamaian dunia.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri meminta dukungan Komisi I DPR untuk mencegah kepemilikan bahan nuklir dan zat radioaktif dengan segera meratifikasi perjanjian International Convention for the Suppression of Act of Nuclear Terrorism.

Permintaan Izin Kepemilikan Bahan Nuklir Terus Meningkat

Pemerintah mencatat, permintaan izin kepemilikan bahan nuklir dan zat radioaktif terus meningkat. Sebab itulah, pemerintah mendorong DPR meratifikasi konvensi soal penanggulangan terorisme nuklir guna menghindari penyalahgunaan zat itu.

Pemerintah bernapas lega setelah DPR menyetujui ratifikasi Konvensi Internasional Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir (International Convention for the Suppression of Act of Nuclear Terrorism), Rabu (19/2).

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, ratifikasi itu sejalan merupakan wujud komitmen Indonesia untuk melaksanakan ketertiban dunia sesuai amanat Pembukaan UUD 1945. Persetujuan DPR itu melengkapi upaya Indonesia menjadi pelopor perumusan traktat kawasan bebas senjata nuklir di Asia Tenggara. Selanjutnya, pemerintah akan membuat aturan pelaksanaannya.

"Sebagai anggota PBB dan bagian masyarakat internasional, Indonesia mesti turut menanggulangi terorisme nuklir, termasuk mencegah kepemilikan bahan nuklir dan zat radioaktif secara tidak sah," kata Marty Natalegawa di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (19/2).

Menurut Marty, ratifikasi itu perlu untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan bahan dan teknologi nuklir, termasuk zat radioaktfif, oleh pihak tak bertanggung jawab. Indonesia sebagai negara kepulauan terbilang rentan menjadi lalu lintas pergerakan bahan nuklir dan radioaktif.

"Karena itu, dibutuhkan pengaturan dan pengawasan ketat agar Indonesia tak mudah dijadikan target dari terorisme nuklir," katanya.

Indonesia juga perlu meratifikasi perjanjian itu karena potensi ekonomi dalam bahan nuklir dan radioaktif dapat dimanfaatkan untuk sektor industri, penelitian, kesehatan, dan tujuan lainnya yang bersifat damai.

Marty mengungkapkan, belakangan terjadi peningkatan permohonan izin untuk penggunaan zat radioaktif. Dari semula terdapat 3.964 izin bagi 822 instansi pada 2002, kini meningkat jadi 11.174 untuk 2.063 instansi pada 2013. Angka ini bakal terus bertambah seiring tumbuhnya perekonomian.

"Peningkatan izin kepemilikan bahan nuklir dan zat radioaktif bagi industri membuat pemerintah merasa perlu untuk mengatur soal nuklir secara komprehensif," katanya.


  ♞ Jurnamen  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.