Senin, 04 Agustus 2014

Apa Kabar Kogabwilhan

Lama tak terdengar “lagu mars” yang bernama pembentukan Kogabwilhan (Komando Gabungan Wilayah Pertahanan), tergerus kampanye pilpres dan segala macam hiruk pikuknya sampai dengan terpilihnya presiden baru. Lalu kesibukan menata pergerakan puluhan juta manusia nusantara di musim Lebaran yang basah ini, akhirnya menimbulkan pertanyaan silaturrahmi, apa kabar Kogabwilhan, baik-baik saja kan.

Kogabwilhan adalah bagian dari upaya untuk menghadirkan kekuatan pemukul TNI di sekitar hotspot yang diprediksi menjadi ancaman teritori dan separatis. Natuna, misalnya sangat jelas bentuk ancamannya karena di perairannya ada persinggungan klaim teritori dengan si Naga Cina yang mulai menunjukkan keangkuhan militernya. Pola tingkah militer negeri itu mau tak mau harus disikapi dengan kehadiran militer RI yang terus menerus di sepanjang tahun untuk mengawal perairan Natuna.

Pengawalan yang terus menerus tentu memerlukan isian ketersediaan alutsista utamanya AL dan AU. Beruntunglah dalam waktu dekat ini 3 kapal perang Bung Tomo Class akan tiba sedangkan untuk AU sudah mulai berdatangan jet tempur F16CD. Juga berbagai alutsista jenis lain. Sekedar gambaran bedanya hotspot Aceh dan Natuna adalah model pergerakan militernya dan jenis ancamannya. Untuk Natuna jelas merupakan ancaman pagar teritori dan lebih banyak pergerakan alutsista AL dan AU. Bahkan jika terjadi konflik terbuka jenis pertempurannya adalah pertempuran laut dan udara. Sedangkan Aceh dengan ancaman separatisnya akan lebih banyak pergerakan pasukan dan alutsista AD.

Unjuk kerja “Kogabwilhan” sudah dipertunjukkan dalam operasi Garda Wibawa di Kaltim dan Latgab 2014 yang lalu. Model persekutuan tempur antar matra dengan satu komando yang bergerak bersama, menggerakkan Sukhoi di Makassar kemudian berkomunikasi dan bersinergi dengan beberapa KRI di Ambalat dan batalyon TNI AD untuk mendeteksi, mendekati dan menghancurkan musuh. Jalannya operasi militer ini sudah memakai kurikulum Kogabwilhan. Demikian juga dengan Latgab 2014 yang baru saja digelar akhir Mei 2014 yang lalu. Kombinasi serangan udara, perlindungan udara, pertempuran udara, pendaratan amfibi, perang anti kapal selam, peluncuran berbagai peluru kendali anti kapal disimulasikan dengan satu panglima komando tempur untuk pertama kalinya sepanjang sejarah TNI.

Evaluasi terhadap unjuk kerja simulasi Kogabwilhan mestinya memberikan harapan bahwa tak lama lagi akan direalisasikan struktur Kogabwilhan dan distribusi alutsistanya. Tentu isian alutsista masih banyak yang harus dipenuhi karena 3-4 rumah Kogabwilhan itu perlu perabotan perang yang berteknologi dan mencukupi. Jangan sampai satu rumah Kogabwilhan hanya diisi perabotan kursi tamu di ruang tamu, alias hanya untuk gagah-gagahan jabatan panglima bintang tiga. Oleh sebab itu kita berpandangan lebih baik membuat 1 rumah Kogabwilhan lebih dulu untuk hotspot Natuna atau Ambalat. Kogabwilhan lainnya menyusul sembari terus mendatangkan alutsista baru di MEF 2.

Hotspot Natuna dan Ambalat jelas nian duduk persoalan dan jenis penyakitnya, sama-sama ancaman kedaulatan teritori. Sementara Aceh dan Papua lebih kepada ancaman separatis yang sudah menjadi lagu lama yang keasinan. Maka isian alutsista di Natuna adalah pengerahan kapal perang yang punya rudal dan jet tempur sergap, misal F16. Demikian juga di Ambalat. Khusus untuk Ambalat sudah terlihat pola kawal teritorinya dengan senantiasa menggelar kapal perang, operasi intelijen dan pergeseran pasukan Marinir.

Kehadiran Kogabwilhan memang diperlukan untuk memastikan langkah cepat mendeteksi, menganalisis dan memukul lawan di batas teritori dengan perintah panglima “regional” Kogabwilhan. Namun isian perabotnya mutlak harus ada. Jangan sampai ada rumah, perabot baru mau akan diisi. Biak AFB yang direncanakan sebagai pangkalan skuadron jet tempur untuk saat ini semua sudah tersedia, landasan, apron, satuan radar, paskhas namun alutsista utamanya berupa jet tempur belum tersedia. Padahal kehadiran skuadron tempur TNI AU di Papua ini sangat diperlukan. Bukankah dengan lebih seringnya lalu lalang jet tempur di Papua akan memberikan dampak kebanggaan bagi warga bangsa disana sekaligus pengawalan teritori udara yang memadai.

Kita berharap tidak ada kendala teknis dalam pembentukan minimal 1 Kogabwilhan sebelum perayaan 5 Oktober 2014 mendatang. Bukankah perayaan HUT TNI kali ini akan menjadi perayaan terbesar sepanjang sejarah TNI dengan memamerkan seluruh jenis alutsista yang baru dibeli sekaligus perpisahan dengan panglima tertinggi yang berjasa besar memodernisasi militer Indonesia. Jika Kogabwilhan dibentuk sebelum atau bersamaan dengan peringatan HUT TNI nanti, diniscayakan akan menjadi momentum gagah untuk memastikan berjalannya doktrin “berani masuk digebuk”.

Jika kendalanya ada di “pemegang kendali” bintang tiga Kogabwilhan, maka pola giliran antar matra bisa diterapkan sebagaimana jabatan panglima TNI. Saat ini semua matra TNI sedang mengembangkan organisasinya. Armada TNI AL dikembangkan menjadi 3 armada tempur, Kostrad juga menjadi 3 divisi, Marinir tak ketinggalan dengan memekarkan diri menjadi 3 Pasmar. Alutsista baru MEF 1 terus berdatangan dan akan terus dipesan dalam MEF2 nanti. Maka Kogabwilhan adalah bagian dari strategi transmigrasi alutsista dan pasukan untuk tidak lagi Java Centris. Moga-moga seperti itulah kabarnya Kogabwilhan, tinggal tunggu waktu yang tepat untuk pengumumannya.
****
Jagvane / 04 Agustus 2014

  Analisisalutsista  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.