Kamis, 17 Juli 2014

BEHIND ENEMY LINES : Tim Umi [2]

The Legend of Blue Jeans Soldier https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1mIdCDeQ_5bQ8W2IXMVNZyLgmAFCisiEr6m8jOs4idWIdOGBTcdmHG0T72vyQKhQZvdBa4FCmOxCjVU7FSmzyzdzdK43xPUYce6TUdo1hujnMVFi0h_QAw5RogCki1f4f1H6ejYMK4j4Q/s1600/Pataka_Frame.pngJudul diatas merupakan identitas dari Satuan Tugas Khusus yang dibentuk dalam Operasi Flamboyan. Satgas yang beranggotakan 100an personel Baret Merah ini dipimpin oleh Mayor Brandon, dibagi dan dikembangkan menjadi 3 tim dengan nama sandi wanita yaitu Tim Susi, Tim Umi, dan Tim Tuti. Tim Susi dipimpin langsung oleh Komandan Satgas Mayor Brandon dengan Wadan Kapten Jeany. Tim Tuti dipimpin Mayor Patrice dengan Wadan Kapten Prince, dan Tim Umi dipimpin oleh Mayor Leo dengan Wadan Kapten Mannix.

Ketiga Komandan adalah lulusan AMN 1965 sedangkan para Wadannya lulusan AMN 1968. Pemilihan anggota tim dilakukan secara cermat dan seleksi ketat. Mereka umumnya direkrut dari Satuan Sandiyudha Grup 4 yang kala itu dipimpin Kolonel Inf. Edi Sudrajat, pengecualian bagi Kapten Mannix yang merupakan BKO dari Satuan Grup 2 Parako/Kopassandha Magelang.

Operasi Flamboyan dipimpin oleh Kolonel Jonas dan wakilnya Letkol Sergio serta asisten operasi Mayor Patricia. Tim Susi, Umi dan Tuti sebagai pelaku limited combat intellingence disusupkan dengan tidak berstatus personel militer, tetapi sukarelawan dengan identitas kaos oblong dan blue jeans. Operasi intelijen tempur terbatas ini sangat penting untuk mengetahui kondisi dan situasi lapangan dalam rangka menetukan gerakan pasukan yang lebih besar mana diperlukan. Operasi ini juga mendapat dukungan dari sukarelawan lokal yang berkeinginan untuk berintegrasi kedalam NKRI.

Pusat komando berada di Motaain dan ketiga tim disebar menyusup ke wilayah Timor Portugis dengan berbagai samaran profesi, dari pedagang kuda, pekerja listrik, pelajar, mahasiswa dan sebagainya. Danjen Kopassandha ketika itu Mayjen TNI Yogie S Memed selalu memberi nama Nanggala dalam setiap satuan tugas (Tim RPKAD yang diseludupkan dari KS Whiskey di dekat Jayapura dalam Trikora di tahun 1962 dinamakan Nanggala 1) dalam setiap penugasan operasi intelijen tempur yang dilakukan Sandiyudha. Tim Susi Kopassandha Grup 4 diberi nama Nanggala 2, Tim Tuti Nanggala 3, dan Tim Umi Nanggala 4. Akibat kurangnya personel, maka Tim Tuti dan Umi masing-masing terdiri dari dua Prayudha Kopassandha dan dua Peleton Parako.

Saat Timor Portugis dalam keadaan kacau balau dan terjadi eksodus besar-besaran, pemerintah Portugis sendiri meminta Pemerintah Indonesia mengungsikan warga asing dan Portugis dari Dilli. Pihak Indonesia kemudian merespon dengan mengirimkan KRI Mongisidi dan Satgas dibawah pimpinan Kolonel Laut Subiyakto. Namun saat upaya pengungsian warga asing dari Dilli hendak dilakukan, tiba-tiba Gubernur Lemos Peres mengeluarkan perintah yang meminta KRI Mongisidi segera meninggalkan Dilli.

Tindakan Lemos Peres tersebut sangat disayangkan oleh Indonesia dan mendapat protes keras dari pihak AS dan Australia. Saat itu masih banyak warga asing yang ketinggalan, bahkan staf Konsulat Indonesia di Dilli juga tidak sempat naik kapal sehingga terpaksa melalui perjalanan darat dengan kawalan beberapa personil Marinir AL melalui jalur darat, dalam perjalanan yang menegangkan selama lima hari sebelum tiba di perbatasan.

