Sabtu, 09 Agustus 2014

ISIS Proyek Dari Mossad, CIA dan MI6?

CIA MossadLogo CIA, MI6 dan Mossad (sumber : english.farsnews.com)

Mantan pegawai badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA), serta juga sebagai mantan agen CIA, Edward Snowden, pembocor rahasia intelijen AS yang kini bermukim di Rusia mengungkapkan bahwa bahwa Islamic State of Irak and Syria (ISIS) bukan murni organisasi militan Islam. Organisasi ini merupakan bentukan kerjasama dari badan intelijen Inggris (MI6), Amerika (CIA) dan Israel (Mossad).

Snowden mengatakan badan intelijen ketiga negara itu secara khusus menciptakan sebuah organisasi teroris yang mampu menarik semua ekstremis dunia untuk bergabung di suatu tempat, dengan menggunakan strategi yang disebut "the hornet's nest" atau sarang lebah. Menurut Snowden, dokumen NSA itu terlihat mengimplementasikan strategi sarang lebah untuk melindungi entitas Zionis dengan menciptakan slogan-slogan keagamaan dan Islam.

Menurut media-media di Iran, sepeti dikutip Moroccantimes, pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi dilatih secara khusus oleh badan intelijen Israel, Mossad. Badan intelijen tiga negara tersebut sengaja membentuk kelompok teroris untuk menarik kelompok-kelompok garis keras di seluruh dunia dalam satu tempat. Dengan strategi ini, kelompok-kelompok yang merupakan musuh Israel dan sekutunya itu jadi lebih mudah terdeteksi. Tujuan lainnya, untuk merawat instabilitas di negara-negara Arab.

Menurut dokumen yang dirilis oleh Snowden, disebutkan juga, "Satu-satunya solusi untuk melindungi negara Yahudi adalah dengan menciptakan musuh di dekat perbatasannya". Dokumen yang dibocorkan itu mengungkapkan bahwa pimpinan tertinggi ISIS yang juga seorang ulama, Abu Bakr al-Baghdadi telah dilatih secara militer yang intensif selama satu tahun di bawah kendali Mossad. Selain latihan militer dan pengorganisasiannya, dia juga dilatih dalam masalah teologi dan seni berbicara.

Global Research, sebuah lembaga peneliti independen dari Canada menyebutkan bahwa seorang Rusia, pakar dalam studi oriental, Vyacheslav Matuzov, mengatakan pemimpin dari Negara Islam Irak dan Levant (ISIL) Abu Bakr al-Baghdadi memiliki hubungan sangat dekat dan terus bekerja sama dengan Badan Intelijen Pusat AS (CIA). Matuzov menyatakan, “All facts show that Al-Baghdadi is in contact with the CIA and during all the years that he was in prison (2004-2009) he has been collaborating with the CIA,” katanya di Suara Radio Rusia, Selasa, 8 Juli 2014.

Dia mengatakan bahwa AS tidak perlu menggunakan drone untuk mengamati ISIL, karena sudah memiliki akses ke para pemimpin ISIL. Matuzov juga meyakini sejak komandan teroris merupakan sekutu AS, maka Washington tidak akan memerangi mereka. Mereka adalah bagian dari rencana besar dari AS, tegas Mantuzov.

Dalam penelitiannya, menurut Global Research bahwa ISIL adalah kelompok ekstremis Takfiri yang awalnya adalah para pemberontak yang berjuang melawan invasi pimpinan AS ke Irak pada tahun 2006. Kemudian ISIL sejak Tahun 2012 berkembang menjadi lebih besar di Suriah. Kelompok ini dikenal bertanggung jawab atas pembunuhan massal dan tindakan ekstremis kekerasan di seluruh Suriah dan Irak.

Dalam catatan Global Reserarch, pemimpin ISIL adalah Abu Bakr Al-Baghdadi, yang pernah menjadi seorang tahanan di penjara AS Bucca pada tahun 2004, kemudian dilepaskan pada tahun 2009 dan mengumumkan dirinya sebagai khalifah dari negara Islam. Beberapa informasi menyebutkan bahwa pejuang suku Kurdi mengungkapkan bahwa mereka telah menemukan bahan makanan kemasan buatan Israel di tempat persembunyian ISIL di Mosul dan kota Kirkuk.

Beberapa laporan pengamat militer juga menyebutkan bahwa rumah sakit milik Israel telah merawat militan ISIL yang terluka dalam pertempuran. Bahkan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu juga telah melakukan kunjungan ke rumah sakit lapangan yang didirikan oleh otoritas Israel di wilayah Suriah yang diduduki ISIL untuk mengobati pemberontak yang luka akibat bertempur dengan pasukan Suriah.

