Selasa, 12 Agustus 2014

Mengenang Generasi Pertama TNI AU

 Mengenang Generasi Pertama TNI AU    PAGI itu, di bulan Juli 1947, Pangkalan Udara Maguwo di Yogyakarta, tertutup kabut tebal. Akibatnya, Belanda yang melancarkan agresi militernya secara beruntun, pada 21, 25 dan 27 Juli 1947, gagal menguasai Pangkalan yang kini menjadi tempat melahirkan para calon penerbang Angkatan Udara itu.

Pangkalan Udara Maguwo memang luput dari agresi militer Belanda. Puluhan pesawat di pangkalan ini terselamatkan. Namun Belanda menyerang hampir seluruh Pangkalan Udara guna melumpuhkan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Tampaknya Belanda, tak membiarkan Indonesia berkembang menjadi negara berdaulat, meski telah diproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Agresi ini tampaknya mengirim pesan kuat bahwa Belanda belum puas mengeruk sumber daya alam Indonesia meski telah bercokol selama hampir 350 tahun.

Itulah yang mendorong Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati dengan melancarkan berbagai serangan. Agresi militer yang dilakukan Belanda itu tak membuat gentar para pengawak AURI (Kini, TNI AU) sebagai pengawal kedaulatan wilayah udara Indonesia.

Sebagai balasan atas agresi militer Belanda, Komodor Udara Suryadi Suryadharma, yang saat itu Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) memerintahkan untuk menyerang tangsi-tangsi Belanda di Salatiga dan Semarang.

Menindaklanjuti perintah KSAU, Komodor Udara Muda Halim Perdanakusuma menyusun rencana operasi. Sedangkan empat Kadet Sekbang AURI yakni Mulyono, Suharnoko Harbani, Sutarjo Sigit dan Bambang Saptoaji berperan sebagai pelaksana penyerangan.

Saat itu, empat pesawat disiapkan. Dua pesawat Cureng, satu Hayabusha dan satu lagi, pesawat Guntei. Selasa dini hari pada tanggal 29 Juli 1947 pukul 03.45 WIB, penyerangan berhasil dilaksanakan sesuai rencana.

Pada hari yang sama, sebuah pesawat Dakota Vt-CLA berangkat dari Singapura membawa obat-obatan bantuan Palang Merah Malaya untuk Indonesia. Sore hari pukul 17.00 WIB, saat pesawat hendak mendarat di Pangkalan Udara Maguwo, tiba-tiba diserang dua pesawat pemburu Belanda P-40 Kitty Hawk. Pesawat Dakota pun jatuh dan terbakar.

Dalam tragedi itu, gugur Komodor Muda Udara Agustinus Adisutipto, Komodor Udara Muda, Profesor Dr. Abdulrachman Saleh, Opsir Muda Udara Adi Sumarmo, Pilot Alexander Noel, Copilot Roy Hazelhurst, Juru Mesin Bhidaram, Konsul Dagang RI di Malaysia, Zainal Arifin dan Ny. Noel Constantine. Satu-satunya yang selamat adalah Abdulgani Handonocokro.

Dua peristiwa ini kemudian dikukuhkan sebagai Hari Bhakti TNI AU. Untuk mengenang jasa para pejuang generasi pertama Angkatan Udara RI, dibangunlah Monumen Perjuangan TNI AU dengan nama Monumen Ngoto. Nama Monumen ini merujuk pada nama lokasi jatuhnya pesawat Dakota Vt-CLA di Desa Ngoto, Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogjakarta.

Monumen ini dibangun tanggal 1 Maret 1948 dan pernah dipugar pada bulan Juli 1981 oleh KSAU Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi.

Pada 27 Juli 2000, setelah direnovasi, berdasarkan Surat Keputusan KSAU Nomor: SKEP/78/VII/2000 tanggal 17 Juli 200 diresmikan namanya menjadi Monumen Perjuangan TNI AU.

Saat itu, KSAU Marsekal TNI Hanafie Asnan menginisiasi pemindahan makam, Agustinus Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh. Atas persetujuan keluarga, kedua jasad pahlawan itu beserta istrinya, dipindahkan dari Makam Kuncen I dan II.

Selanjutnya, pada 13 Juli 2000, kedua jasad pahlawan beserta istri disemayamkan di Wisma Adi, dan baru keesokan harinya dimakamkan di Monumen Perjuangan TNI AU.

Peresmian Monumen Perjuangan TNI AU dimaksudkan untuk mengenang semangat juang, semanangat berbhakti, pengorbanan serta kepahlawanan dari Marsekal Muda TNI (Anumerta) Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda TNI (Anumerta) Abdulrachman Saleh, dan Opsir Muda Udara I, Adisumarmo Wiryokusumo.

Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU tahun ini, Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia beserta rombongan melakukan ziarah ke di Monumen Perjuangan TNI AU, Rabu (6/8/2014).

Ziarahyang dipimpin KSAU tersebut diikuti oleh para pejabat TNIAU, Menkopolhukam Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto, para mantan KSAU, mantan Wakasau, calon wiasudawan purna bakti perwira tinggi TNI AU, putra/putri almarhum Agustinus Adi Sutjipto dan Abdurachman Saleh serta para sesepuh dan senior TNI AU. Hadir Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara, Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto,S.IP dan Kepala Penerangan Lanud Adisutjipto, Mayor Sus. Hamdi Londong serta Kepala Museum Perjuangan TNI AU, Mayor Sus. Ayi Supriadi.

Peringatan Hari Bhakti TNI AU tahun ini juga dilaksanakan napak tilas perjuangan para pejuang generasi pertana dari TNI AU tersebut.

“Nilai hakiki dari Monumen Perjuangan TNI AU hendaknya dapat menumbuhkan motivasi untuk meneruskan perjuangan tanpa mengenal batas akhir. Generasi pendahulu berjuang untuk generasi sekarang dan perjuangan generasi sekarang untuk generasi yang akan datang,” kata KSAU Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia.

  Jurnas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.