Tim Susi dan komandannya Mayor Brandon disusupkan lebih awal. Sementara Tim Umi pimpinan Mayor Leo dan wakilnya Kapten Mannix menyusul kemudian. Semua direncanakan akan lebih dulu menyusup melalui Kefamenanu untuk menguasai Ambeno, sebuah wilayah Timor Portugis yang terpisah didekat wilayah Timor Barat NTB, namun rencana ini dibatalkan. Tim Umi kemudian diperintahkan melanjutkan perjalanan ke Motaain. Di Motaain ada beberapa eks Tropaz antara lain Rully Lopez dan dua penterjemah Alex dan Fong bergabung dengan Tim Umi. Tim Umi langsung dialihkan untuk menyusup jauh kedalam pedalaman di selatan Viquque.

Untuk menuju pegunungan diselatan Viqueque tersebut mereka harus memutar lewat laut di Motaain menuju Viqueque, dengan mengitari Pulau Timor Barat (NTB) dari Laut Sawu menuju Laut Timor. Merekapun berlayar dengan kapal TNI-AL dan setelah sejam lebih berlayar, tiba-tiba muncul sebuah heli Bolkow yang disewa dari Pelita Air Services terbang rendah mendekat. Perwira yang duduk di samping pilot heli memberikan isyarat tangan, mengacungkan tiga jari lalu menempelkan ketiga jari dipundak dan menunjuk kepantai. Kini pahamlah Mannix bahwa isyarat tersebut ditujukan kepadanya dan diharuskan merapat ke pantai. Mannix dengan mengendarai sebuah speedboat meluncur ke pantai, dan disana ia mendapat info bahwa penyusupan ke Viqueque dibatalkan dan mereka diarahkan kembali ke Atambua, untuk selanjutnya dialihkan ke perbatasan sektor selatan di Kotabot.

Berhubung eskalasi yang semakin meningkat dan keterbatasan anggota, Tim Umi dibagi masing-masing 50 personil. Komandan Mayor Leo menyusup ke Tilomar sedangkan Tim Umi sisanya dibawah pimpinan Kapten Mannix menyusup lebih jauh lagi sekitar 60km ke Suai, kota diwilayah Timor Portugis. Inilah penetrasi terjauh dalam operasi Flamboyan. Ke 50 personil Tim Umi Kapten Mannix terdiri dari 40 personil Kopassandha, 8 eks Tropaz dan 2 penterjemah termasuk Rully Lopez. Dalam perjalanan menuju Suai, tim ini sudah mendapat banyak hambatan. Selain mereka harus menghindari pertemuan dengan penduduk, juga medannya terasa sangat berat, jauh dari gambaran semua yang diberikan para eks Tropaz dalam Tim Umi Mannix.

Kisah penyusupan Tim kecil ini ke Suai tidak ubahnya seperti adegan film-film perang Hollywood, seru, menegangkan dan spektakuler.
Hit, Run & Escape Saat menjelang tengah malam ketika sudah mendekati Suai mereka tiba disuatu titik pencar yang nantinya saat pelolosan kembali akan menjadi Titik Kumpul 1. Ditempat ini, Mannix membagi dua pasukannya karena adanya dua sasaran yang akan diserang, yakini sebuah Markas Polisi Militer dan Markas Tropaz. Sebelum berpencar, Mannix mewanti-wanti bahwa tidak boleh ada tembakan sebelum dia memberi isyarat, dan jam D adalah 24.00 tepat tengah malam. Sebagian pasukan dibawah pimpinan Lettu Pauline bergerak menuju sasaran markas CPM melewati medan yang relatif landai dan pada titik tertentu ada jalanan setapak. Sedangkan separuh lagi dibawah Kapten Mannix bergerak menuju markas Tropaz yang medannya berat, melalui cekungan lembah dan rimba yang banyak sekali durinya.