Informasi lain yang memperkuat adanya kaitan antara kelompok ISIL (ISIS) dengan badan intelijen AS, disampaikan oleh pejabat Yordania, bahwa anggota ISI telah dilatih disebuah markas rahasia di Yordania oleh instruktur dari Amerika Serikat. Pada minggu pertama bulan Juni 2014 mingguan Jerman Der Spiegel menulis bahwa militer AS telah melatih pemberontak Suriah di Yordania.

Latihan di Yordania dilaporkan terutama pada penggunaan senjata anti-tank. Majalah Jerman itu melaporkan sebelumnya sekitar 200 orang pemberontak telah menerima pelatihan selama tiga bulan. Harian Inggris Guardian juga melaporkan bahwa AS pada bulan Maret membantu pelatihan militer kepada pemberontak Suriah di Yordania bersama dengan instruktur Inggris dan Perancis. Reuters melaporkan juru bicara Departemen Pertahanan AS menolak berkomentar langsung pada laporan majalah Jerman itu. Kementerian luar negeri Prancis dan kementerian luar negeri dan pertahanan Inggris juga tidak mau berkomentar kepada Reuters.

 Kontroversi info intelijen Abu Bakr al-Baghdadi 

Abu Bakr al-Baghdadi dalam rangka upaya klaim sebagai keturunan Nabi Muhammad, melengkapi namanya menjadi Abu Bakr Al-Baghdadi Al-Hussein Al-Qurashi. Setelah AS melakukan Invasi ke Irak pada tahun 2003, al-Baghdadi membantu mendirikan kelompok militan, Jamaat Jaysh Ahl al-Sunnah wal-Jamaah (JJASJ), di mana ia menjabat sebagai kepala Komite penilaian kelompok. Menurut catatan Departemen Pertahanan AS, Bakr al-Baghdadi kemudian ditangkap oleh pasukan AS dan ditahan di Camp Bucca AS dari awal Februari 2004 hingga awal Desember 2004. Dari catatan yang ada, al-Baghdadi setelah itu tidak pernah ditahan lagi (Wiki).

Al -Baghdadi dan kelompoknya bergabung dengan Mujahidin Shura Council (MSC) pada tahun 2006, di mana ia menjabat sebagai anggota Komite hukum MSC. Setelah mengubah nama MSC sebagai Negara Islam Irak (ISI) pada tahun 2006, al-Baghdadi Menjadi pengawas umum Komite penghakiman ISI dan anggota dari kelompok Dewan Konsultatif senior.

Negara Islam Irak (ISI) juga dikenal sebagai Al-Qaeda di Irak atau AQI-Irak, bagian dari organisasi militan Islam internasional Al-Qaeda. Al-Baghdadi diumumkan sebagai pemimpin ISI pada tanggal 16 Mei 2010, setelah tewasnya pendahulunya Abu Omar al-Baghdadi dalam serangan bulan April. Antara Maret dan April 2011, ISI mengklaim 23 serangan di selatan Baghdad, semua menuduh telah dilakukan di bawah komando al-Baghdadi.

Setelah serangan pasukan AS, Navy SEALs X-Team pada tanggal 2 Mei 2011 di Abbottabad, Pakistan yang menewaskan pemimpin tertinggi Al-Qaeda Osama bin Laden, al-Baghdadi merilis pernyataan memuja Osama bin Laden dan mengancam akan melakukan pembalasan atas kematiannya.

Pada 15 Agustus 2011, gelombang serangan bunuh diri ISI dimulai di Mosul yang mengakibatkan 70 orang tewas. Tak lama kemudian, ISI berjanji pada situs web untuk melakukan 100 serangan di seluruh Irak sebagai pembalasan atas kematian bin Laden. Baghdadi menyatakan bahwa kampanye ini akan menampilkan berbagai metode serangan, termasuk razia, serangan bunuh diri, bom pinggir jalan dan serangan senjata ringan, di semua kota dan daerah pedesaan di seluruh negeri. ISI terus melakukan teror di Irak.

Pada 8 April 2013, al-Baghdadi mengumumkan pembentukan Negara Islam Irak dan Levant (ISIL) yang diterjemahkan dari bahasa Arab sebagai Islamic State of Iraq and Syria. Sebagai pemimpin ISIS, al-Baghdadi menjalankan dan memimpin semua aktivitas ISIS di Irak dan Suriah.

