Senin, 07 Juli 2014

Menjelang Soft Landing

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUf-Fbj7JBs30yToMnR2Xnyp73YyY1TEVebL-b7DgJJYCIjJwg2ykM8YwY_cmnY02hSxOaNyq-luiDkoR4CQ_sek-OpDarSoBXXFNBrBwRp5DK20I7BdLvQyS8JPg0QRdFmdOihLnfBr19/s1600/50SBY2.jpgBahwa perjalanan memang ada batasnya, jelas. Perjalanan berpemerintahan selama sepuluh tahun terakhir ini telah sampailah pada tahapan menurunkan ketinggian untuk kemudian pada saat yang tepat mendarat secara halus dan mulus. Beberapa saat kemudian take off lagi dengan pergantian pilot yang baru. Kita berharap pergantian pilot baru itu akan memberikan nilai cerah atau setidaknya cerah berawan pada cuaca di sekitar bandara suksesi. Sehingga tidak ada goncangan atau gangguan cuaca dalam upaya pendaratan kepemimpinan yang sudah bagus menjalankan pesawatnya selama 10 tahun ini.

Perjalanan pemerintahan SBY memberikan nilai, harga, harkat dan warna dalam perjalanan bangsa ini. Catatan penting yang ingin kita sampaikan adalah hampir semua keberhasilan itu tidak mendapat tempat yang proporsional untuk disiarkan atau disampaikan media khususnya media layar kaca karena kepentingan pemilik media. Pada akhirnya nilai-nilai kecerdasan yang dimiliki berpuluh juta penduduk negeri jamrud khatulistiwa inilah yang mampu memilah, merenungkan dan membeningkan nilai kebenaran sejati pada testimoni berita dari sebuah media yang dimiliki si A atau B. Independensi yang menjadi pita hati nurani para jurnalis tidak lagi sebening embun pagi.

Tidak ada yang sempurna, karena kita makhluk yang bernama manusia. Kepemimpinan yang memang sudah menjadi kodrat kita sebagai manusia yang diciptakan Allah sebagai Khalifah fil Ardhi, tentu menjadi dasar nilai-nilai menuju kesempurnaan. Kepemimpinan seorang SBY bagaimanapun telah memberikan gambaran jelas bagaimana negeri ini bergambar dan tergambar selama sepuluh tahun terakhir ini. Ketika perjalanan itu berada ditengah ketinggian begitu banyak penumpang yang rewel dan bahkan mencaci maki perjalanan sang pilot. Tetapi sang pilot tetaplah menjalankan pesawatnya dengan ketenangan hati dan berbagai strategi.

Nah ketika perjalanan hampir sampai di bandara suksesi kita bisa melihat sekarang tak ada lagi caci maki, tak ada hujatan, tak ada umpatan pada sang pilot. Malah kemudian yang terjadi adalah lagu-lagu pujian dan bersetuju dengan prestasi yang telah dicapai sang pilot. Memang ada satu dua penumpang yang wajahnya sepanjang “10 jam penerbangan ini” muram terus alias tak nyaman karena dia penumpang oposisi yang tak pernah mau mensyukuri nikmatnya berdemokrasi. Penumpang itu sepertinya memendam kebencian berlarut dan terlihat pada raut wajah yang kusut dan kalimat comberan.

Indonesia sedang mempersiapkan pilot baru karena sesuai konstitusi pilot lama tidak boleh memimpin perjalanan lebih dari “10 jam penerbangan” alias 10 tahun memimpin negara. Oleh karena itu berbagai rencana bagus dan hebat yang sudah difundamenkan untuk menjadikan negara ini mampu menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan rakyat dan harga diri teritorialnya tentu harus terus berkesinambungan. Salah satunya adalah kesinambungan program MEF (Minimum Essential Force) jilid 2 sebagai kelanjutan MEF tahun 2010-2014.

Seperti kita ketahui program MEF 1 telah menghasilkan karya alutsista yang membanggakan. Industri pertahanan dalam negeri telah mampu memproduksi sejumlah kapal perang berbagai jenis mulai dari Kapal Cepat Rudal, Landing Ship Tank, Landing Platform Dock dan Kapal BCM. Produksi massal Panser Anoa sudah memenuhi batalyon tempur TNI AD dan masih terus berlangsung sementara produksi bersama pesawat angkut militer CN295 di PT DI sedang berlangsung penuh gairah. Tidak itu saja berbagai jenis alutsista yang dibeli sudah banyak yang berdatangan seperti jet tempur T50 buatan Korsel, Super Tucano dari Brazil, Grob Jerman, KT-1 Wong Bee Korsel, Sukhoi Rusia dan lain-lain.

Sementara alutsista yang sedang ditunggu kedatangannya tahun ini adalah MBT Leopard, Marder, artileri Caesar Nexter, Astross Mk2, jet tempur F16 blok 52 dan lain-lain. Semua itu adalah hasil karya MEF-1 yang menghabiskan duit sebesar US$ 15 Milyar. Tentu untuk memperkuat pagar pertahanan itu tidak cukup hanya satu MEF karena situasi kawasan yang suatu saat bisa menjadi liar tak terkendali memerlukan barikade alutsista berteknologi dalam jumlah banyak dan berkualitas. Sesungguhnya filosofi memperkuat alutsista bukanlah untuk mengganggu kawasan tetapi dengan militer dan alutsista yang gahar diniscayakan akan mampu meminimalisir terjadinya gangguan teritori.

Pada akhirnya nanti kita bisa memperbandingkan pilot yang bernama SBY dengan pilot penggantinya. Ketika usia perjalanan pemerintahan baru telah menuju jalan setahun biasanya akan kelihatan gaya kepemimpinan termasuk topeng sesungguhnya. Apapun itu, perjalanan berbangsa dan bernegara terus berlangsung menuju horizon peningkatan kesejahteraan dan kewibawaan teritori. Sudah tentu apa yang sudah difundamenkan dan direncanakan oleh pemerintah sebelumnya bisa menjadi sebuah mata rantai kelanjutan. MEF 2 diharapkan tetap berkelanjutan dengan semangat yang sama karena didalamnya ada program kemandirian alutsista yang lebih spektakuler seperti pembuatan kapal perang jenis PKR, kapal selam dan jet tempur.

Lebih penting dari semua itu adalah mempersiapkan pergantian kepemimpinan dengan iklim yang sejuk dengan semangat kebanggaan berbangsa. Sekaligus menunjukkan kekuatan kelola emosi jika ternyata harus berada di barisan pihak yang kalah suara. Momentum Ramadhan bisa menjadi cermin tata kelola nafsu termasuk nafsu amarah manakala ternyata kalah. Apa yang sudah menjadi prestasi pemerintahan SBY sejatinya adalah kekuatan kebanggaan itu. Oleh karena itu menjaga irama soft landing adalah bagian ujian akhir yang akan menentukan apakah kita sudah dewasa dalam laku sikap dan ucap demokrasi atau memang baru setingkat demokrasi playgroup.

****

Jagvane/ 07 Juli 2014

  Analisisalutsista  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.