Rabu, 02 Juli 2014

Menyimak F-16C/D Fighting Falcon Block 52ID baru TNI AU

Oleh Ade P MarboenMenyimak F-16C/D Fighting Falcon Block 52ID baru TNI AUF-16 Fighting Falcon Block 40 yang mendarat di satu pangkalan udara. TNI AU akan mendapat 24 pesawat terbang tempur paling laris ini, yang setara dengan Block 52+. Angkatan Udara Pakistan telah lebih dulu mendapatkan F-16C/D Block 52, yang dilengkapi tangki konformal. (fightercontrol.uk)

G
urun Sonora yang kering di perbatasan negara bagian Arizona dan Meksiko, menjadi lokasi yang cukup bersejarah bagi TNI AU saat enam penerbang tempur F-16 dari Skuadron Udara 3 tengah menjalani latihan konversi instruktur 24 F-16C/D Fighting Falcon Block 52ID yang akan dimiliki Indonesia dalam waktu dekat.

Keenam penerbang tempur itu telah tiba di Tucson, Arizona, pada 25 Juli lalu, untuk kemudian menjalani latihan konversi itu di Pangkalan Udara Hill (Hill AFB), Utah.

Mereka adalah Komandan Skadron Udara 3, Letnan Kolonel Penerbang Firman Foxhound Dwi Cahyono (40 th), Mayor Penerbang Anjar Beagle Legowo (38 th), Mayor Penerbang Bambang Bramble Apriyanto (34 th), Kapten Penerbang Pandu Hornet Eka Prayoga (31 th), Kapten Penerbang Anwar Weasel Sovie (30 th) dan Kapten Penerbang Bambang Sphynx Yudhistira (30 th).

Mereka semua menjadi aktor pelaku Proyek Bima Sena II, dengan sebagian misinya membawa pulang pada batch pertama ke-24 F-16 Block 52ID eks Angkatan Udara Penjaga Negara Amerika Serikat (US National Guard Air Force) semacam garda cadangan militer Amerika Serikat).

Rencananya, menurut Kepala Subdinas Penerangan Umum TNI AU, Kolonel Penerbang Agung Sharky Sasongkojati, mereka akan menerbangkan tiga pesawat tempur itu pada 15 Juli nanti.

"Jika semuanya lancar, mereka dijadualkan mendarat di landas pacu Pangkalan Udara Utama TNI AU Iswahyudi, Madiun, pada 20 Juli nanti. Mereka terbang fery dari Hill AFB (Utah)-Ellisen AFB (Alaska)-Andersen AFB (Guam), dan langsung ke Madiun. Karena ini penerbangan jarak jauh, mereka harus mengisi bahan bakar di udara beberapa kali," katanya.

Selama ini, Indonesia memiliki 12 F-16A/B Block 10/15 alias generasi perdana pada dasawarsa '80-an yang ditempatkan dalam Skuadron Udara 3. Dalam perjalanan waktu, dua di antara F-16 TNI AU itu jatuh dan dinyatakan total loss, alias hancur total, sehingga hanya 10 yang tersisa dan sepanjang waktu diterbangkan untuk misi latihan, patroli udara, kawal VVIP, dan lain sebagainya.

Mengakuisisi arsenal militer --sebagaimana pesawat tempur generasi terkini-- bukan hal mudah untuk diwujudkan. Katakanlah uangnya ada, belum tentu negara pemilik (teknologi) membolehkan negara lain memilikinya. Banyak hitung-hitungan non teknis apalagi politis yang turut campur; ini juga yang sempat terjadi pada Indonesia dan Amerika Serikat.

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, niat baik dari mereka atas kemajuan dan modernisasi arsenal dan peningkatan kapasitas SDM TNI (baca: juga TNI AU) semakin diwujudkan.

Salah satu bentuknya, Proyek Bima Sena II ini bisa diwujud nyatakan, dan batch pertama berupa tiga pesawat terbang F-16C/D Block 52ID ini akan segera mendarat di Tanah Air.

Apa perbedaan mendasar F-16A/B Block 10/15 OCU di Skuadron Udara 3 kini dengan yang akan datang nanti itu? "Ibaratnya mobil SUV yang umum dijumpai itu memiliki mesin 1.500 cc dengan konfigurasi standar, maka yang akan datang ini sudah diberi mesin lebih besar, semua sistemnya diganti dengan yang lebih baru dan canggih," kata Sharky.

Secara fisik dan dimensi, kata dia, F-16 baru eks Angkatan Udara Penjaga Negara Amerika Serikat itu sama saja dengan yang sekarang ada. Sama persis, bisa dibilang begitu.

"Yang berbeda, yang baru akan lebih gesit dan bertenaga karena mesinnya, Pratt & Whitney 220, lebih baik kinerjanya ketimbang PW 200 yang kini dipakai. Juga sistem operasi dan kendali komputer, semuanya diganti," katanya.

Peremajaan semua sistem di sekujur tubuh F-16C/D Block 52ID ini tengah dilakukan di Ogden Air Logistics Center, di Hill AFB, sementara mesin-mesin PW 220 ditingkatkan kinerjanya dan dikalibrasi ulang di fasilitas pabrik Pratt & Whitney di Old Kelly AFB, San Antonio, Texas.

