Jumat, 28 Februari 2014

Kisah Heroik Insiden Hotel Yamato

Surabaya Hotel ini didirikan pertama kali oleh Sarkies Bersaudara, kelompok konglomerat hotel asal Armenia, 1910. Konon, pada masa kejayaannya tempat penginapan termewah di Surabaya, kala itu pernah diinapi Charlie Chaplin dan Paulette Goddard. Nama Oranje, merujuk pada keluarga bangsawan Belanda yang berkuasa di Surabaya kala itu. Nama ini kemudian diubah menjadi Hotel Yamato pada 1942, setelah Jepang mulai berkuasa di Indonesia.

Hotel Yamato

Di tempat ini terjadi peristiwa besar yang disebut dengan "Insiden Hotel Yamato", 19 September 1945. Saat itu terjadi peristiwa perobekkan bendera Belanda (merah-putih-biru) menjadi Merah-Putih (bendera Indonesia). Jadi, setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan Soekarno-Hatta, ada maklumat Presiden Soekarno untuk mengibarkan bendera negara di seluruh wilayah Indonesia, 31 Agustus 1945.

Maklumat ini memicu kemarahan Belanda di bawah Ploegman dan mau menegaskan kalau Indonesia masih di bawah kendali mereka. Caranya, dengan mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) di tiang utara, tingkat teratas Hotel Yamato.

Prasasti ditanam di dinding Hotel Majapahit, menandai sejarah yang terjadi di tempat ini.{Agung Kurniawan}

Keesokan hari para pemuda Surabaya melihat dan menjadi marah, karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, dan dianggap mau mengembalikan kekuasan kembali di Indonesia, serta melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.

Kronologi

Akhirnya, Residen Sudirman, pejuang dan diplomat yang menjawab sebagai Wakil Pemerintahan Indonesia masuk ke dalam Hotel dikawal Sidik dan Hariyono. Mereka mencoba berunding meminta agar Ploegman menurunkan bendera Belanda. Tapi, Ploegman menolak dan tidak mengakui kedaulatan Indonesia.

Perundingan semakin memanas, sampai akhirnya Ploegman mengeluarkan pistol dan memicu perkelahian dalam ruang perundingan. Ploegman tewas dicekik Sidik, yang kemudian juga terbunuh oleh tentara Belanda yang bersiaga. Sementara, Sudirman dan Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato.

Di luar hotel, para pemuda mengetahui perundingan tidak berjalan lancar, langsung mendobrak masuk dan terjadi perkelahian di lobi hotel. Sebagian pemuda berebut naik ke atas hotel untuk menurunkan bendera Belanda.

Hariyono yang semula bersama Sudirman kembali ke dalam hotel dan ikut memanjat tiang bendera bersama Kusno Wibowo. Mereka kemudian berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek bagian birunya, dan mengereknya kembali ke puncak tiang.

Hotel Majapahit dulunya bernama Hotel Oranje dan diubah jadi Yamato. 10 November [Agung Kurniawan]

Tentara Inggris yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI), atas keputusan Blok Sekutu, ditugasi melucuti tentara Jepang, membebaskan tawanan perang yang ditahan, dan memulangkan kembali mereka kembali ke negaranya. Tapi, ternyata AFNEI juga punya misi mengembalikan Indonesia ke tangan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda, melalui organisasi Netherlands Indies Civil Administration (NICA).

Mengetahui rencana licik ini, semakin memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA. Insiden Hoten Yamato juga memicu terjadinya pertempuran pertama antara Indonesia dengan tentara sekutu Inggris (ANFEI), pada 27 Oktober 1945.

Beberapa serangan kecil antara kedua belah pihak (Inggris maupun pejuang Indonesia) kerap terjadi dan terus memburuk. Memperbesar banyaknya jumlah korban jiwa yang berjatuhan, baik dari penjuang Indonesia maupun dari tentara sekutu Inggris. Melihat ini, pimpinan Inggris kala itu Jenderal DC Hawthorn meminta bantuan Soekarno untuk meredakan kondisi dengan gencatan senjata.

Jembatan Merah

Penandatangan kesepakatan gencatan senjata ditandatangani kedua belah pihak, 29 Oktober 1945. Kondisi berangsur-angsur mulai mereda, tetapi masih terjadi beberapa bentrokkan bersenjata di lapangan, antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya.

Klimaks Inggris memuncak ketika terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur, 30 Oktober 1945. Sekitar pukul 20.30, Mallaby yang tengah bekendara di jalan berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia. Salah paham kemudian memicu bentrok kedua pihak, sampai terjadi baku tembak. Mallaby terbunuh oleh tembakkan pistol salah seorang pemuda Indonesia. Mobil yang digunakkannya terbakar kena ledakkan granat sampai jenazah Mallaby sulit dikenali.

Pihak Inggris geram, di bawah Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh (pengganti Mallaby) mengeluarkan ultimatum yang isinya, menuntut Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA. Batas ultimatum ditetapkan 10 November 1945, pukul 06.00 atau mengancam akan membumi hanguskan Surabaya.

Keinginan Inggris dianggap sebagai penghinaan pada keadulatan Indonesia yang baru memproklamasikan kemerdekaan. Melalui institusi resmi, Tentara Keamanan Rakyat (TKR), atau organisasi perjuangan bersenjata yang dibentuk masyarakat, termasuk santri para ulama ternama bergabung bersama ikut menentang ultimatum itu.

Serangan Skala Besar

10 November, tentara Inggris mulai melancarkan serangan skala besar, mulai dari pengeboman melalui udara ke gedung-gedung pemerintahan dan menggerakkan 30.000 infrantri, pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Inggris terus membombardir Surabaya dengan bomnya.

Perlawanan pejuang dan masyarakat Indonesia bukannya surut tapi justru semakin membara. Inggris yang semula menargetkan bisa menaklukkan Surabaya dalam tiga hari, tapi baru berakhir berminggu-minggu lamanya, sampai akhirnya Surabaya jatuh ke tangan Inggris. Pertempuran itu kabarnya mengakibatkan belasan ribu pejuang Indonesia tewas dan mendesak 200.000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Ribuan pasukan Inggris juga mengalami hal sama.

Sejarah itu selalu dikenang Indonesia karena mencerminkan semangat pejuang untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya korban jiwa yang melayang karena pertempuran ini yang dimulai 10 November (1945), kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan dan sampai kini melekat di Surabaya, sampai sekarang.

Dari sejarah ini banyak yang bisa dipelajari, tentang bagaimana para pahlawan menjaga kemerdekaan dengan mengorbankan segalanya termasuk nyawa dirinya. Sudah tugas kita sebagai penerus untuk menghargai dan menjaga apa yang telah mereka perjuangkan. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengharumkan nama bangsa dengan segudang prestasi. Termasuk menggunakan produk-produk yang berasal dan dibuat oleh Anak Negeri.

  ♞ Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.