ISIS kemudian terlibat konflik dengan Jabhat al-Nusra (Al-Nusra Front) yang diketahui sebagai perwakilan Al-Qaeda di Suriah. Ketika mengumumkan pembentukan ISIS, al-Baghdadi menyatakan bahwa faksi jihad perang saudara Suriah, Jabhat al-Nusra juga dikenal sebagai Al-Nusra Front adalah bagian dari ISIS. Pemimpin Jabhat al-Nusra, Abu Mohammad al-Jawlani, mengajukan keberatan ke Emir Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri, yang kemudian mengeluarkan pernyataan agar ISIS harus membatasi operasinya hanya di Irak dan keluar dari Suriah. Pada bulan Januari 2014 Al-Nusra berhasil menmaksa ISIS keluar dari kota Raqqa, pada bulan Februari 2014 Al-Qaeda memutuskan hubungan dengan ISIS. Tetapi ISIS dengan berani menentang seruan Al-Qaeda tersebut.

Pada tanggal 29 Juni 2014, ISIS mengumumkan pembentukan khilafah, al-Baghdadi meresmikan dirinya sebagai Khalifah, dikenal sebagai Khalifah Ibrahim, dan ISIL (ISIS) berganti nama menjadi Islamic State (Negara Islam). Deklarasinya itu banyak dikritik oleh pemerintahan negara-negara dan kerajaan di Timur Tengah serta kelompok-kelompok jihad lainnya, serta juga oleh para teolog Muslim Sunni dan sejarawan.

Yusuf al-Qaradawi, seorang pengajar terkemuka yang tinggal di Qatar menyatakan: "Deklarasi yang dikeluarkan oleh Islamic State itu tidak sah menurut hukum dan memiliki konsekuensi yang berbahaya bagi Sunni di Irak dan pemberontakan di Suriah." Dia menambahkan bahwa gelar Khalifah "hanya dapat diberikan oleh seluruh bangsa dan kaum muslim di dunia, bukan oleh satu kelompok." Al-Baghdadi sebagai khalifah menyatakan mendesak umat Islam di seluruh dunia untuk pindah dan bergabung ke Negara Islam baru itu.

Catatan khusus : Pada tanggal 4 Oktober 2011, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memasukan Abu Bakr al-Baghdadi sebagai teroris global yang khusus dicari dan mengumumkan hadiah hingga US $ 10 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya atau kematiannya. Dalam pemberian hadiah besar lainnya bagi kalangan teroris, hanya Ayman al-Zawahiri, pimpinan tertinggi Al-Qaeda yang tercatat lebih tinggi dihargai kepalanya yaitu US $ 25 juta.

 Analisis 

Dari beberapa fakta diatas, terlihat adanya perbedaan informasi penahanan pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi yang kini mengangkat dirinya menjadi Khafilah Negara Islam. Pakar dari Rusia dalam studi oriental, Vyacheslav Matuzov menyatakan Baghdadi telah ditahan di AS selama empat tahun dan kemudian dilepas dan menjadi agen CIA. Sementara informasi lain (Wiki) menyebutkan referensi Departemen Pertahanan AS menyatakan al-Baghdadi hanya ditahan selama 10 bulan di penjara (Camp Bucca) dari bulan Februari-Desember 2004. Nampaknya informasi Matuzov tidak akurat, karena sejak 2006 Baghdadi diketahui kembali aktif di kawasan Irak.

Tetapi nampaknya ada kemungkinan pada tahun 2005 selama setahun Al-Baghdadi menghilang, dia sedang menjalani latihan di Yordania dibawah pelatih dari Mossad, karena Baghdadi baru diberitakan muncul dan aktif pada 2006 bergabung pada Mujahidin Shura Council (MSC). Baghdadi kemudian mengubah nama MSC menjadi Negara Islam Irak (ISI), dan pada 16 Mei 2010 dia menjadi pimpinan tertinggi. Selama aktif di ISI diketahui Baghdadi ikut beroperasi sebagai organisasi militant Al-Qaeda di Irak atau AQI-Irak.

Kiprah al-Baghdadi kemudian mulai bersinar setelah ISIS melebarkan sayap ke Suriah dan melakukan serangan bom bunuh diri di Mosul pada 15 Agustus 2011. ISIS dibawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi kemudian terus melakukan serangan bom bunuh diri di Irak dan Baghdadi mengeluarkan pernyataan akan membalas kematian Osama bin Laden yang ditembak mati Pasukan Khusus AS Navy SEALs pada 2 Mei 2011.

Nah, pada tanggal 4 Oktober 2011 itu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengumumkan memasukkan nama Baghdadi sebagai teroris global yang namanya dicari dan kepalanya dihargai US $ 10 juta. Pengumuman ini yang sangat menarik perhatian, karena seperti dikatakan oleh pakar Rusia Matuzov, Baghdadi adalah agen binaan CIA yang dilatih oleh Mossad. Apakah ini merupakan upaya pengamanan agen seperti yang biasanya dilakukan badan intelijen? Biasa disebut sebagai upaya desepsi pengamanan agen agar tidak terbaca oleh counter intelligence lawan.