Sebelumnya, Rully Lopez menggambarkan sasaran markas Tropaz akan dapat dicapai dalam tempo sekitar 15 menit, ternyata karena medan yang berat baru dapat dicapai dalam 1 jam. Sehingga, jam D diundur menjadi 01.00. Sementara pasukan yang dipimpin Lettu Pauline sudah lebih dulu mencapai sasarannya dan menunggu isyarat dari Mannix. Praktek begini wajar, karena apabila tim Lettu Pauline membuka tembakan sedangkan tim Mannix belum juga mencapai sasarannya atau masih berada di lembah terjal tentu bisa membahayakan pasukan kawan apalagi dalam jauh wilayah musuh.

Ketika tim Kapten Mannix sudah mencapai titik serangan, isyarat pun dilepaskan. Dengan sigap dan serempak Tim Umi A dan Tim Umi B melancarkan serangan ke sasaran masing-masing. Tembak menembak berlangsung seru, sekali-kali diselingi ledakan granat dan rocket launcher, pihak yang diserang ternyata memberikan perlawanan sengit. Tembak menembak sudah berlangsung sekitar 20 menit, dan Kapten Mannix kemudian memberikan isyarat agar mundur sesuai strategi hit and run yang diterapkan. Kedua tim pun bergegas menjauh kembali secepatnya menuju Titik Kumpul 1. Karena faktor medan dan jarak, tim Lettu Pauline tiba terlebih dulu dan berhubung tim Kapten Mannix belum juga muncul, Pauline menggerakkan pasukannya bergeser menuju Titik Kumpul 2, sesuai kordinasi yang sudah digariskan Wadan Tim Umi Kapten Mannix.

Tidak lama berselang tim Mannix tiba di Titik Kumpul 1 yang baru saja ditinggalkan oleh Pauline dan pasukannya. Disini diadakan konsolidasi sejenak, ternyata dua orang anggotanya terluka. Sertu Parman seorang penembak Launcher tertembak di betis, sedangkan pembantunya Serda Sarwono tertembak jari manisnya sehingga hampir copot. Seorang Dan Unit kemudian memapah Parman kearah sebuah pohon sebagai tempat berlindung dan berpesan agar Parman tidak kemana-mana. "Kamu tunggu disini, saya cari teman, nanti kami jemput" pesan Dan Unit kepada Parman. Saat itu, temaram pagi sudah mulai merekah dan menjelang pagi.

Mannix yang masih memeriksa dan konsolidasi anak buahnya kemudian menemukan 4 lagi anak buahnya yang luka tembak. Kemudian Mannix memerintahkan untuk bergerak dan sebelumnya menjemput Parman dan Sarwono yang ditinggalkan di bawah pohon di atas bukit. Ketika dicari, ternyata keduanya sudah bergeser meninggalkan tempatnya, entah kemana.

Sementara rentetan tembakan terdengar semakin mendekat, rupanya Tropaz memburu mereka. Pencarian kemudian dihentikan dan mereka ditinggal, selanjutnya Mannix membawa sisa anak buahnya bergerak menuju Titik Kumpul 2, sambil tetap dalam kejaran Tropaz yang memburu dibelakang. Dalam upaya menghindari kejaran musuh, Tim Umi B kembali terlibat kontak sengit dengan pemburunya. Rupanya Fretilin dan Tropaz melancarkan perburuan besar-besaran, akibatnya tidak dapat dilaksanakan linked up antara Tim Umi A Kapten Mannix dan Tim Umi B Lettu Pauline. Tim Kapten Mannix yang berada dibelakang menjadi sasaran perburuan Tropaz, sementara tim Lettu Pauline sudah mencapai Titik Kumpul 2. Mereka sudah berada diseberang perbukitan.(Belakangan kemudian diketahui Sertu Parman yang keadaan terluka tertangkap dan dieksekusi oleh Fretilin, sementara Serda Sarwono yang juga terluka tidak jelas keberadaannya).
Berjuang Untuk Mencapai Perbatasan Hari sudah pagi, matahari sudah menembus temaramnya rimba dan bukit bukau, namun pergerakan escape Kapten Mannix dan tim nya menjadi agak terhambat, sementara dibelakang musuh masih terus memburu. Tim Umi A gerakannya agak melamban karena harus membopong 4 rekan mereka yang terluka. Dalam teori Spesial Force pada penugasan yang dimaklumi oleh semua personil komando, jika anggota terluka menjadi beban dan bisa membahayakan anggota lainnya 'tembakan wajib' diberi saja supaya tidak lagi jadi beban. Bahkan para senior Mannix yang dihubungi via radio menyarankan agar yang luka ditinggal saja agar tidak menghambat pelolosan. Tapi Mannix tidak tega melakukannya karena dia bertekad dan yakin bisa menyelamatkan ke empat anak buahnya itu. Mannix dan anggota nya bergantian membopong rekan mereka yang terluka, sambil masing-masing tetap dengan senjata ditangan, sementara ajudan nya membawa ransel-ransel.

