Kamis, 21 Agustus 2014

Indonesia Membangun Pangkalan Angkatan Laut di Kepulauan Riau

Seorang perwira senior TNI AL mengatakan TNI AL telah mulai membangun pangkalan angkatan laut di Ranai di Kepulauan Riau untuk mendukung rencana kenaikan jumlah kapal di wilayah tersebut.

Berbicara kepada IHS Jane pada 14 Agustus di Jakarta, Kastaf Armabar Laksamana Pertama Amarulla Octavian menggambarkan upgrade sebagian terdiri dari fasilitas pendukung logistik, termasuk pembangunan depo bahan bakar, yang akan memungkinkan TNI-AL untuk mempertahankan penyebaran kapal di daerah tersebut.

"Fasilitas Logistik sedang dibangun untuk mendukung meningkatkan kehadiran TNI-AL di wilayah ini sehingga kami dapat menjaga wilayah maritim dari setiap kekuatan musuh yang menjadi ancaman," katanya, meskipun tanpa membuat referensi khusus untuk negara tertentu.
Armabar diperkuat 4 unit KCR 40 KCR 40 Clurit (TNI AL)

Komando Armada RI Kawasan Barat  (Koarmabar) akan menerima tambahan empat KCR-40 kapal serang rudal pada akhir 2014 untuk memperkuat kemampuan maritim regional.

Berbicara kepada IHS Jane pada 14 Agustus di Jakarta, Kepala Staf Koarmabar Laksaman Pertama Amarulla Octavian menggambarkan kapal tambahan tersebut memiliki kecepatan tertinggi 30 kt, berperan dalam memperkuat pengawasan, patroli, dan kemampuan intersepsi di wilayah operasinya. Daerah operasi meliputi Selat Malaka yang rawan pembajakan, serta daerah maritim yang disengketakan Tanjung Datu dan Kepulauan Natuna.

Secara keseluruhan, TNI-AL saat ini mengoperasikan empat kapal KCR-40 dari Clurit Class diharapkan bertambah hingga 24. Dua kapal, KRI Clurit dan KRI Kujang, yang ditugaskan untuk Koarmabar telah menyelesaikan percobaan sea trial untuk sistem rudal C705 pada bulan Juli.

"Tambahan kapal akan memberi kita menjadi total enam kapal pada akhir 2014", kata Octavian, yang juga menegaskan bahwa Koarmabar bermaksud untuk mempekerjakan kapal 44 m untuk membantu mengatasi pembajakan maritim di Selat Malaka, serta mengamankan perbatasan maritim Indonesia dan kepentingan yang lebih luas di laut.

Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia (ReCAAP) menyarankan memperkuat kondisi keamanan maritim Asia Tenggara. Dalam laporan kuartal pertama 2014, badan kontra-pembajakan tercatat delapan insiden di Malaka dan selat Singapura, dibandingkan dengan total lima insiden untuk seluruh tahun 2012 dan 2013.

Baru-baru ini insiden serangan terhadap kapal kargo Naniwa Maru No 1 di April 2014 di dekat Port Klang, Malaysia, yang mengakibatkan 2.500 ton Marine Diesel Oil yang tersedot dicuri, dan tanker GPT 21 di November 2013, dilakukan 10 bajak laut bersenjata naik kapal dari Pulau Kukup di Selat Malaka.

Namun, meski perdebatan tentang apakah negara pantai harus meningkatkan patroli di daerah yang terkena dampak, Oktavianus menyatakan bahwa pembajakan maritim regional tidak dapat diselesaikan dengan peningkatan jumlah kapal saja. "Untuk mengatasi masalah itu, kita harus mulai mencari di darat daripada di laut", katanya.

"Perlu ada koordinasi yang lebih besar antara badan anti-pembajakan dan angkatan laut dengan melakukan penyelidikan dan berbagi informasi. Saat ini kita mendapat laporan dan peringatan insiden. Apa yang kita butuhkan adalah tindak lanjut seperti upaya investigasi bersama antara angkatan laut di daerah dan badan-badan anti-pembajakan", kata Laksamana, menambahkan bahwa Indonesia siap untuk memberikan informasi tentang penyelidikan pembajakan bila diminta pihak lain.

Dalam hal apakah Indonesia akan berpartisipasi dalam kegiatan ReCAAP, Laksamana Octavian menjawab bahwa TNI-AL menghormati pekerjaan ReCAAP dan akan bekerja sama sepenuhnya dengan organisasi berkaitan dengan berbagi informasi. Dia mengomentari bahwa Indonesia bisa bergabung dengan badan multinasional di masa depan.

  IHS Janes  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.