Selasa, 15 Juli 2014

☆ Laksamana Madya R. Soebijakto, Perintis Modernisasi TNI AL

Laksamana Madya R. Soebijakto. (Foto: TNI AL)

L
aksamana Madya R. Soebijakto, lahir di Banyumas, 14 April 1917. Seorang pimpinan tertinggi angkatan laut Indonesia periode 1948-1959 dan perintis TNI AL modern.

Di awal tahun 1948, ada kebijakan pemerintah yang disebut Reorganisasi dan Rasionalisasi (Rera) kekuatan TNI. Kebijakan pembenahan dan penyusunan kembali kekuatan TNI, melingkupi seluruh matra.

Angkatan laut pun turut menjalankan kebijakan tersebut. Rera di lingkungan TNI AL (dulu ALRI) dilaksanakan oleh Komisi Reorganisasi ALRI (KRAL) yang diketuai R. Soebijakto.

Penunjukan dirinya sebagai ketua KRAL oleh Bung Hatta bukan faktor kedekatan emosional. Pasalnya, Bung Hatta yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan ialah iparnya. R.Soebijakto masih memiliki hubungan saudara dengan Rahmi Hatta, istri Bung Hatta.

Kasubdis Sejarah Dipenal Kolonel Laut (P) Roni E Turangan menuturkan, R. Soebijakto memiliki kemampuan, pengetahuan, serta pengalaman sebagai prajurit jebolan Koninklijke Marine (angkatan laut Belanda), sehingga tahu betul keorganisasian angkatan laut.

Sejak 1937, dia sudah menamatkan pendidikannya di KIM-V dan mulai aktif berdinas di angkatan laut Belanda pada 1 April 1941. Dia mengawali dinasnya di ASP ADJ Viiteru Consultant bertempat di Ambarawa. Selanjutnya, sejak 1 April 1942, menjadi Aspiran Reserve off Konijklike Marine, dan terakhir, 1 Maret 1943, menjabat LT2 KMR.

Setelah Indonesia merdeka, ia sempat menjadi pegawai tinggi yang diperbantukan di Kementerian Pertahanan RI. Namun, karena jiwa baharinya bergelora, ia menggabungkan diri dengan ALRI dan tidak lama kemudian menjadi Ketua KRAL.

Sebagai Ketua KRAL, R. Soebijakto membenahi seragam, kepangkatan, sekaligus pendataan kembali setiap personel. Sementara bagi anggota ALRI yang tidak memenuhi kualifikasi dan tidak mengajukan surat permohonan ulang akan dilebur ke dalam kesatuan AD atau dikembalikan kembali ke masyarakat.

Masa Rera merupakan masa sulit bagi setiap pimpinan TNI. Pasalnya, dengan kebijakan ini, puluhan ribu personel TNI yang berasal dari berbagai laskar harus dipangkas, termasuk dalam tubuh ALRI.

Setelah menyelesaikan masa itu, R.Soebijakto akhirnya diangkat menjadi KSAL pada bulan April 1948.

Pasca-pengakuan kedaulatan dalam perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB), barulah pembenahan dan penyempurnaan keorganisasian TNI AL dilakukan besar-besaran. Pada 1950-an, R. Soebijakto melanglang buana ke berbagai negara untuk mencari format terbaik dan postur TNI AL yang disegani dunia.

Selesai menjabat KSAL, R. Soebijakto ditugaskan menjadi duta besar di beberapa negara, seperti Turki dan Yugoslavia. Selanjutnya, jabatan KSAL dipegang oleh Laksamana RE. Martadinata. Para KSAL pasca-Laksamana R. Soebijakto tinggal meneruskan apa yang telah dirintis olehnya dalam membentuk postur TNI AL yang disegani atau berkelas dunia, baik secara keorganisasian maupun Alutsista.

Dalam sambutan bedah buku Sea Power Indonesia dan Paradigama Baru TNI Berkelas Dunia, KSAL saat ini, Laksamana TNI Marsetio, menegaskan bahwa pembangunan World Class Navy merupakan kelanjutan dari foundingfathers dan para senior terdahulu.

Nama R. Soebijakto tidak luput terucap oleh Marsetio saat dinyatakan sebagai senior pendahulu. Namanya tetap harum dan dikenang dalam sejarah TNI AL, sebagai perintis organisasi TNI AL modern.


  ★ Jurnal Maritim  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.