Selasa, 28 Oktober 2014

Cerita Sang Petarung Tentang Si Jagal

Sersan (Purn) Atjep Abidin, saksi sejarah pembantaian militer Belanda di Takokak

Namanya Atjep Abidin (91). Ia seorang mantan petarung Siliwangi yang secara sengaja "ditanam" induk pasukannya untuk terus menggangu wilayah pendudukan sepeninggal Divisi Siliwangi hijrah ke Yogyakarta. Ia aktif bergerilya di wilayah Takokak, kawasan di Cianjur yang berbatasan dengan Sukabumi. Sekitar empat bulan setelah Jawa Barat secara resmi ditinggalkan oleh Divisi Siliwangi, pada suatu siang menjelang tengah hari, dari jarak sekitar 200 meter, ia menyaksikan sebuah truk militer Belanda berhenti di pinggir jalan dekat hutan daerah Pasawahan. "Mereka terdiri dari tiga orang: dua militer Belanda totok dan satu pribumi,…" ujarnya kepada saya dua minggu yang lalu.

Begitu berhenti, salah seorang militer Belanda yang berbadan tegap lengkap dengan pakaian loreng, baret hijau dan senjata laras panjangnya naik ke bagian belakang truk. Ia lantas menurunkan sekitar 18 orang kaum republik itu secara kasar. "Ia menendang orang-orang yang dirantai itu hingga jatuh ke bawah truk…" ujarnya sembari memperagakan gerakan Si Baret Hijau tersebut.

Didahului oleh sang pribumi, mereka lantas bergerak secara beriringan ke arah Jalan Lima, sebuah kawasan hutan tutupan yang tak jauh dari jalan besar. Sekitar seperempat jam usai mereka meninggalkan jalan itu, tiba-tiba terdengar serentetan tembakan. Kurang lebih setengah jam kemudian, sang pribumi dan serdadu Belanda itu sudah muncul kembali, menaiki truk dan lalu bergerak meninggalkan hutan tersebut.

"Bapak kenal mereka?" tanya saya.

"Yang pribumi saya kenal namanya Ateng, dia memang kaki tangan NICA. Nah yang satu lagi, itu Belanda jagal, kami mengenalnya sebagai Si Werling…" ujarnya dalam nada geram.

Apakah mungkin Si Werling yang disebut Sersan (Purn) Atjep itu adalah Kapitan Raymond Piere Paul Westerling, algojo dari KST (Kopassusnya-nya KNIL) yang tersohor kebrutalannya itu? Saya belum bisa memastikan. Namun yang jelas dalam catatan saya, pada 17 April 1948, Mayor KL R.F. Schill, komandan pasukan 1-11 RI di Tasikmalaya, sempat membuat laporan kepada atasannya, Kolonel KL M.H.P.J. Paulissen. Schill merasa gerah terhadap ulah pasukan elit anak buah Westerling di KST (Korps Speciaale Troepen) yang pada 13 dan 16 April 1948 membantai 10 penduduk sipil di Tasikmalaya dan Ciamis. Mayat mereka kemudian dibiarkan tergeletak begitu saja di jalanan.

Kebrutalan KST dan komandannya itu lantas bocor ke media dan menimbulkan protes keras di dalam negeri Belanda. Pada 16 November 1948, setelah dua setengah tahun memimpin pasukan khusus Depot Speciaale Troepen (DST) (kemudian diganti menjadi KST), Westerling diberhentikan dari jabatannya dan juga dari dinas kemiliteran. Penggantinya sebagai komandan KST adalah Letnan Kolonel KNIL W.C.A. van Beek.

Usai resmi dipecat, Westerling lantas banting stir menjadi pengusaha sayur mayur di Pacet, suatu wilayah yang jaraknya hanya sekitar 90 km dari Takokak. Mungkinkah beberapa bulan sebelum menjadi bandar sayur mayur, ia menyempatkan diri terlebih dahulu menjadi seorang jagal di wilayah Takokak? Soal ini tentunya harus terus ditelusuri lebih jauh oleh saya.[Hendi Jo/Diposkan by samuel.tirta]


  Garuda Militer  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.