Selama ini, Amerika Serikat memiliki lahan terbuka penyimpanan ribuan pesawat terbang tempur dari berbagai kelas, tipe, dan varian, di Davis Monthan AFB/309th AMARG (309th Aerospace Maintenance & Regeneration Group), Arizona.

Secara umum, ke-24 F-16C/D yang aslinya Block 25 itu sedang menjalani program The Common Configuration Implementation Program (CCIP) seperti yang dilakukan pada pesawat F-16 CD Blok 40/42 Angkatan Udara Amerika Serikat, agar menjadi Block 50/52.

Khusus untuk TNI AU, namanya menjadi Block 52ID (Indonesia), dengan penguatan struktur sesuai program Falcon STAR (Structural Augmentation Roadmap), sehingga usia airframe-nya bertambah menjadi 10.000 jam terbang alias sekitar 10 tahun lagi.

Dengan berbagai pertimbangan, "cara" untuk mengakuisisi F-16 serupa dan sekemampuan F-16 Block 52+ inilah yang ditempuh Indonesia. Diakui sejumlah sumber, sekitar 95 persen kemampuan dan unjuk kerja Block 52+ akan menempel di F-16 yang akan dibawa pulang Foxhound dan kawan-kawan itu.

Jika masa 10.000 jam terbang itu sudah habis, maka bisa diperpanjang lagi hingga 2.000 jam terbang lagi melalui Service Life Extension Program (SLEP) atau dua tahun lagi. Jadi secara teoritis dan keseluruhan, masa dinas F-16C/D Block 52ID akan habis pada 2026 atau 12 tahun lagi.

Peningkatan usia pakai mesin PW 220 juga akan begitu, setelah diganti semua komponen yang aus dan usang, maka usia pakai mesin bertambah 10.000 jam.

Sekedar informasi, F-16 Fighting Falcon termasuk primadona bagi para teknisi pesawat tempur karena sangat mudah merawatnya. Cuma kurang dari satu jam diperlukan mereka untuk mencopot atau meloloskan mesinnya secara utuh dari selongsong atau ruang mesinnya; memasangnya lagi juga sama saja!

Dengan airframe yang sama namun diberi mesin lebih kuat dan sistem avionika lebih canggih, maka ada keuntungan taktis dan strategis yang akan diraih.

"Lebih gesit dan cepat, itu sudah pasti. Tanpa tangki konformal mirip punuk di punggung fuselage, maka hambatan udara lebih kecil, sehingga meningkatkan kemampuannya untuk dog fight. Inilah salah satu yang sedang dilatihkan para penerbang kita di Hill AFB itu," kata Sharky.

Yang tidak kalah menarik, "mata" dan sistem penginderaan berupa radar F-16C/D Block 52ID ini juga diganti dengan yang lebih mumpuni untuk meladeni para lawan di udara.

Jadi, struktur rangka airframe sudah diperkuat, kabel-kabel dan soket-soket yang sudah diganti sehingga cocok dengan instrumen avionika dan persenjataan baru, dan lain sebagainya.

"Handling-nya sangat identik dengan F-16 kita selama ini," kata Sharky, yang sebelumnya juga penerbang tempur F-16 di Skuadron Udara 3 dengan 1.500 jam terbang itu.

Semua persenjataan yang dikeluarkan Amerika Serikat untuk dia bisa diterapkan, di antaranya peluru kendali udara-ke-udara jarak pendek AIM-9 Sidewinder P-4/L/M dan IRIS-T (NATO) serta peluru kendali udara-ke-udara jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C.

Juga bom berpenuntun laser, joint direct attack munition (bom berbasis GPS), peluru kendali AGM-65 Maverick, peluru kendali udara-ke-permukaan (laut) AGM-84 Harpoon, rudal AGM-88 HARM (anti radar), hingga kanon Vulcan 20 milimeter.

Sekalipun dilengkapi pengacak frekuensi lawan, F-16C/D Block 52ID ini juga dilengkapi pod navigasi dan sistem target untuk malam hari dan sistem SEAD (Supression of Enemy Air Defence), sistem yang sangat vital dalam supremasi di udara.

Satu hal yang krusial adalah pancaran frekuensi komunikasi dari pilot dan komando operasi, sehingga dia dilengkapi juga dengan Modem Data (yang) Ditingkatkan (Improved Data Modem).

Para pilot tempur kita dimungkinkan terbang mengandalkan komunikasi data, bukan suara lagi; komunikasi antar pilot, pusat kendali operasi, sistem radar di darat, udara, dan laut, memakai data saja. Mirip dengan komunikasi ber-SMS atau BBM; kira-kira demikian.

Di balik itu semua, "otak" semua sistem itu adalah Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang dipakai Block 52+. Dia tidak berdiri sendiri, karena terkait dengan Improved Data Modem Link 16 Block-52, Embedded GPS INS (EGI) Block-52 (gabungkan GPS dan Inertial Navigation System), AN/ALQ-213 Electronic Warfare Management System, dan ALR-69 Class IV Radar Warning Receiver.

Sistem pertahanan pasif didukung ALE-47 Countermeasures Dispenser Set untuk melepaskan chaff/flare pengecoh peluru kendali, sementara radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan kinerjanya juga. Sistem pertahanan dini ini sangat krusial pada pertempuran cepat jarak pendek dan saling kejar di udara (dog fight).

Siapa yang lebih cepat dan pandai memanfaatkan kelengahan lawan, dia yang menang.

  Antara  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.