Selasa, 01 Juli 2014

Sebelum Pemerintahan Berganti, Indonesia Sea and Cost Guard Diharapkan Terbentuk

Pelaku usaha pelayaran sangat berharap, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Sea and Coast Guard dapat ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah sebelum bergantinya pemerintahan saat ini dengan pemerintahan baru hasil Pemilihan Presiden, 9 Juli 2014.

Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto, mengatakan, RPP tersebut sudah dinantikan pelaku usaha pelayaran untuk mengakhiri tumpang tindih kewenangan penegakan hukum di laut. "Kami berharap segera selesai. Kalau tidak, Indonesia belum memiliki badan tunggal dalam penegakan hukum di laut," katanya.

Carmelita menjelaskan pentingnya RPP ini menjadi landasan dasar bagi pemerintah untuk membentuk Badan Tunggal Sea and Coast Guard yang representatif, sesuai amanat UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Menurutnya, badan tunggal tersebut diharapkan mampu memutus rantai pengamanan laut yang dilakukan berbagai instansi seperti TNI Angkatan Laut, Polisi Air dan Udara, Bea dan Cukai, serta Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP).

Beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan EE. Mangindaan pernah mengatakan bahwa pembentukan badan tunggal pengamanan laut dan pantai bisa dilakukan pada tahun ini, seiring segera disahkannya RPP tentang Indonesia Sea and Coast Guard.

Kemenhhub telah menyetujui penyelarasan beberapa pasal dalam RPP Sea and Cost Guard yang selama ini menghambat proses penyusunan beleid RPP tersebut.

UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran mengamanatkan, pembentukan badan tunggal Sea and Coast Guard memiliki batas waktu tiga tahun setelah aturan itu keluar, yakni pada 2011. Namun, hingga tahun ini, RPP Sea and Cost Guard masih terkatung-katung.

Sementara itu, Direktur Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) Tri Yuswoyo menjelaskan kesiapan pihaknya jika tahun ini RPP Sea and Coast Guard disahkan. Tri berpendapat, domain keselamatan pelayaran berada di KPLP, bukan di institusi yang lain.

Menurut Tri, selama ini masih banyak ego sektoral yang membelenggu keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia, sehingga RPP Sea and Cost Guard sulit dicetuskan pemerintah.

"Karena banyak ego sektoral, pihak Kemenhub sendiri sudah sering melakukan harmonisasi dengan berbagai kementerian dan institusi agar RPP ini bisa disahkan tahun ini," ujar Tri.

Cost Guard Indonesia bisa jadi akan menggabungkan beberapa institusi menjadi badan tunggal yang kuat untuk mengamankan dan menjaga keselamatan pelayaran Indonesia.
Revisi Pasal 24 UU Perairan Indonesia, Bakorkamla Menjadi Bakamla Konsekuensi dan tanggung jawab Indonesia sejak berlakunya Konvensi PBB tentang Hukum Laut Tahun 1982 dan diterimanya konsep Negara Kesatuan RI sebagai Negara Kepulauan dengan laus lautan mencapai 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai sepanjang kurang lebih 81 ribu kilometer, serta ditetapkannya alur laut kepulauan di Indonesia untuk mengakomodasi kepentingan layar kapal asing yang akan berlayar di Zona Ekonomi Eksklusif di perairan Indonesia adalah melakukan perlindungan terhadap kemanan laut.

"Pengelolaan keamanan di laut Indonesia selama ini diselenggarakan oleh 13 instansi pemerintah yang memiliki strategi dan kebijakan yang berbeda-beda, sehingga tidak terintegrasi dan satu komando," ujar Amir.

Hal tersebut, lanjut Amir, mengakibatkan terus meningkatnya ancaman keamanan dan pelanggaran hukum di laut, sehingga mengganggu keamanan perairan kawasan dan perbatasan antarnegara.

"Untuk itu perlu adanya perubahan konsep pengelolaan keamanan di laut dari multi agency single task menjadi single agency multy task. Oleh karenanya perlu memperkuat lembaga badan koordinasi keamanan laut (Bakorkamla) menjadi badan keamanan laut (Bakamla) dengan merevisi Pasal 24 UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia," ujar Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin, sebagai pengusul Revisi UU Perairan, sebagaimana dilansir laman DPR RI.

Seperti diketahui, Badan Legislasi DPR dan Pemerintah (Kementerian Hukum dan HAM) menyepakati RUU tentang Perubahan (Revisi) UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2014.

Hal tersebut disepakati dalam Rapat Kerja Baleg DPR dipimpin Ketua Baleg, Ignatius Mulyono, dengan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin, di Ruang Rapat Baleg, Gedung DPR RI, Jakarta, membahas usulan tiga RUU baru dalam Prolegnas 2014.

RUU tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia merupakan RUU usul dari pemerintah.

Menurut Mulyono, dengan penambahan satu RUU tersebut, RUU Prioritas 2014 menjadi 67 RUU. Ia mengingatkan, masih cukup banyak RUU Prioritas 2014 yang belum diselesaikan, sementara waktu kerja Anggota DPR RI Periode 2009-2014 hanya sampai 30 September 2014.

“Saya mengingatkan teman-teman, capaian kita masih sangat rendah dan saya minta untuk ditingkatkan. Karena apabila pembahasan RUU tidak selesai maka akan diulang untuk menjadi bahan usulan baru RUU pada Prolegnas 2014-2019,” tutur politisi Partai Demokrat tersebut.

  ★ Jurnal Maritim  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.