Ditengah gempuran pasukan musuh yang terus mengejar, sisa tim yang tidak cedera melakukan perlawanan dan melindung punggung rekan mereka di depan. Ketika tiba di suatu tempat yang cukup jauh dari kejaran musuh, keempat anggota yang terluka tersebut menyadari dengan sadar bahwa mereka hanyalah beban bagi pelolosan tim dan memperlambat gerakan pasukan. Mereka pun meminta kepada Mannix agar ditinggal saja. Anggota yang dipapah Mannix, seorang Letnan Dua meminta supaya dia ditinggal saja, senjatanya dikokangkan, dibekali granat dimana jika dia tertangkap akan berjibaku meledakkan granat tersebut ditengah-tengah musuh.

"Ijin ndan, mohon saya ditinggal saja, saya hanya menghalangi gerakan ndan" kata anggotanya dengan suara lemas. Letda tersebut terluka dirusuk kiri oleh tembakan pengejaran musuh. Namun Mannix meyakinkan, "Tidak! Kamu bisa saya selamatkan. Tetap sadar, dan kuatkan dirimu. Semoga kita berhasil tiba di perbatasan!"

Mereka pun terus bergerak menuju arah barat. Hari sudah semakin meninggi, perut juga keroncongan, rasa lapar dan haus sangat mulai terasa. Tiba disuatu tempat yang relatif aman dari jangkauan para pengejar, disebuah lembah dimana terdapat mata air yang kelihatannya sangat bening, mereka pun beristirahat. Setelah minum sejenak, anak buah Mannix mulai memasak. Sementara itu, Mannix membuka hubungan radio, berkomunikasi dengan markas aju di Atambua, menghubungi pimpinan Ops Flamboyan Kolonel Jonas meminta bantuan evakuasi helikopter. Tidak lama heli penjemput pun datang, namun terbang tinggi karena khawatir ditembaki musuh dari bawah. Walaupun Kapten Mannix dan anak buahnya sudah membuat segi lima asap, awak heli tetap tidak bisa menemukan lokasi mereka karena terbang terlalu tinggi. Akhirnya heli evakuasi memutuskan kembali ke Atambua tanpa hasil. Mannix dan anak buahnya tersenyum kecut.

Mannix pantang menyerah. Dihubunginya lagi Kolonel Jonas meminta dikirimi ulang heli untuk evakuasi keempat anggotanya yang terluka, dan permintaan ini pun dengan cepat terpenuhi. Kini yang mengudara sebuah heli sipil dengan pilot Bambang Irawan, seorang pilot Pelita Air milik Pertamina yang disewa. Dalam hal ini, Major Patricia yang bertugas sebagai Kasiops Flamboyan ikut serta. Namun kendati sudah terbang rendah, mereka tidak juga menepukan titik asap yang dibuat Kapten Mannix dan anak buahnya. Akhirnya, Mannix pun terpaksa menembakkan pistol dengan tebakan isyarat berwarna hijau. Melalui radio Mannix bertanya apakah mereka sudah meliat isyarat yang dibuatnya. "Ya kami sudah lihat, sudah lihat!" Kata Pilot dan Major Patricia. Namun dilain pihak, tembakan isyarat yang dilepaskan oleh Mannix jadi bumerang, menunjukkan lokasi tempat DZ dan pasukannya oleh musuh. Tropaz pun berusaha mengejar mendekati lokasi DZ.

☆ Ditulis oleh Samuel Tirta (kaskuser) dari berbagai sumber

  Kaksus  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.