Kiprah al-Baghdadi kemudian semakin menjadi-jadi. Pembentukan ISIS (ISIL) pada 8 April 2013 semakin menunjukkan kepercayaan diri dan anak buahnya. Dikabarkan di daerah operasi Suriah, sebagian besar milisi asing kemudian bergabung ke ISIS. Al-Baghdadi tidak perduli, siapapun yang dianggap bertentangan akan diserangnya. ISIS ini telah mendapatkan reputasi untuk aturan brutal di daerah yang dikendalikannya. Semua diatur dengan hukum syariat Islam yang sangat keras, mereka yang beragama selain Islam dipaksa masuk Islam atau membayar pajak, dan apabila menolak akan dipenggal kepalanya.

Konflik ISIS dengan pemerintahan negara-negara di Timur Tengah semakin menjadi-jadi terutama setelah dia mengumumkan Negara Islam versi Baghdadi, dimana dia menjadi Khalifah pada tanggal 29 Juni 2014. Al-Baghdadi mendesak umat Islam di seluruh dunia untuk pindah dan bergabung dengannya.

Kini, Islamic State bentukan Al-Baghdadi semakin kuat, mempunyai ribuan pasukan bersenjata, memiliki peralatan perang hasil rampasan dari pasukan Irak di Mosul. Dengan idenya membentuk negara Islam yang menerapkan syariat Islam dengan keras, disatu pihak dia tidak disukai, tetapi dilain pihak dia dipuja. Sebagai contoh, di Indonesia ada kelompok yang melakukan ba'iat kepada al-Baghdadi tidak peduli apa yang dilakukannya dan dimanapun dia berada, yang penting kata mereka, ada tokoh yang menyuarakan negara Islam dan telah membuktikan keberhasilan langkah militernya untuk menguasai sebuah negara.

Jadi memang benar, ISIS bukanlah aliran agama yang berisi ajaran teologi dan ritual keagamaan. ISIS atau faham Islamic State Baghdadi adalah gerakan politik yang bisa mengancam kedaulatan dan konstitusi. ISIS termasuk dalam kategori gerakan transnasional politik agama. Itulah sebabnya organisasi ini dinilai sangat berbahaya apabila terbentuk dan kemudian membesar. Tujuannya apabila berkembang di Indonesia hanya satu, yaitu akan merebut dan mengubah dasar negara Pancasila dan UUD 1945.

Nah, kini yang menjadi pertanyaan, apakah memang ISIS dan Abu Bakr al-Baghdadi adalah bentukan tiga badan intelijen dari tiga negara? Memang bisa diakui bahwa keberadaan ISIS yang kemudian berkembang menjadi IS (Islamic State) telah menimbulkan konflik kepelbagai pejuru. al-Baghdadi telah menabrak semua pihak yang bertikai, dan ada satu dimana dia tidak terlibat, yaitu dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Disinilah point penting, pada masa mendatang kita akan melihat apakah mereka justru merupakan bemper dari Israel?

Kesimpulannya, antara politik dan intelijen memang merupakan dua komponen intelijen strategis yang sangat erat kaitannya di wilayah konflik Timur Tengah itu. Kini si principle agent memasukkan komponen sosial sebagai bumbu penyedap dan komponen militer sebagai unsur penekan dan diplomasi. Kita harus siap jangan sampai kemasukan atau terjadi infiltrasi komponen militer, karena komponen sosial politik sudah mulai melakukan infiltrasi kedalam negeri.

Walau target ISI pada awalnya hanya untuk menimbulkan gelombang kejut serta penciptaan instabilitas di kawasan Timur Tengah, penulis agak khawatir al-Baghdadi akan menjadi bola liar memantul ke pejuru dunia. Indonesia mereka pasti ketahui masih banyak kaum muslim yang tidak faham apabila dimanfaatkan untuk sebuah kepentingan politik sepihak. Banyak pasti yang akan terkejut dan kecewa apabila memang benar informasi Snowden itu, ISIS juga buatan Mossad yang dibuat untuk melindungi Israel.

Disinilah intelijen dan aparat keamanan sebaiknya mewaspadainya, karena faham ini sudah merembes lebih dari empat bulan tanpa adanya langkah counter yang pasti dan tegas. Kata teman penulis, "untung ada video Youtube itu, kita jadi tersadar."

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net

  ★ ramalanintelijen  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.